Show simple item record

dc.contributor.advisorSUPARTO, Nanang
dc.contributor.advisorZULAIKA, Emi
dc.contributor.authorERNAWATI, Cucuk
dc.date.accessioned2019-01-09T06:17:33Z
dc.date.available2019-01-09T06:17:33Z
dc.date.issued2019-01-09
dc.identifier.nimNIM140710101046
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/89381
dc.description.abstractAturan-aturan yang mengatur tentang Perkawinan yakni Undang-undang Perkawinan Nasional yang sifatnya telah menampung sendi-sendi dan telah memberikan landasan Hukum Perkawinan yang selama ini menjadi pegangan dan berlaku bagi berbagai golongan Masyarakat Indonesia yang berbeda-beda. 0280/Pdt.G/2014/PA.Yk Pada tanggal 11 Mei 2011 Pemohon dan Termohon melangsungkan Perkawinan, kemudian karena ada permasalahan dimana Pemohon mengetahui jika Termohon memalsukan akta putusan cerai dari pengadilan agama Jakarta Utara, Pemohon datang ke pengadilan agama Jakarta utara untuk menanyakan kebenaran akta putusan cerai Termohon dengan isteri pertamanya dengan mengajukan surat validasi akta cerai. Pemohon mendapatkan jawaban balasan dari pengadilan agama Jakarta Utara, surat tersebut menerangkan bahwa pengadilan agama Jakarta Utara tidak mengeluarkan akta cerai sebagaimana yang diberikan oleh Termohon kepada Pemohon, dan belum ada perceraian antara termohon dengan isteri pertamanya. Sehingga pemohon merasa telah melangsungkan Perkawinan secara Poligami dengan Pemohon Berdasarkan Akta Cerai yang dipalsukan oleh termohon Poligami dan Akta Cerai Palsu. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut dalam suatu karya ilmiah bentuk skripsi dengan judul : “Perkawinan Poligami Dengan Akta Cerai Palsu (Studi Kasus Putusan Nomor : 0280/Pdt.G/2014/PA.Yk.).” Penulis merumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: pertama, Apakah perkawinan poligami dapat di laksanakan dengan memalsukan akta cerai, Kedua, Apa akibat hukum dari perkawinan poligami dengan akta cerai yang dipalsukan, Ketiga Apa pertimbangan Hukum Hakim Pengadilan Agama dari perkara putusan Nomor : 0280/Pdt.G/2014/PA.Yk. Dengan harapan dapat memperoleh suatu tujuan yang terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus dalam penulisannya. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini meliputi tipe penelitian hukum yang bersifat yuridis normatif, dengan menggunakan tiga pendekatan yaitu Pendekatan Undang – Undang (Statue Approach), Pendekatan Kasus (Case Approach), dan Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach). Bahan hukum yang digunakan dalam penulisan skripsi ini meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, hingga bahan non hukum dengan menggunakan metode pengumpulan bahan hukum dan analisa bahan hukum sebagai langkah trakhir dalam penulisan skripsi ini. Tinjauan pustaka dalam skripsi ini membahas mengenai yang pertama adalah tentang perkawinan, yang terdiri dari pengertian perkawinan, syarat – syarat dan rukun perkawinan, asas – asas dalam perkawinan. Pembahasan kedua mengenai Tentang Akta yang terdiri dari pengertian Akta dan Macam-macam Akta. Pembahasan ketiga mengenai Pemalsuan, yang terdiri dariPengertian Pemalsuan, Perbuatan dan Akibat Pemalsuan. Pembahasan keempat mengenai Putusan , yang terdiri dari Pengertian Putusan dan Macam-macam putusan Hakim. Pembahasan dalam skripsi ini yang pertama adalah menjelaskan terkait dengan Perkawinan Poligami Tidak dapat di laksanakan dengan menggunakan akta cerai palsu, Meskipun Akta cerai palsu tidak di atur dalam Undang-undang Namun dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 ayat 2 Bahwa untuk mendapatkan izin dari pengadilan untuk melangsungkan perkawinan Poligami harus ada persetujuan dari pihak-pihak yang bersangkutan dan dalam pasal 5 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 ayat 1 menerangkan untuk melangsungkan perkawinan poligami harus ada Izin dari istri pertamanya. sesuai dengan Pasal 22 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 jo pasal 71 huruf (a) Kompilasi Hukum Islam yaitu seorang suami masih berstatus sebagai suami orang lain dan perkawinan yang kedua tidak memenuhi syarat-syarat melaksanakan poligami dapat dibatalkan. Oleh karena itu akta nikah pada perkawinan yang kedua antara Pemohon dan Termohon dinyatakan tidak berkekuatan hukum. Sehingga perkawinan Pemohon dan Termohon tidak sah. Akibat hukum yang timbul dari perkawinan Poligami bagi suami istri yaitu perkawinan tersebut menjadi putus sehingga hubungan suami istri di antara keduanya menjadi tidak sah karena Perkawinan Poligami antara Pemohon dengan Termhon tidak memiliki kekuatan Hukum dan menjadi tidak sah dan bagi para pihak yang dibatalkan perkawinannya statusnya kembali seperti keadaan semula