dc.description.abstract | Sengketa waris seharusnya diuatamakan proses penyelesaian secara
musyawarah antar anggota keluarga yang bersengketa atau melibatkan orang ketiga
sebagai penengah sehingga tidak terjadi perpecahan dalam keluarga. Demikian bila
terjadi sengketa yang sudah terlanjur berperkara di pengadilan, pada dasarnya
hakim dapat menyarankan adanya upaya perdamaian para pihak tersebut. Demikian
halnya dengan Putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo Nomor 2776/PDT.G/2015/
PA.Sda terkait masalah sengketa waris dalam perkara pembagian waris. Rumusan
masalah yang akan dibahas adalah : (1) Dasar dibuatnya akta perdamaian dalam
sengketa waris dalam Putusan Pengadilan Agama Sidoarjo Nomor 2776/Pdt.G/
2015/PA.Sda sudah sesuai dengan hukum Islam yang berlaku di Indonesi dan (2)
akta perdamaian dalam sengketa apakah mempunyai kekuatan hukum mengikat
bagi para pihak yang membuatnya. Tujuan umum penulisan ini adalah : untuk
memenuhi syarat-syarat dan tugas guna mencapai gelar Sarjana Hukum pada
Fakultas Hukum Universitas Jember, menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam
bidang hukum khususnya hukum lingkup hukum perdata. Metode penelitian dalam
penulisan skripsi ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif, dengan
pendekatan konseptual dan studi kasus. Bahan hukum terdiri dari bahan hukum
primer, sekunder dan bahan non hukum. Analisa bahan penelitian dalam skripsi ini
menggunakan analisis normatif kualitatif.
Dalam tinjauan pustaka menguraikan tentang hukum waris Islam yang
meliputi pengertian hukum waris Islam dan pengertian ahli waris serta
penggolongan ahli waris. Selanjutnya diuraikan juga tentang sengketa waris dan
penyelesaiannya meliputi pengertian sengketa waris dan kewenangan Pengadilan
Agama dalam sengketa waris. Lebih lanjut diuraikan juga tentang putusan
pengadilan yang meliputi pengertian putusan pengadilan, dasar hukum putusan
pengadilan dan macam-macam putusan.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa, Pertama
Pertimbangan hukum (ratio decidendi) hakim dalam menolak gugatan penggugat
Dasar dibuatnya akta perdamaian dalam sengketa waris dalam Putusan Pengadilan
Agama Sidoarjo Nomor 2776/Pdt.G/2015/PA.Sda pada dasarnya telah terjadi
sengketa waris Penggugat I dan II melawan Tergugat I dan Tergugat II menyangkut
tanah warisan yang belum dibagi waris. Penyelesaian sengketa waris tersebut
berhasil diselesaikan melalui musyawarah oleh Para Penggugat dan Para Tergugat
yang kemudian dalam akta perdamaian. Untuk memperoleh kekuatan hukum, akta
perdamaian tersebut dimohonkan penetapan ke Pengadilan Agama Sidoarjo untuk
memperoleh kekuatan hukum yang kuat dan tetap. Kedua, Kekuatan hukum akta
perdamaian dalam sengketa bagi para pihak yang membuatnya bahwa dapat
disamakan dengan putusan yang berkekuatan hukum tetap. Menurut Pasal 130 ayat
(2) HIR, akta perdamaian memiliki kekuatan sama seperti putusan yang telah
berkekuatan hukum tetap dan terhadapnya tidak dapat diajukan banding maupun
kasasi. Akta perdamaian juga mempunyai kekuatan eksekutorial, Karena telah
berkekuatan hukum tetap, akta perdamaian tersebut langsung memiliki kekuatan
eksekutorial. Saat putusan tersebut tidak dilaksanakan, maka dapat dimintakan
eksekusi kepada pengadilan. Putusan akta perdamaian tidak dapat disbanding,
karena berkekuatan hukum tetap dan dapat dieksekusi, maka terhadap akta
perdamaian tidak dapat diajukan banding maupun kasasi.
Bertitik tolak kepada permasalahan yang ada dan dikaitkan dengan
kesimpulan di atas, dapat saya berikan beberapa saran, bahwa Bagi masyarakat,
hendaknya jika terjadi perselisihan atau sengketa waris dalam keluarga dapat
diselesaikan dengan musyawarah untuk mufakat bagi kepentingan bersama.
Dengan penyelesaian secara musyawarah diharapkan ikatan kekeluargaan dan
persaudaraan dalam keluarga tidak terpecah belah dengan adanya sengketa waris
sehingga kerukunan dan kebersamaan dapat tetap terjaga dengan baik. Bagi praktisi
hukum dan pihak terkait hendaknya dapat membantu upaya penyelesaian sengketa
waris di luar pengadilan. Apabila terjadi perbedaan pendapat atau permasalahan
menyangkut waris dalam keluarga maka dapat diselesaikan secara musyawarah
dengan meminta pendapat kepada notaris/PPAT, kepala desa, ulama atau pihak lain
yang terkait untuk dapat dimintakan saran-saran sesuai dengan aturan-aturan atau
hukum. Jika masih juga terdapat perdebatan maka langkah terakhir adalah
mengajukan ke pengadilan. | en_US |