dc.description.abstract | Kegiatan utama bank yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan
menyalurkannya melalui kredit kepada masyarakat yang membutuhkannya. Pasal
8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, ditegaskan bahwa dalam
memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah, Bank Umum
wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan
kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau
mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.
Dalam prakteknya bank sering meminta jaminan secara khusus dengan
membuat perjanjian jaminan baik berupa perjanjian jaminan kebendaan maupun
perjanjian perorangan. Dalam praktek apabila objek jaminan hak tanggungan
diberikan oleh perorangan tetapi terikat dalam perkawinan, maka objek jaminan
dapat berupa milik orang (suami/isteri) itu sendiri atau milik bersama.
Untuk membuktikan pemilikan suatu tanah sebagai harta bersama
sangatlah sulit. Hal ini terjadi karena tanda bukti hak atas tanah (sertipikat) ditulis
atas nama satu orang, namun tidak menutup kemungkinan tanah tersebut
kenyataanya dimiliki bersama oleh suami isteri. Hal ini berarti kewenangan
terhadap sertifikat tersebut bukan hanya dimiliki suami atau isterinya sendirisendiri,
melainkan bersama-sama, sehingga suami atau isteri ingin melakukan
perbuatan hukum (contohnya menjaminkan harta bersama dalam Perjanjian
Kredit) berkaitan dengan tanah tersebut memerlukan persetujuan dari isterinya
atau suaminya, sepanjang tidak ada perjanjian kawin sebagaimana diatur dalam
Pasal 36 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Berdasarkan hal tersebut dalam skripsi ini penulis merumuskan masalah
mengenai bagaimana keabsahan penjaminan atas harta bersama didalam
perjanjian kredit tanpa adanya persetujuan dari pihak suami atau istri sebagai
debitur, dan apa akibat hukum dari penjaminan harta bersama didalam perjanjian
kredit tanpa adanya persetujuan dari pihak suami atau istri. Adapun yang menjadi
tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menganalisis permasalahan yang diangkat
guna mengetahui dan memahami maksud dari topik penelitian.
Pada penulisan skripsi ini, tipe penelitian yang digunakan yaitu penelitian
hukum normatif (Yuridis Normative). Sedangkan pendekatan masalah yang
digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah pendekatan perundang-undangan
(statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Untuk
bahan hukum penulis menggunakan tiga jenis bahan hukum, antara lain bahan
hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan non hukum dan pada analisa bahan
hukum menggunakan deskriptif normatif, yaitu suatu metode untuk memperoleh
gambaran singkat mengenai permasalahan yang tidak didasarkan pada bilangan
statistik melainkan didasarkan pada analisa yang diuji dengan norma-norma dan
kaidah-kaidah hukum yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas.
Adapun yang menjadi kesimpulan dalam skripsi ini adalah Perjanjian
kredit dengan jaminan harta bersama harus dilakukan dan dengan persetujuan
suami dan istri secara bersama-sama, dalam hal ini adalah ikut menandatangani
Perjanjian Kredit sebagai tanda kesepakatan, sehingga baik suami maupun istri
menjadi pihak dalam perjanjian. Hal ini berkaitan dengan status kredit dalam
perkawinan dimana sebagai jaminan adalah harta bersama maka termasuk dalam
hutang bersama sehingga menimbulkan tanggung jawab bersama dalam
pelunasannya. Sesuai dengan fungsi Perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok,
perjanjian tersebut menentukan batal atau tidaknya perjanjian pengikatan jaminan
yang merupakan perjanjian assessoir (ikutan). Oleh karena itu perjanjian yang
dibuat tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian sebagai mana ditentukan dalam
Pasal 1320 ayat 1 KUHPerdata khususnya pada syarat subyektifnya maka
dianggap tidak sah dan dapat dibatalkan. Selain itu, pada Perjanjian Kredit yang
tidak ditandatangani oleh suami atau istri debitur, tidak akan ada kekuatan hukum
bagi bank untuk melakukan penagihan kredit bila debitur wanprestasi. | en_US |