sebelum terjadi perkawinan karena perkawinan tersebut dianggap tidak pernah ada.Majelis hakim dalam memutus perkara Putus a n Nomor 0280/Pdt.G/2014/PA.Yk. tentang Perkawinan Poligami Dengan Akta Cerai Palsu, menggunakan pertimbangan hukum akta cerai palsu dan pasal 9 undang – undang nomor 1 tahun 1974 jo pasal 40 huruf (a) Kompilasi Hukum Islam yaitu seorang Suami masih berstatus suami orang lain dan belum putus perkawinannya dengan Isteri sebelumnya. Kesimpilan Perkawinan Poligami Tidak dapat di laksanakan dengan menggunakan akta cerai palsu, Meskipun Akta cerai palsu tidak di atur dalam Undang-undang Namun dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 ayat 2 Bahwa untuk mendapatkan izin dari pengadilan untuk melangsungkan perkawinan Poligami harus ada persetujuan dari pihak-pihak yang bersangkutan dan dalam pasal 5 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 ayat 1 menerangkan untuk melangsungkan perkawinan poligami harus ada Izin dari istri pertamanya. sesuai dengan Pasal 22 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 jo pasal 71 huruf (a) Kompilasi Hukum Islam yaitu seorang suami masih berstatus sebagai suami orang lain dan perkawinan yang kedua tidak memenuhi syarat-syarat melaksanakan poligami dapat dibatalkan. Oleh karena itu akta nikah pada perkawinan yang kedua antara Pemohon dan Termohon dinyatakan tidak berkekuatan hukum. Sehingga perkawinan Pemohon dan Termohon tidak sah. Akibat hukum yang timbul dari perkawinan Poligami bagi suami istri yaitu perkawinan tersebut menjadi putus sehingga hubungan suami istri di antara keduanya menjadi tidak sah karena Perkawinan Poligami antara Pemohon dengan Termhon tidak memiliki kekuatan Hukum dan menjadi tidak sah dan bagi para pihak yang dibatalkan perkawinannya statusnya kembali seperti keadaan semula sebelum terjadi perkawinan karena perkawinan tersebut dianggap tidak pernah ada.Majelis hakim dalam memutus perkara Putus a n Nomor 0280/Pdt.G/2014/PA.Yk. tentang Perkawinan Poligami Dengan Akta Cerai Palsu, menggunakan pertimbangan hukum akta cerai palsu dan pasal 9 undang – undang nomor 1 tahun 1974 jo pasal 40 huruf (a) Kompilasi Hukum Islam yaitu seorang Suami masih berstatus suami orang lain dan belum putus perkawinannya dengan Isteri sebelumnya. Saran :Kepada para calon mempelai yang akan melangsungkan perkawinan, harus benar-benar telah terpenuhi syarat-syarat dan rukunnya. Apabila terdapat kekurangan dalam syarat dan rukunnya, maka sebaiknya dilakukan penundaan hingga terpenuhi semua syarat dan rukun nikah, bukan memaksakan diri untuk tetap menikah tetapi akhirnya dibatalkan. Namun jika kekurangan itu memang tidak dapat dipenuhi atau karena memang terdapat larangan untuk menikah maka pernikahan seyogyanya tidak dilaksanakan, serta berusaha mengikuti peraturan perundang - undangan yang berlaku, sehingga kejadian seperti ini tidak akan terulang kembali. Kepada Kantor Urusan Agama (KUA) yang menangani secara langsung sebelum terjadinya suatu perkawinan untuk lebih jeli dan selektif dalam menangani surat – surat sebagai syarat kelengkapan bagi seorang suami dan istri untuk melangsungkan perkawinan, serta selalu melakukan verifikasi ke Pengadilan Agama.Tugas Pengadilan Agama adalah menerima, memeriksa, dan mengadili perkara yang diajukan padanya. Dalam pemeriksaan suatu perkara dibutuhkan alat-alat bukti yang dijadikan bahan pertimbangan oleh hakim untuk memutus suatu perkara serta dasar hukum yang dipakai oleh Hakim di Pengadilan Agama dalam memutus suatu perkara juga harus sesuai dengan perundang-undangan dan hukum Islam. Oleh karena itu, untuk melaksanakan suatu perkawinan sebelum akad terjadi, terlebih dahulu diadakan pemeriksaan terhadap syarat dan rukun perkawinan, baik yang ditentukan oleh agama maupun undang-undang perkawinan. Kalau ternyata syarat dan rukun perkawinan tersebut belum lengkap atau diketahui ada penghalang perkawinan, maka pelaksanaan perkawinan wajib dicegah, bahkan apabila perkawinan tersebut sudah terlaksana dapat diajukan pembatalan. Sehubungan dengan hal tersebut, Poligami yang dilakukan tanpa adanya izin dari pihak istri pertama dan Pengadilan Agama, maka perkawinan tersebut dapat dinyatakan batal. Pembatalan perkawinan tentu saja akan menimbulkan akibat hukum, baik terhadap hubungan hukum antara suami dan istri yang dibatalkan perkawinannya, keturunan, serta harta bersama mereka.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.relation.ispartofseries140710101046;
dc.subjectAkta Cerai Palsuen_US
dc.subjectPerkawinan Poligamien_US
dc.titlePerkawinan Poligami Dengan Akta Cerai Palsu (Studi kasus Putusan Nomor: 0280/Pdt.G/2014/PA.Yk.)en_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record