dc.description.abstract | Setiap perusahaan biasanya mempunyai kelemahan yang kadang menjadi
penghambat dalam bersaing dengan pesaingnya, terutama jika sudah masuk ke
strategi fungsional yang terpisah, pasti ada saja bidang yang menjadi titik lemah
perusahaan, entah itu bagian operasi yang sulit memproduksi barang yang efisien,
bagian SDM yang lemah, bagian pemasaran yang kurang hisa menciptakan
strategi pemasara yang efektif, kelemahan dalam hal penguasaan TI dan
kelemahan bidang bidang lainya. Seiring dengan perkembangan teknologi salah
satu jalan untuk meminimalisir dampak negatif dari kelemahan suatu titik dalam
proses produksi inilah dikenal istilah Outsourcing. Berdasarkan yang diatur pada
Pasal 66 Undang-undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, akan
timbul pemahaman seakan-akan antara perusahaan penerima kerja dengan
perusahaan pemberi kerja terjadi hubungan sewa-menyewa buruh. Sebagai
dampak dari ketidakkonsistenan undang-undang yang menaungi buruh inilah
beberapa hal yang sangat sensitif tekait kesejahteraan buruh seringkali terabaikan.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk membahas lebih
lanjut hal tersebut dalam suatu karya ilmiah berbentuk skripsi dengan judul ”
IMPLIKASI YURIDIS HUBUNGAN HUKUM ANTARA PERUSAHAAN
PEMBERI KERJA DENGAN PEKERJA OUTSOURCING ”.
Rumusan masalah terdiri yang akan dibahas yaitu mengenai pertama,
bagaimana bentuk hubungan hukum antara perusahaan pemberi kerja dengan
pekerja Outsourcing.Kedua, bagaimanakah implikasi hukum hubungan kerja
antara perusahaan pemberi kerja dengan pekerja Outsourcing.
Ketiga,perlindungan hukum pekerja Outsourcing yang diberikan oleh perusahaan
pemberi kerja
Tujuan penelitian skripsi terbagi atas tujuan umum dan tujuan khusus yang
diharapkan tercapai dari penulisan skripsi ini. Metode penelitian yang digunakan
adalah yuridis normatif dengan pendekatan masalah yang berupa pendekatan
undang-undang (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual
xi
approach). Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder, serta menggunakan analisis hukum dengan metode deduktif.
Berdasarkan uraian dalam pembahasan di atas maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut: pertama, Hubungan Kerja dalam perjanjian
Outsourcing hanya terjadi pada perusahaan penyedia jasa Outsourcing dengan
perusahaan pengguna jasa Outsourcing. Kedua, Akibat hukum dari tidak adanya
hubungan kerja langsung antara pekerja Outsourcing dengan perusahaan
Pengguna jasa Outsourcing adalah kedudukan pekerja Outsourcing menjadi
kabur. Ketiga, Perlindungan hukum yang ditujukan bagi pekerja Outsourcing
sudah dicantumkan secara jelas dan cukup terperinci. Termasuk hak untuk
berperkara di pengadilan hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenagakerja
(JAMSOSTEK).
Adapun saran dari penulis yaitu pertama, Undang-Undang No.13 Tahun
2003 Tentang Ketenagakerjaan setidaknya harus mengatur secara jelas mengenai
ketentuan yang mengatur perjanjian Outsourcing .kedua, Pengaturan mengenai
Outsourcing seharusnya mampu mengamodasi ketentuan-ketentuan mengenai
hak-hak Pekerja Outsourcing dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku
ketiga, Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan sebagai
Umbrella Law perlu direvisi/diadakan perubahan terutama terkait dengan pasal –
pasal yang bersifat saling bertentangan. | en_US |