Show simple item record

dc.contributor.authorDewi Dwi Oktawati
dc.date.accessioned2013-12-16T02:59:11Z
dc.date.available2013-12-16T02:59:11Z
dc.date.issued2013-12-16
dc.identifier.nimNIM080710101050
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/9014
dc.description.abstractPerjanjian kerja sama ASEAN di sektor perdagangan merupakan perjanjian internasional regional karena perjanjian itu dibuat oleh ASEAN sebagai organisasi internasional regional/kawasan Asia Tenggara. Semua perjanjian kerja sama itu mengikat semua negara anggota ASEAN karena mereka setuju untuk terikat dalam perjanjian kerja sama itu. Kemudian sebenarnya apa latar belakang yang mendorong ASEAN untuk melakukan perjanjian kerja sama di sektor perdagangan dan bagaimana sebenarnya kekuatan mengikat dari perjanjian kerja sama tersebut, maka penulis akan membahasnya lebih lanjut dalam Bab. 2 skripsi ini. Tujuan dari penulisan skripsi adalah: (1) mengetahui latar belakang terjalinnya perjanjian kerja sama ASEAN di sektor perdagangan; dan (2) memahami bagaimana kekuatan mengikat perjanjian kerja sama tersebut. Metode penelitian dalam skripsi ini meliputi penggunaan: (1) tipe penelitian hukum secara normatif; (2) pendekatan masalah berdasarkan undangundang, historis, konseptual; (3) sumber bahan hukum yang meliputi sumber bahan hukum primer, sekunder, dan tersier; dan (4) analisis bahan hukum deskriptif kualitatif, dan selanjutnya akan ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif sehingga jawaban atas rumusan masalah dapat tercapai dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah. Latar belakang dan perkembangan ASEAN dalam menjalin kerja sama sektor perdagangan dimulai pada tahun 1976 dengan pelaksanaan ASEAN PTA. Dari beberapa studi literatur, diperoleh hasil bahwa ASEAN PTA belum bisa dikatakan berhasil. Kegagalan ini justru melahirkan AFTA pada tahun 1992. AFTA didukung oleh beberapa instrumen, antara lain skema CEPT dan ROO. Fokus utama dari ASEAN masih tetap pada upaya menciptakan ASEAN sebagai pasar bebas yang berkualitas internasional. Demi optimisme mencapai MEA 2015, maka AFTA, CEPT, dan ROO dikodifikasikan menjadi ATIGA dengan beberapa penyesuaian berdasarkan Cetak Biru MEA 2015. Piagam ASEAN mewajibkan setiap negara anggota untuk melaksanakan setiap perjanjian kerja sama karena mereka setuju untuk terikat dalam perjanjian tersebut. Walaupun ada perjanjian-perjanjian yang dicetuskan sebelum lahirnya Piagam ASEAN, namun Pasal 52 ayat (2) Piagam ASEAN memberlakukan semua perjanjian, baik sebelum atau sesudah lahirnya Piagam ASEAN, kepada setiap negara anggota. Dengan keberlakuan itu, maka setiap negara anggota wajib menghormati dan menaati semua perjanjian kerja sama berdasar pada prinsip good faith. Ketika perjanjian itu diberlakukan bagi semua negara anggota, maka mereka wajib melaksanakannya, selain karena mereka sudah setuju untuk terikat dalam perjanjian, prinsip itikad baik juga harus menjadi landasan mereka dalam pelaksanaan perjanjian. ASEAN sendiri telah membentuk badan-badan pengawas yang bertugas untuk mengawasi dan mengontrol perkembangan pelaksanaan perjanjian kerja sama itu. Badan ASEAN yang khusus untuk mengawasi dan mengontrol perkembangan pelaksanaan perjanjian kerja sama bidang ekonomi, termasuk di dalamnya mencakup sektor perdagangan, maka tugas itu dilaksanakan oleh AEC Council. Jadi, apapun istilah yang disematkan kepada perjanjian kerja sama tersebut, setiap negara anggota berkewajiban untuk menghormati dan menaatinya.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries080710101050;
dc.subjectPERJANJIAN KERJA SAMA ASEANen_US
dc.titlePERJANJIAN KERJA SAMA ASEAN DI SEKTOR PERDAGANGAN BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONALen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record