Show simple item record

dc.contributor.advisorSoetijono, Iwan Rachmad
dc.contributor.advisorAtikah, Warah
dc.contributor.authorKURNIASIH, Feby Yusri
dc.date.accessioned2019-01-24T02:06:21Z
dc.date.available2019-01-24T02:06:21Z
dc.date.issued2019-01-24
dc.identifier.nimNIM140710101111
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/89461
dc.description.abstractBerkembangnya zaman dan pemikiran masyarakat sudah berkembang, mereka memerlukan kepastian hukum dalam segala perjanjian atau perbuatan sehari-hari. Kepastian hukum perjanjian didapat dari kuatnya suatu perjanjian yaitu perjanjian tertulis yang ditawarkan oleh pelayan jasa publik. Pelayan jasa publik ini yang menawarkan jasa dalam bidang hukum salah satunya yang dapat kita ketahui adalah notaris. Notaris adalah pejabat umum yang diangkat oleh pemerintah untuk membantu masyarakat umum dalam hal membuat perjanjianperjanjian yang ada atau timbul dalam masyarakat. Perlunya perjanjian-perjanjian ini dibuat dihadapan notaris adalah untuk menjamin kepastian hukum yang kuat bagi para pihak yang melakukan perjanjian. Perjanjian tertulis yang dibuat oleh notaris disebut sebagai akta, dimana akta yang dibuat oleh notaris merupakan akta autentik. Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya harus mematuhi berbagai ketentuan tersebut dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut sebagai Undang-Undang Jabatan Notaris). Seringkali notaris dipanggil ke pengadilan untuk memberikan keterangan terhadap akta ataupun surat-surat yang mengalami sengketa. Hal ini menjadi pertanyaan apakah notaris telah melanggar peraturan perundang-undangan dan kode etik notaris atau ada kekeliruan baik disengaja maupun tidak disengaja oleh para pihak atau salah satu pihak untuk berusaha melakukan kecurangan sehingga menimbulkan kerugian bagi pihak lain dengan memberikan keterangan dan dokumen-dokumen yang tidak benar. Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya telah melakukan pelanggaran yang menyebabkan penyimpangan dari hukum maka notaris dapat dijatuhi sanksi yaitu berupa sanksi perdata, administratif atau kode etik jabatan notaris. Meskipun di dalam Undang- Undang Jabatan Notaris tidak menyebutkan adanya penerapan sanksi pidana, namun apaila suatu tindakan hukum terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh notaris tersebut mengandung unsur-unsur pemalsuan atas kesengajaan atau kelalaian dalam pembuatan surat atau akta autentik yang keterangan isinya palsu dan notaris terbukti ikut serta melakukan, menyuruh melakukan dan membantu melakukan membut akta yang tidak benar isinya maka setelah dijatuhi sanksi administratif/kode etik jabatan notaris dan sanksi keperdataan kemudian dapat ditarik dan dikualifikasikan sebagai suatu tindak pidana yang dilakukan oleh notaris. Sehingga yang menjadi pertanyaan ialah bagaimana prosedur pembuatan akta partij dan juga bagaimana tanggung jawab notaris atas kebenaran akta partij. Akta partij sendiri merupakan akta yang dibuat dihadapan notaris sama halnya dengan akta notaris. Hal ini bertujuan untuk mengetahui prosedur pembuatannya maupun bentuk pertanggungjawaban dari notaris atas kebenaran akta partij. Metode yang digunakan dalam hal ini ialah yuridis normatis, dimana pendekatan yang dilakukan melalui pendekatan undang-undang dan konseptual dan juga menggunakan bahan hukum primer, sekunder dan juga bahan non hukum. Dalam hal ini prosedur pembuatan akta partij atau akta pihak ini ialah para pihak datang sendiri kehadapan notaris dan menerangkan atau menceritakan perbuatan hukum yang dilakukan untuk dituangkan ke dalam sebuah akta notaris. Sehingga atas dasar keterangan dari para pihaklah akta dapat di buat. Bentuk akta partij atau akta pihak, pada prinsipnya bentuk akta para pihak sama dengan bentuk akta yang tercantum dalam Pasal 38 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa prosedur atau tata cara seorang notaris dalam membuat akta adalah melakukan pengenalan terhadap penghadap, berdasarkan identitasnya yang diperlihatkan kepada notaris, menanyakan, kemudian mendengarkan dan mencermati keinginan atau kehendak para pihak tersebut (tanya-jawab), memeriksa bukti surat yang berkaitan dengan keinginan atau kehendak para pihak tersebut, memberikan saran dan membuat kerangka akta untuk memenuhi keinginan atau kehendak para pihak tersebut, memenuhi segala teknik administratif pembuatan akta notaris, seperti pembacaan, penandatatanganan, memberikan salinan, dan pemberkasan untuk minuta dan melakukan kewajiban lain yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas jabatan notaris. Data diri yang diberikan kepada notaris harus sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk para pihak masing-masing. Dan pembuatan akta ini harus berdasarkan aturan yang ada didalam undang-undang yang mengaturnya. Tanggung jawab notaris atas kebenaran isi akta partij ini tidak sepenuhnya menjadi tanggungjawab notaris, namun sebelum adanya pertanggungjawaban dari notaris biasanya terdapat akibat hukum pada akta autentik yang dibuat oleh notaris sehingga atas adanya akibat hukum bagi akta tersebut, notaris dimintai sebuah pertanggungjawaban. Akibat hukum bagi akta yang memiliki keterangan tidak benar ataupun dapat dikatakan cacat prosedur maka bagi akta tersebut dapat dibatalkan, batal demi hukum, memiliki kekuatan pembuktian akta dibawah tangan, dibatalkan oleh para pihak sendiri dan juga dapat dibatalkan oleh putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena penerapan asas praduga tak bersalah. Sehingga setelah adanya akibat hukum bagi akta autentik yang dibuat oleh notaris ini, maka bagi pihak yang merasa dirugikan dapat meminta pertanggungjawaban. Pertanggungjawaban notaris dibagi menjadi pertanggungjawaban secara perdata, pertanggungjawaban secara administrasi maupun pertanggungjawaban secara pidana. Pertanggungjawaban secara perdata seperti membayar biaya, ganti rugi ataupun bunga. Pertanggungjawaban administrasi seperti teguran lisan, teguran tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian secara hormat maupun pemberhentian tidak hormat. Pertanggungjawaban pidana secara membayar denda ataupun kurungan maupun penjara. Pertanggungjawaban notaris ini sesuai dengan apa tindakan yang dilakukan oleh notaris. Pertanggungjawaban ini diatur didalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Namun para pihak yang merasa dirugikan apabila ia meminta pertanggungjawaban dari notaris para pihak tersebut harus membuktikan dalilnya di persidangan dan notaris dapat dimintai pertanggungjawaban tersebut sampai hakim memberikan keputusan yang berkekuatan hukum tetap. Maka dalam menjalankan prosedur notaris harus lebih baik lagi supaya tidak terjadi masalah dikemudian hari, dan juga notaris harus lebih berhati-hati dalam menjalankan tugasnya untuk membuat akta.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.relation.ispartofseries140710101111;
dc.subjectTanggug Jawab Notarisen_US
dc.subjectKebenaran Isien_US
dc.subjectAkta Partijen_US
dc.titleTanggung Jawab Notaris Atas Kebenaran Isi Akta Partijen_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record