dc.description.abstract | Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan oleh penulis dalam bab-bab
sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulanSsebagaiSberikut:
1. DasarSPertimbangan Hakim Mahkamah Konstitusi Nomor 47/PUUXIV/2016
menolak perkara dikarenakan pokok perkara yang diajukan oleh
pemohon pada pokok yang berkenaan dengan BPJS sebagai satu-satunya
penyelenggara program jaminan sosial secara nasional, kepesertaan wajib,
manfaat jaminan sosial dalam program BPJS tidak lebih baik dari program
yang dilaksanakan oleh PT. PLN (Persero) menjadi tidak beralasan menurut
hukum. Hal ini berdasarkan Pasal 56 ayat (5) Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa “Dalam
hal undang-undang dimaksud tidak bertentangan dengan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, baik mengenai pembentukan
maupun materinya sebagian atau keseluruhan, amar putusan menyatakan
permohonan ditolak”. Sehingga penulis berpendapat bahwa permohoan pada
perkara ini sebenarnya tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sama sekali, dan terdapat kesamaan
perkara yang terdahulu yang mana putusannya dijadikan patokan atau
pertimbangan dalam putusan ini. Kemudian dengan adanya alasan inilah
Hakim Mahkamah Konstiusi menyimpulkan bahwa dalil-dalil para pemohon
menjadi tidak beralasan menurut hukum.
2. Setelah berlakunya Undang-Undang BPJS Nomor 24 Tahun 2011 tentang
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, keberlangsungan Serikat Pekerja PT.
PLN harus mendaftarkan kembali kepada BPJS dengan cara melakukan
program koordinasi manfaat (Coordination Of Benefit), menyesuaikan
dengan dinamika perkembangan jaminan sosial dengan tetap memberi
kesempatan kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang telah ada
dalam mengembangkan cakupan kepesertaan dan program jaminan sosial
tidak terjadi kerugian materiil atas hilangnya hak-hak yang telah
diperolehnya. | en_US |