Show simple item record

dc.contributor.authorMAULIDYA NURUL HAYATI
dc.date.accessioned2013-12-16T03:55:41Z
dc.date.available2013-12-16T03:55:41Z
dc.date.issued2013-12-16
dc.identifier.nimNIM070710101051
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/9064
dc.description.abstractTahun 2004 merupakan era baru dalam sejarah pemerintahan Indonesia terutama di bidang perwakilan rakyat yaitu adanya nggota Dewan Perwakilan Daerah yang sebelumnya tidak pemah ada. Berdasarkan hasil amandemen keempat ada perubahan mendasar yang berkenaan dengan Majelis Permusyawaratan Rakyat, dimana semula Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat ditambah utusan golongan, inenjadi Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri dan Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam kedudukannya Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah setara (sama), akan tetapi dalam kewenangannya kedua lembaga tersebut yaitu Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah berbeda. Hal ini yang menjadikan sistem badan perwakilan di Indonesia berubah dari sistem rnonokameral ke sistem bikameral, bahwa sistem bikameral yang diselenggarakan di Indonesia berbeda dengan sistem bikameral negara-negara lain. Permasalahan dalam skripsi ini adalah : 1. Bagaimana fungsi dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah dalam Sistem Ketatanegaraan di Indonesia? 2. Bagaimana hubungan antara Dewan Perwakilan Daerah dengan Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat dalam Sistem Ketatanegaraan di Indonesia? Tujuan dari penulisan ini terbagi menjadi 2 (dua), yaitu : tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dalam penulisan skripsi ini yaitu : untuk memenuhi syarat yang diperlukan guna meraih gelas Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jember. Sedangkan tujan khususnya yaitu : untuk mengetahui dan mengkaji permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini. Tipe penulisan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif sedangkan pendekatan masalah yaitu dengan menggunakan undang-undang dan konseptual. Metode pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah sumber hukum primer, sumber bahan hukum sekunder dan bahan non hukum serta analisa bahan hukum. Pada bab pembahasan, akan membahas mengenai 2 (dua) hal yang terdapat dalam rumusan masalah. Dalam menjalankan fungsinya, Dewan Perwakilan Daerah ada kerja sama atau hubungan dengan lembaga negara lainnya, dimana bukan hanya deng'an Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat tapi juga dengan Badan Pengawas Keuangan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 23E ayat (2) dan Pasal 23F ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dewan Perwakilan Daerah dengan Mahkamah Konstitusi sebagaimana diatur dalam Pasal 24C ayat (1) dan 22E ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Darah dan Dewan Perwakilan Daerah sebgaimana diubah dengan UndangUndang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Darah dan Dewan Perwakilan Daerah. Di samping itu hubungan antara Dewan Perwakilan Daerah dengan Mahkamah Agung, Pemerintah Daerah serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi maupun Kota/Kabupaten bahkan dengan Masyarakat Daerah non-Partai. Hasil amandemen ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ini masih mengebiri kewenangan Dewan Perwakilan Daerah, begitu pula Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pasal 224 menunjukkan betapa terbatasnya wewenang Dewan Perwakilan Daerah. Dewan Perwakilan Daerah hanya membahas Rancangan Undang-Undang tertentu yang berkaitan dengan daerah. Wewenang Dewan Perwakilan Daerah memang terbatas dan tidak sebanding dengan harapan masyarakat. Sehingga apabila Dewan Perwakilan Daerah dituntut untuk berjuang demi kepentingan daerah-daerah tetapi dalam wewenang yang terbatas maka sangatlah kecil akan keberhasilannya Saran dari penulis, bahwa kewenangan Dewan Perwakilan Daerah sebagaimana yang telah xiv diarur dalam Pasal 22D Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 harus dilakukan amandemen. Sebab selama ini Dewan Perwakilan Daerah dalam kedudukannya telah sejajar dengan Dewan Perwakilan Rakyat akan tetapi dalam kewenangannya kedua lembaga tersebut tidak sejajar. Sehingga dalam amandemen berikutnya (amandemen kelima) lebih disempurnakan kembali Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia khususnya dalam Pasal 22D mengenai kewenangan Dewan Perwakilan Daerah agar sejajar serta mempunyai eksistensi sebagai sebuah lembaga negara.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries070710101051;
dc.subjectKEDUDUKAN DEWAN PERWAKILAN DAERAHen_US
dc.titleFUNGSI DAN KEDUDUKAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH DALAM SISTEM KETATANEGARAAN DI INDONESIA”en_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record