dc.description.abstract | Surat dakwaan memiliki posisi sentral dalam pemeriksaan perkaran pidana di
Pengadilan, bagi hakim surat dakwaan merupakan dasar dan sekaligus pembatas
ruang lingkup dari pemeriksaan dan dasar pertimbangn dalam penjatuhan keputusan.
Dalam proses pemeriksaan hakim perlu memperhatikan bentuk dari surat dakwaan
yang sedang diperiksa, karena setiap bentuk surat dakwaan memiliki mekanisme
pemeriksaan yang berbeda-beda. Kemudian hakim selama proses persidangan harus
sangat memperhatikan fakta-fakta dipersidangan yang didapat dari alat-alat bukti
serta barang bukti yang ada di persidangan. Permasalahan yang diangkat dalam
penulisan skripsi ini yaitu yang pertama, Apakah mekanisme pembuktian surat dakwaan
bentuk alternatif dalam putusan nomor 69/Pid.B/2015/PN.Btl sudah sesuai dengan ketentuan
mekanisme pembuktian surat dakwaan bentuk alternatif sebagaimana diatur dalam Surat
Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : SE-004/J.A/11/1993 dan Surat Edaran
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2012. Dan yang kedua, Apakah
putusan bebas (Putusan Nomor 69/Pid.B/2015/PN.Btl) sudah sesuai dengan fakta
persidangan.
Tujuan penelitian dalam dalam penulisan skripsi ini adalah pertama, Untuk
menganalisis kesesuaian mekanisme pembuktian surat dakwaan bentuk alternatif dalam
putusan nomor 69/Pid.B/2015/PN.Btl ditinjau dari ketentuan mekanisme pembuktian surat
dakwaan bentuk alternatif sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Jaksa Agung Republik
Indonesia Nomor : SE-004/J.A/11/1993 dan Surat Edaran Mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor 7 Tahun 2012. Kedua, Untuk menganalisis kesesuaian putusan bebas
(Putusan Nomor 69/Pid.B/2015/PN.Btl) dikaitkan dengan fakta persidangan.
Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah tipe penelitian yang
bersifat yuridis normatif. Metode pendekatan yang digunakan adalah menggunakan
metode pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan konseptual
(conseptual approach). Penulis juga menggunakan bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder.
Kesimpulan dari penulisan skripsi ini yaitu pertama, Mekanisme pembuktian
surat dakwaan bentuk alternatif dalam putusan nomor 69/Pid.B/2015/PN.Btl tidak
sesuai dengan mekanisme pembuktian surat dakwaan bentuk alternatif sebagaimana
diatur dalam Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : SE-
004/J.A/11/1993 tentang Pembuatan Surat Dakwaan dan Surat Edaran Mahkamah
Agung Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2012 tentang Rumusan Hukum Hasil
Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi
Pengadilan. Kedua surat edaran tersebut mengatur mekanisme pembuktian surat
dakwaan dimana memiliki inti yang sama, yaitu cukup salah satu pasal saja yang
perlu di periksa tidak perlu semuanya, dimana pasal yang akan diperiksan tersebut
memiliki relevansi dengan fakta persidangan. Kedua, penjatuhan putusan bebas
dalam Putusan Nomor 69/Pid.B/2015/PN.Btl tidak sesuai dengan fakta-fakta yang
terungkap dipersidangan, karena berdasarkan alat bukti dan barang bukti yang
dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum dapat membuktikan bahwa unsur yang
diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari hasil kejahatan dapat
terbukti sehingga perbuatan terdakwa memenuhi unsur dakwaan kedua Pasal 480
KUHP. Pertimbangan hakim yang menyatakan bahwa argumen Penuntut Umum
bahwa Terdakwa seharusnya menduga barang berupa telepon genggam yang dibeli
oleh Terdakwa dari seorang yang bernama GENJOR adalah hasil kejahatan dan tidak
didukung keterangan saksi lain yaitu GENJOR yang menurut Terdakwa adalah
penjualnya karena tidak diajukan sebagai saksi oleh Penuntut Umum atau saksi lain
yang dapat mematahkan argumen Terdakwa. Hal ini tidak sesuai dengan
Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 79 K/Kr/1958 tanggal 09 Juli 1958 dan
Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 126 K/Kr/1969 tanggal 29 November 1972.
Saran yang diberikan oleh penulis dalam penulisan skripsi ini yaitu pertama,
Jaksa Penuntut Umum dan Hakim dalam pembuktian surat dakwaan seyogyanya
berdasarkan mekanisme pembuktian yang diatur dalam Surat Edaran Jaksa Agung
Republik Indonesia Nomor : SE-004/J.A/11/1993 dan Surat Edaran Mahkamah
Agung Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2012, karena walaupun terkait
mekanisme pembuktian surat dakwaan tidak diatur dalam KUHAP akan tetapi diatur
dalam aturan-aturan diluar KUHAP yang mengatur terkait mekanisme pemeriksaan
surat dakwaan. Kedua, hakim dalam menjatuhkan putusan seyogyanya berdasarkan
fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan yang diperoleh dari pemeriksaan alatalat
bukti dan barang bukti. Selain itu perlu juga memperhatikan pula terkait teoriteori
yang berkaitan sehingga akan memberikan pemahaman yang lebih baik, selain
itu perlu juga memperhatikan yurisprudensi-yurisprudensi yang ada sebagai
pertimbangan ketika menjatukan putusan. Yang pada akhirnya nanti diharapkan akan
mampu memberikan putusan pengadilan yang memiliki kepastian, kemanfaatan dan
keadilan. Menurut peneliti alangkah lebih baik Jaksa Penutut Umum dapat
menggunakan dakwaan berbentuk subsidair, karena pasal yang didakwakan akan
diperiksa seluruhnya oleh Majelis Hakim sehingga memperkecil peluang putusan
bebas terhadap terdakwa. | en_US |