dc.description.abstract | Keharusan adanya seorang wali dalam perkawinan menjadi syarat dan rukun dalam sebuah perkawinan, ditetapkan wali nikah karena untuk melindungi integritas moralnya serta memungkinkan terciptanya perkawinan yang sah. Demikian dalam pelaksanaan juga ditemukan adanya perselisihan mengenai wali dalam perkawinan, perkawinan yang telah disepakati kedua calon suami maupun istri ternyata ada pihak lain yang keberatan, pihak lain yang dimaksud yaitu wali nasab atau wali adhal atau enggan atau membangkang. Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, mengatakan bahwa batalnya suatu perkawinan hanya dapat diputuskan oleh Pengadilan. Seperti dalam perkara Putusan Nomor 32/ Pdt.G/ 20131PA.Psp.
Rumusan masalah yang akan dibahas adalah : (1) Ratio decidendi Putusan Pengadilan Agama Padang Sidimpuan Nomor 32/ Pdt.G/ 20131PA.Psp, apakah telah sesuai dengan hukum Islam dan (2) Implikasi hukum Putusan Pengadilan Agama Padang Sidimpuan Nomor 32/ Pdt.G/ 20131PA.Psp terhadap kedua pihak. Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif, artinya permasalahan yang diangkat, dibahas dan diuraikan dalam penelitian ini difokuskan dengan menerapkan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif Pendekatan masalah menggunakan pendekatan undang-undang, pendekatan konseptual dan studi kasus dengan bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan bahan non hukum. Analisa bahan penelitian dalam skripsi ini menggunakan analisis normatif kualitatif. Guna menarik kesimpulan dari hasil penelitian yang sudah terkumpul dipergunakan metode analisa bahan hukum deduktif Pada bab 2, tinjauan pustaka, menguraikan beberapa hal, antara lain tentang perkawinan yang meliputi pengertian perkawinan dan dasar hukumnya, tujuan perkawinan, berikut rukun dan syarat sahnya perkawinan. Hal lainnya adalah menyangkut wali nikah terdiri dari pengertian wall nikah berikut macam-macam wali nikah dan syarat wali nikah. Selanjutnya dikaji tentang kewenangan pengadilan agama dan kewenangan pengadilan agama, serta tentang pembatalan perkawinan.
Berdasarkan hasil pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa, Panama ratio decidendi Putusan Pengadilan Agama Padang Sidimpuan Nomor 32/ Pdt.G/ 20131PA.Psp, sudah sesuai dengan ketentuan hukum Islam. Perkawinan dibatalkan karena mempelai wanita masih memiliki wali nikah atau wali nasab, yang menurut hukum paling berhak untuk bertindak sebagai wali nikah. wali nasab dari mempelai wanita tidak pernah mengetahui atau diberitahu tentang pelaksanaan pemikahan tersebut, baik dari pihak calon mempelai maupun dari pihak Kantor Urusan Agama, KUA disini terkecoh atau terkelabui sebenarnya KUA telah memeriksa dan memandang syarat-syarat formil dari akan menikah semua telah terpenuhi dan secara prosedur tidak ada masalah, karena semua persyaratan untuk menikah tersebut telah dipalsukan. Wali nikah berhak mengajukan pembatalan perkawinan sebagaimana diatur dalam Pasal 23 Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Kedua, Implikasi hukum dikeluarkannya Putusan Pengadilan Agama Padang Sidimpuan Nomor 32/ Pdt.G/ 20131PA.Psp terhadap para pihak, perkawinan suami istri yang dibatalkan akan mengakibatkan keduanya kembali seperti keadaan semula atau diantara keduanya seolah-olah tidak pernah melangsungkan perkawinan. Terkait dengan akibat hukum pembatalan perkawinan, dengan adanya putusan pengadilan yang membatalkan perkawinan maka perkawinan yang telah terjadi dianggap tidak pernah ada. Pasal Akibat hukum yang ditimbulkan karena adanya pembatalan perkawinan diatur dalam Pasal 28 ayat (2) Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974, Pasal 75 dan Pasal 76 Kompilasi Hukum Islam.
Saran yang dapat diberikan bahwa, Pertama kepada orang tua sebagai wali nikah dapat bertindak bijaksana sehingga dapat merestui dan menikahkan putrinya sebagai wali yang sah, karena pernikahan harus dilangsungkan dengan wali. Apabila dilangsungkan tidak dengan wali atau yang menjadi wali bukan yang berhak maka pernikahan tersebut tidaklah sah dan dianggap perkawinannya tidak pernah ada, wali hakim merupakan jalan terakhir bagi dilangsungkannya perkawinan. Kedua kepada hakim Pengadilan Agama hendaknya dapat bertindak adil dalam memutus perkara penetapan wali hakim, karena nikah merupakan upaya positif dalam membentuk ikatan keluarga yang kekal dan abadi. Jangan sampai halangan pernikahan karena tidak adanya restu dari wali yang adhal, menjadikan pergaulan manusia menjadi sesuatu yang dosa dalam perzinahan | en_US |