dc.description.abstract | Tinjauan pustaka, yang menguraikan secara sistematis tentang toeri dan
pengertian-pengertian yuridis yang meliputi : Tindak pidana penganiayaan,
pengertian dan jenis tindak pidana penganiayaan, unsur-unsur tindak pidana Pasal
351 ayat (1) dan ayat (3) KUHP, pembantu tindak pidana, pengertian dan jenis
pembantu, syarat dapat dikatakan sebagai pembantu, surat dakwaan, pengertian
surat dakwaan, syarat surat dakwaan, bentuk dakwaan, pertimbangan hakim,
pengertian pertimbangan hakim, jenis pertimbangan hakim, fakta persidangan dan
ultra petita.
Berdasarkan hasil pembahasan maka kesimpulan yang dapat diambil
adalah pertama Putusan Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta Nomor: 26-K/PM II11/AD/IV/2014
adalah Ultra Petita. Dikaitkan dengan tidak diterapkannya asas
legalitas dengan benar dan juga keputusan majelis hakim dalam penggunaan
yurisprudensi yang tidak tepat pada waktunya. Maka hal ini tidak sesuai dengan
sistem hukum di Indonesia yang menganut aliran rechtsvinding yang menegaskan
Hakim harus mendasarkan putusannya kepada peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Bahwa ketentuan dalam Pasal 20 Algemene Bepalingen van
Wetgeving voor Indonesie (AB) yang menyatakan bahwa hakim harus mengadili
berdasarkan undang-undang. Bahwa asas legalitas yang diatur dalam Pasal 1 Ayat
(1) KUHP harus bersumber pada undang-undang, artinya pemidanaan harus
bersumber pada undang-undang dan karena azas legalitas itulah sehingga
yurisprudensi tidak wajib diikuti oleh pengadilan-pengadilan di bawah Mahkamah
Agung. Jadi, Majelis Hakim dengan mendasari Yurisprudensi Mahkamah Agung
Republik Indonesia Nomor : 675/Pid/1987 tanggal 21 Maret 1989 adalah
bertentangan dengan sistem hukum di Indonesia. Yurisprudensi hanya dapat
diberlakukan untuk mengisi kekosongan hukum, tidak untuk mengganti atau
meniadakan atau menyimpangi atau memberikan penafsiran yang berbeda
sehingga bunyi undang-undang menjadi lain dari teks aslinya.. Kedua, .
Pertimbangan hakim menjatuhkan pidana dengan dasar permidanaan Pasal 351
ayat (1) jo 56 Ke-2 KUHP tidak sesuai dengan fakta di persidangan. Penulis tidak
sependapat dengan Majelis Hakim karena penulis berpendapat bahwa
Pertimbangan Majelis Hakim dalam putusan tersebut menunjukkan cara
memeriksa dan mengadili perkara yang tidak dilaksanakan menurut ketentuan
undang-undang, atau Majelis Hakim telah melampaui batas wewenangnya atau
dapat dikatakan disini Majelis Hakim tidak memperhatikan segala sesuatu yang
pada umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya,
sesuai dengan Pasal 185 Ayat (6) huruf d KUHAP.
Selanjutnya saran dari penulisan skripsi ini adalah pertama, hendaknya
Majelis Hakim dalam mengadili serta memutus perkara sudah seharusnya
melaksanakan dan menjalankan tugas dan wewenangnya sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan dan sistem hukum yang berlaku di Indonesia, supaya tercipta
suatu produk hukum yang tepat sasaran dalam hal mewujudkan tujuan hukum itu
sendiri. kedua, Majelis Hakim dalam hal memeriksa serta mengadili terdakwa
haruslah objektif dalam melihat serta menghubungkan fakta-fakta hukum yang ada
di persidangan, sehingga dapat diwujudkan suatu putusan pengadilan yang tepat
berdasarkan kesesuaian antara fakta hukum yang secara sah terbukti di persidangan
dengan dasar pemidanaan yang digunakan dalam putusan.. | en_US |