Show simple item record

dc.contributor.advisorTANUWIJAYA, Fanny
dc.contributor.advisorPRIHATIN, Dodik
dc.contributor.authorERLANGGA, Arga
dc.date.accessioned2019-04-22T03:59:35Z
dc.date.available2019-04-22T03:59:35Z
dc.date.issued2019-04-22
dc.identifier.nimNIM130710101066
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/90559
dc.description.abstractTinjauan pustaka, yang menguraikan secara sistematis tentang toeri dan pengertian-pengertian yuridis yang meliputi : Tindak pidana penganiayaan, pengertian dan jenis tindak pidana penganiayaan, unsur-unsur tindak pidana Pasal 351 ayat (1) dan ayat (3) KUHP, pembantu tindak pidana, pengertian dan jenis pembantu, syarat dapat dikatakan sebagai pembantu, surat dakwaan, pengertian surat dakwaan, syarat surat dakwaan, bentuk dakwaan, pertimbangan hakim, pengertian pertimbangan hakim, jenis pertimbangan hakim, fakta persidangan dan ultra petita. Berdasarkan hasil pembahasan maka kesimpulan yang dapat diambil adalah pertama Putusan Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta Nomor: 26-K/PM II11/AD/IV/2014 adalah Ultra Petita. Dikaitkan dengan tidak diterapkannya asas legalitas dengan benar dan juga keputusan majelis hakim dalam penggunaan yurisprudensi yang tidak tepat pada waktunya. Maka hal ini tidak sesuai dengan sistem hukum di Indonesia yang menganut aliran rechtsvinding yang menegaskan Hakim harus mendasarkan putusannya kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bahwa ketentuan dalam Pasal 20 Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesie (AB) yang menyatakan bahwa hakim harus mengadili berdasarkan undang-undang. Bahwa asas legalitas yang diatur dalam Pasal 1 Ayat (1) KUHP harus bersumber pada undang-undang, artinya pemidanaan harus bersumber pada undang-undang dan karena azas legalitas itulah sehingga yurisprudensi tidak wajib diikuti oleh pengadilan-pengadilan di bawah Mahkamah Agung. Jadi, Majelis Hakim dengan mendasari Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 675/Pid/1987 tanggal 21 Maret 1989 adalah bertentangan dengan sistem hukum di Indonesia. Yurisprudensi hanya dapat diberlakukan untuk mengisi kekosongan hukum, tidak untuk mengganti atau meniadakan atau menyimpangi atau memberikan penafsiran yang berbeda sehingga bunyi undang-undang menjadi lain dari teks aslinya.. Kedua, . Pertimbangan hakim menjatuhkan pidana dengan dasar permidanaan Pasal 351 ayat (1) jo 56 Ke-2 KUHP tidak sesuai dengan fakta di persidangan. Penulis tidak sependapat dengan Majelis Hakim karena penulis berpendapat bahwa Pertimbangan Majelis Hakim dalam putusan tersebut menunjukkan cara memeriksa dan mengadili perkara yang tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang, atau Majelis Hakim telah melampaui batas wewenangnya atau dapat dikatakan disini Majelis Hakim tidak memperhatikan segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya, sesuai dengan Pasal 185 Ayat (6) huruf d KUHAP. Selanjutnya saran dari penulisan skripsi ini adalah pertama, hendaknya Majelis Hakim dalam mengadili serta memutus perkara sudah seharusnya melaksanakan dan menjalankan tugas dan wewenangnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan sistem hukum yang berlaku di Indonesia, supaya tercipta suatu produk hukum yang tepat sasaran dalam hal mewujudkan tujuan hukum itu sendiri. kedua, Majelis Hakim dalam hal memeriksa serta mengadili terdakwa haruslah objektif dalam melihat serta menghubungkan fakta-fakta hukum yang ada di persidangan, sehingga dapat diwujudkan suatu putusan pengadilan yang tepat berdasarkan kesesuaian antara fakta hukum yang secara sah terbukti di persidangan dengan dasar pemidanaan yang digunakan dalam putusan..en_US
dc.language.isoiden_US
dc.relation.ispartofseries130710101066;
dc.subjectHakimen_US
dc.subjectPerkara Diluar Surat Dakwaanen_US
dc.titlePertimbangan Hakim Dalam Memutus Perkara Diluar Surat Dakwaan (Putusan Nomor:26-K/PM II-11/AD/IV/2014)en_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record