dc.description.abstract | Perjanjian sewa menyewa adalah sebuah perjanjian yang sangat lazim
dilakukan dalam kegiatan sehari-hari, seperti perjanjian sewa menyewa tanah,
bangunan maupun perjanjian sewa barang. Perjanjian ini umumnya melibatkan
sedikitnya dua pihak disertai adanya hak dan kewajiban serta adanya batas waktu
berakhirnya perjanjian tersebut. Dari sedikit uraian diatas penulis tertarik untuk
membahasnya dalam skripsi berjudul “ Penyelesaian Sengketa Perjanjian Sewa
Menyewa Tanpa Batas Waktu (studi putusan MA RI Nomor 371.
PK/Pdt/2017)”. Rumusan masalah meliputi dua hal yaitu akibat hukum perjanjian
sewa menyewa tanpa ada batas waktu bagi para pihak dan kesesuaian dasar
pertimbangan atau ratio decidendi hakim pada putusan Mahkamah Agung
Republik Indonesia nomor 371 PK/Pdt/2017 dengan hukum perjanjian yang ada
di Indonesia. Tujuan yang ingin diperoleh ialah tujuan umum berupa melengkapi
tugas akhir dan persyaratan akademik guna mencapai gelar Sarjana Hukum dalam
Program Studi Ilmu Hukum pada Universitas Jember dan sebagai salah satu
sarana pengembangan ilmu pengetahuan dalam disiplin ilmu hukum yang telah di
dapat selama masa perkuliahan serta fakta yang terdapat di masyarakat, sehingga
dapat memberikan manfaat kepada para pihak yang memiliki kepentingan dengan
permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini, serta tujuan khusus berupa
Mengetahui dan memahami akibat hukum yang akan terjadi pada suatu perjanjian
sewa menyewa tanpa adanya ketetapan waktu dan mengetahui dan memahami
kesesuaian dasar pertimbangan hakim pada putusan MA RI Nomor 371.
PK/Pdt/2017 dengan hukum perjanjian yang berlaku di Indonesia. Metode
penulisan pada karya ini adalah penelitian yuridis normatif. Penelitian yuridis
normatif dilakukan untuk mengkaji berbagai macam aturan dan kaidah hukum
yang bersifat formil seperti Undang-undang, perundang-undangan, paraturanperaturan
serta literatur yang berisi konsep teoritis yang berhubungan dengan
permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Pendekatan masalah yang
digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah pendekatan perundaang-undangan
dan pendekatan konseptual. Pendekatan undang-undang (statute approach)
dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut
paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Bahan hukum yang digunakan
penulis adalah bahan hukum primer berupa Kitab Undang-undang Hukum
Perdata, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman, Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1994 Tentang Penghunian
Rumah Oleh Bukan Pemilik dan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Nomor 371.PK/Pdt/2017 dan bahan hukum sekunder berupa buku-buku hukum
yang ditulis para ahli hukum, kamus hukum, ensiklopedia hukum, komentar
undang-undang dan komentar putusan pengadilan, dan lain sebagainya. Isu
hukum yang penulis bahas dalam skripsi ini yaitu mengenai akibat hukum
perjanjian sewa menyewa yang tidak menyertakan batas waktu berakhirnya
perjanjian tersebut dan mengenai kesesuaian dasar pertimbangan hakim atas
putusan Mahkmah Agung Republik Indonesia Nomor 371.PK/Pdt/2017 dengan
hukum perjanjian yang berlaku di Indonesia.
Perjanjian merupakan persetujuan secara tertulis atau lisan yang dibuat dua pihak atau lebih dimana masing-masing berjanji akan mentaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu sebagai kesepakatan bersama. Pasal 1313 Kitab Undangundang
Hukum Perdata yang menjelaskan bahwa suatu persetujuan adalah suatu
perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain
atau lebih. Jenis-jenis perjanjian yaitu a.) perjanjian menurut sumbernya, b.)
perjanjian menurut namanya, c.) perjanjian timbal balik, d.) perjanjian Cuma-
Cuma atas beban, e.) perjanjian berdasarkan sifatnya, f.) perjanjian pokok dan
tambahan, dan g.) perjanjian berdasarkan aspek larangannya. Adapun syarat
terjadinya suatu perjanjian adalah sepakat mereka yang mengikatkan dirinya,
suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal. Dalam perjanjian juga memuat hak
dan kewajiban masing-masing pihak. Dalam hal perjanjian juga mengatur tentang
berkahirnya suatu perjanjian.
Sebuah perjanjian umumnya dilaksanakan oleh dua orang atau lebih, yang
saling mengikatkan diri atas suatu janji yang disepakati pada suatu objek. Pada
teorinya sebuah perjanjian dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu secara lisan
dan secara tertulis. Sejak diundangkannya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992
segala perjanjian yang dilakukan tanpa batas waktu yang jelas telah dihapus 3
tahun sejak undang-undang ini berlaku. Pertimbangan hakim yang telah di putus
dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 371.PK/Pdt/2017
yaitu telah menolak permohonan peninjauan kembali pihak pemohon karena tidak
ditemukannya kelalaian hakim seperti yang telah disebutkan dalam permohonan
peninjauan kembali oleh pihak pemohon, sehingga hakim menolak permohonan
peninjauan kembali dan menghukum pemohon untuk membayar biaya perkara.
Kesimpulan dari pembahasan skripsi ini adalah akibat hukum dari
perjanjian yang tidak memiliki batas waktu yang jelas bagi para pihak adalah para
pihak tidak dapat menentukan batas waktu yang jelas, sehingga seringkali terjadi
suatu kerancuan dalam menentukan batas waktu. Namun, semenjak di
undangkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan
Pemukiman yang diganti dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 dan PP
Nomor 44 Tahun 1994 yang telah menghapus ketentuan mengenai perjanjian
sewa menyewa tanpa batas waktu. Ratio decidendi hakim pada putusan Nomor
371.PK/Pdt/2017 adalah menolak permohonan Pemohon untuk melakukan
Peninjauan Kembali karena putusan hakim dalam tingkat Kasasi dengan putusan
Nomor 2409/K/Pdt/2015 tanggal 19 Januari 2016 telah benar dan sesuai dengan
ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Adapun saran yang ingin disampaikan
penulis adalah Kepada para pihak ketika akan melakukan suatu perjanjian sewa
menyewa, hendaknya mengatur dengan jelas hal-hal yang berkaitan dengan
perjanjian sewa menyewa itu sendiri. Mislanya, mengenai benda yang menjadi
obyek sewa, ketentuan pembayaran uang sewa, batas waktu perjanjian sewa
menyewa dan hal-hal lain yang menjadi kesepakatan para pihak yang melakukan
perjanjian sewa menyewa. Para pihak yang melakukan perjanjian sewa menyewa
harus memiliki itikad baik, agar setiap permasalahan yang timbul didalam
perjanjian sewa menyewa dapat diselesaikan dengan cara kekeluargaan tanpa aikan dengan cara kekeluargaan tanpa harus dibawa ke muka pengadilan | en_US |