dc.description.abstract | Hasil dari penelitian ini terdiri atas dua hal, Pertama, Secara normatif
mogok kerja diakui sebagai hak pekerja/ buruh. Di samping itu Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan yang ditunda pelaksanaannya
sampai dengan 1 Oktober 2002, buruh-buruh yang yang melakukan mogok tidak
sesuai dengan prosedur yang ditentukan, dapat dikenakan sanksi pidana.
Pengaturan yang demikian pada dasarnya bertentangan dengan konsep mogok
kerja yang dipahami secara universal tentang hak mogok. Sedangkan dalam
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mogok kerja
diatur khusus dalam Pasal 137 sampai dengan Pasal 145 dimana undang-undang
ini yang berlaku saat ini sebelum diundangkannya undang-undang yang terbaru
tentang ketenagakerjaan. Kedua akibat dari mogok kerja yang tidak sah diatur
dalam Pasal 6 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.
232/MEN/2003, yaitu bahwa mogok kerja yang dilakukan tidak sah
dikualifikasikan sebagai mangkir. Atas hal ini, pengusaha melakukan
pemanggilan kepada pekerja yang melakukan mogok kerja untuk kembali bekerja.
Pemanggilan tersebut dilakukan oleh pengusaha 2 (dua) kali berturut-turut dalam
tenggang waktu 7 (tujuh) hari dalam bentuk pemanggilan secara patut dan tertulis.
Jika pekerja/buruh tidak memenuhi panggilan tersebut, maka dianggap
mengundurkan diri. Akibat hukum bagi pekerja/ buruh yang melakukan mogok
kerja yang tidak sah adalah tidak berhak mendapatkan upah. Hal ini didasarkan
pada ketentuan Pasal 93 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.
Kesimpulan dari skripsi ini adalah bahwa Secara normatif mogok kerja
diakui sebagai hak pekerja/ buruh. Namun pengakuan tersebut juga disertai
ancaman yang sebenarnya tidak merepresentasikan pengakuan yang ada. Indikasi
demikian nampak di dalam Pasal 13 dan Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga
Kerja yang pada intinya menyebutkan bahwa pelanggaran atas mogok kerja
diancam secara pidana. Sedangkan di dalam penjelasan Undang-Undang Nomor
25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan menjelaskan bahwa pelaksanaan mogok
kerja adalah ika pengusaha tidak memenuhi tuntutan pekerja yang bersifat
normatif. Dalam undang-undang ketenagakerjaan juga dijelaskan bahwa gagalnya
perundingan adalah tidak dicapainya kesepakatan penyelesaian perselisihan yang
diakibatkan karena pemgusaha tidak berkenan untuk berunding atau perundingan
tidak menemukan jalan keluar. Dalam Pasal 142 undang-undang ketenagakerjaan
menyatakan bahwa mogok kerja yang dilaksanakan tidak memenuhi suatu
ketentuan sebagaimana yang telah dimaksudkan didalam ketentuan diatas maka
digolongkan sebagai mogok kerja tidak sah. Akibat hukum dari mogok kerja yang
tidak sah dikualifikasikan sebagai mangkir sebagaimana yang telah diatur dalam
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: KEP. 232/MEN/2003
tentang Akibat Hukum Mogok Kerja yang Tidak Sah. Bahkan jika mogok kerja
yang dilaksanakan secara tidak sah pada perusahaan yang melayani kepentingan
umum dan perusahaan yang kegiatannya dapat membahayakan keselamatan jiwa
manusia telah mengakibatkan hilangnya nyawa manusia yang berhubungan
dengan pekerjaannya dikualifikaasikat sebagai kesalahan berat. Akibat hukum
bagi pekerja/ buruh yang melaksanakan mogok kerja tidak sah adalah tidak
berhak untuk mendapatkan upah. | en_US |