dc.description.abstract | Pedagang kaki lima menjadi fenomena perkotaan dan permasalahan yang
“dimunculkan” oleh permasalahan lain yakni persoalan kemiskinan. Karena pedagang
kaki lima timbul dari upaya kaum miskin guna memenuhi kebutuhan hidupnya seharihari.
Adapun salah satu upaya yang hendaknya diambil oleh pemerintah kabupaten
jember adalah menyediakan lokasi yang khusus dan tidak mengganggu ketertiban umum
sehingga para pedagang kaki lima bisa mempunyai tempat usaha yang tidak liar lagi,
namun ada fenomena yang menarik dalam permasalahan pedagang kaki lima ini yakni,
walaupun pemerintah tahu secara terang-terangan bahwa banyak pedagang kaki lima
yang berjualan di tempat-tempat dan fasilitas umum yang dilarang tetapi pemerintah
tidak secara tegas melakukan penertiban dan bahkan pemerintah menarik retribusi atau
apapun namanya, sehingga disini terkesan pemerintah hanya mau mengambil
retribusinya saja tanpa memperhatikan perlindungan hukum bagi si pedagang kaki lima,
sehingga apa yang terjadi akibat fenomena ini banyak terjadi perlawanan terhadap
penertiban-penertiban yang dilakukan oleh pedagang kaki lima. Permasalahan dalam
skripsi ini meliputi 2 (dua) hal yaitu ; (1) Apakah penanganan pedagang kaki lima oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten Jember sudah sesuai dengan Peraturan Bupati Nomor 36
Tahun 2009 tentang Penataan Pedagang Kaki Lima di Kabupaten Jember? Dan (2)
Hambatan apa yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Jember dalam
penertiban pedagang kaki lima?
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh beberapa hasil pembahasan sebagai
berikut: Pertama, Upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam penertiban
dan pembinaan pedagang kaki lima di wilayah Kabupaten Jember, antara lain dilakukan
dengan: (a) Penetapan lokasi bagi tempat usaha pedagang kaki lima di wilayah
Kabupaten Jember ; (b) Penetapan waktu berjualan bagi pedagang kaki lima yaitu pada
pukul12.00 WIB sampai dengan pukul 01.00 WIB (c) Adanya perijinan membuka
kegiatan usaha bagi pedagang kaki lima ; dan (d) Sanksi atas pelanggaran terhadap ijin
usaha pedagang kaki lima. Kedua, Hambatan-hambatan yang timbul dalam usaha
menertibkan dan membina pedagang kaki lima bagi Pemerintah Kabupaten Jember: (a)
Belum tersedianya lokasi tetap untuk penampungan pedagang kaki lima yang ada di
wilayahn Kabupaten Jember, (b) Kurangnya kesadaran hukum dan kedisipilnan sosial
masyarakat, khususnya pedagang kaki lima, dan (c) Adanya jaringan sosial yang terdiri dari jaringan komunikasi dan informasi diantara pedagang kaki lima untuk menghadapi
petugas ketertiban dan pihak dinas pasar dalam rangka menjalankan usahanya.
Saran yang diberikan bahwa, dalam rangka pembinaan terhadap pedagang kaki
lima hendaknya Pemerintah Kabupaten Jember benar-benar melaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan untuk mempercepat terselenggaranya
kebersihan dan ketertiban dalam willayah Kabupaten Jember hendaknya Pemerintah
Kabupaten Jember mengadakan penataan kota kembali dengan maksud agar ruang
lingkup pembangunan daerah terutama dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dapat
memadai adanya perangkat peraturan bagi pengelolaan bagi sumber daya alam di
daerah. Penerapan sanksi bagi pedagang kaki lima yang melakukan pelanggaran tidak
akan mencapai sasaran bila tidak dilandasi penggarapan aspek masyarakat yang berupa
penyuluhan dan pendidikan. Dari penyuluhan dan pendidikan inilah yang diharapkan
dapat menciptakan kesadaran berbudaya hidup bersih didalam lingkungan masyarakat.
Dalam membentuk suatu peraturan yang ditujukan kepada pedagang kaki lima
hendaknya ada pihak dari pedagang kaki lima yang diikutsertakan. Sehingga terbentuk
suatu komunikasi yang baik antara pihak pemerintah daerah dan pihak pedagang kaki
lima. Kepada para pedagang kaki lima sebagai warga negara yang baik hendaknya harus
bisa menaati peraturan yang ada dengan jalan tetap memperhatikan ketertiban,
keamanan dan keindahan, disamping itu juga harus memperhatikan hak pejalan kaki. | en_US |