Show simple item record

dc.contributor.advisorTanuwijaya, Fanny
dc.contributor.advisorHalif
dc.contributor.authorPuspitasari, Novia
dc.date.accessioned2018-11-19T02:28:57Z
dc.date.available2018-11-19T02:28:57Z
dc.date.issued2018-11-19
dc.identifier.nim140710101224
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/88155
dc.description.abstractAnak adalah mereka yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk mereka yang masih berada dalam kandungan. Pada dasarnya, anak tergolong dalam kelompok rentan sehingga perlindungan terhadap anak dibutuhkan dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya, salah satunya perlindungan dari praktek perkawinan di bawah umur. Perkawinan di bawah umur yang dinilai sebagai praktek tradisional yang membahayakan (the harmful traditional practice) serta melanggar hak-hak anak ternyata menempatkan Indonesia pada peringkat ke-7 di dunia dan peringkat ke-2 di Asia Tenggara. Ironisnya, perkawinan di bawah umur dipermudah dengan adanya pengaturan dispensasi nikah yang dimintakan oleh orang tua sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (2) UU Perkawinan. Sementara di sisi lain, orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab dalam mencegah perkawinan di bawah umur sebagaimana amanat Pasal 26 ayat (1c) UU Perlindungan Anak. Berdasarkan uraian di atas, penulis membahas 2 (dua) permasalahan, yaitu pertama, pertentangan antara Pasal 7 ayat (2) UU Perkawinan dengan Pasal 26 ayat (1c) UU Perlindungan Anak dalam upaya perlindungan anak dan kedua, kebijakan hukum pidana dalam memberikan perlindungan anak dari perkawinan di bawah umur dalam perspektif UU Perlindungan Anak. Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui pertentangan antara Pasal 7 ayat (2) UU Perkawinan dengan Pasal 26 ayat (1) huruf c UU Perlindungan Anak dalam upaya perlindungan anak dan untuk mengetahui kebijakan hukum pidana dalam memberikan perlindungan anak dari perkawinan di bawah umur dalam perspektif UU Perlindungan Anak. Metode penelitian yang digunakan penulis yaitu yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan yang terkait dengan permasalahan yang akan dibahas dan bahan hukum sekunder yang diperoleh dari semua publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, dan jurnal-jurnal hukum. Berdasarkan penelitian tersebut, penulis mendapatkan kesimpulan bahwa Pasal 7 ayat (2) UU Perkawinan yang mengatur terkait dispensasi nikah bertentangan dengan Pasal 26 ayat (1c) UU Perlindungan Anak yang mengatur terkait kewajiban dan tanggung jawab orang tua untuk mencegah perkawinan di bawah umur. Dalam dispensasi nikah orang tua dapat mengajukan permohonan agar perkawinan anak dapat dilakukan. Sementara dalam UU Perlindungan Anak orang tua berkewajiban mencegah perkawinan di bawah umur karena perkawinan di bawah umur merupakan praktek tradisional yang berbahaya dan melanggar hakhak anak. Perlindungan anak terhadap perkawinan di bawah umur dalam UU Perlindungan Anak saat ini belum diatur secara tegas dan komperehensif. Di samping itu, upaya kriminalisasi perkawinan di bawah umur tidak dilakukan karena belum memenuhi kriteria, karakteristik, dan prinsip hukum pidana sebagai sarana penanggulangan kejahatan.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.subjectPerkawinan di Bawah Umuren_US
dc.subjectPerlindungan Anaken_US
dc.titleKebijakan Hukum Pidana Terhadap Perlindungan Anak Dari Perkawinan Di Bawah Umur Perspektif Undangundang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anaken_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record