dc.description.abstract | Kajian kesusasteraan Indonesia pasca reformasi hampir didominasi oleh ulasan dan apresiasi kesusasteraan modern. Tubuh perempuan dalam novel Saman, Larung, Nayla, dan Perempuan Kembang Jepun merupakan manifestasi kehidupan modern dan kapitalistik. Pergulatan seksualitas dan eksplorasi hubungan laki-laki dan perempuan terbingkai dalam relasi kuasa. Tampil dengan keberanian untuk mendekonstruksi pemikiran yang tradisionalistik adalah strategi untuk menyuarakan dan merepresentasikan perempuan pengarang. Novel Ayat-ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbih, dan Perempuan Berkalung Sorban memperlihatkan bagaimana pergulatan kebangkitan global eksistensi Islam dan kecenderungan puritanisasi (ortodoksi) Islam. Dan karya sastra sastra Indonesia tetapi menyuarakan lokalitas, seperti Dwilogi The Da Peci Code dan Rosid & Delia karya Ben Sohib (2006) berbicara tentang kemajemukan budaya anak muda di kota Metropolitan. Identifikasi budaya Betawi-Arab dengan bahasa Indonesia-Inggris menunjukkan resistensi sikap multikultural terhadap ideologi yang mengutamakan esensialisme dan kemurnian. Tampak nyata bahwa multikulturalisme di Indonesia yang merebak di akhir tahun 1990-an sebagai respons terhadap penyeragaman budaya sejak Orde Baru, mampu bergerak menuju keragaman membuat interaksi antarbudaya menjadi suatu keniscayaan. Nyaris tak ada wilayah budaya yang terisolasi dari yang lain dan tidak dilalui lintas budaya global. Proses lintas budaya yang dinamis merupakan salah satu ciri menonjol proses perubahan kebudayaan di Indonesia. Hal itu ini tampak pada perkembangan kesusasteraan Indonesia. Hibriditas dan identitas budaya yang lintas batas terefleksi dalam karya-karya sastra Indonesia, seperti tampak dalam tulisan ini. Melalui kajian hibriditas kritis –konsep hibriditas menunjukkan bahwa setiap proses budaya mengandung percampuran dan interaksi lintas batas. Tidak ada suatu kebudayaan yang sepenuhnya asli dan murni (Hall, 1993), dikotomi dapat diatasi dengan mengkaji dengan bagaimana kreativitas lokal berdialog. Dalam berbagai ekspresi lintas budaya, perebutan kepentingan lokal, nasional, dan global berkontestasi dan terus saling berinteraksi secara dinamis untuk diartikulasikan dalam karya sastra Indonesia. Identitas budaya yang lintas batas terefleksi melalui modifikasi bahasa dan sastra. Keterbukaan dalam menerima pluralitas dan multikulturalitas dapat membuka ruang-ruang pemahaman identitas budaya yang majemuk. Sebagai sebuah produk, budaya hibrid dalam karya sastra Indonesia merupakan bentuk perpaduan dan harmonisasi yang diciptakan dalam mempertemukan modernitas dan lokalitas dalam ruang negosiasi yang terus-menerus. | en_US |