dc.description.abstract | Kesimpulan dari penelitian skripsi ini yang pertama menjelaskan bahwa
salah satu tujuan pengelolaan pertambangan mineral dan batubara harus secara
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Tanggung jawab hukum pemegang
IUP dan IUPK dalam pengelolaan sisa tambang hanya terdapat di dalam Pasal 96
huruf e UU Minerba bahwa mewajibkan pemegang IUP dan IUPK dalam
melaksanakan kaidah pertambangan yang baik, salah satunya merupakan
pengelolaan sisa tambang yang harus memperhatikan standar baku mutu
lingkungan sebelum dilepaskan ke media lingkungan. Pemenuhan baku mutu
lingkungan didasarkan pada karakteristik daerah, jadi setiap pemegang IUP dan
IUPK wajib menaati perda baku mutu lingkungan sesuai daerah pelaksanaan
usaha pertambangan masing-masing. Apabila melanggar ketentuan kewajiban dari
pasal tersebut akan mendapatkan sanksi administratif berupa peringatan,
penghentian sementara, dan/atau pencabutan izin. Meskipun kewajiban dan sanksi
tentang pengelolaan sisa tambang telah diatur menurut penulis hal tersebut tidak
cukup karena pengaturan tentang teknis pertambangan belum ada sebagai aturan
pelaksananya. Sehingga usaha pertambangan yang diharapkan berwawasan
lingkungan masih memiliki potensi untuk merusak lingkungan dikarenakan tidak
memiliki kepastian hukum dalam pengaturan teknis pengelolaan sisa tambang.
Terdapat UU PPLH sebagai aturan perlindungan terhadap lingkungan dari
kegiatan yang dapat berpotensi mencemari lingkungan termasuk usaha
pertambangan. Ada 5 instrumen yang terdapat dalam UU PPLH untuk dijadikan
acuan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yakni pengendalian,
pencegahan, penanggulangan, pemulihan, dan penegakan hukum. Tanggung
jawab sosial perusahaan atau biasa disebut corporate social responbility (CSR)
yang terdapat UU Minerba juga dapat menjadi pedoman bagi pemegang IUP dan
IUPK agar lebih memperhatikan dampak kegiatannya terhadap lingkungan hidup
sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan. Hal ini dilakukan dengan
melaksanakan prinsip-prinsip CSR yang ada di UU Minerba antara lain prinsip
standarisasi, keterbukaan, pencegahan perusakan lingkungan, ramah lingkungan,
dan taat hukum. Pembinaan dan pengawasan terhadap pengelolaan sisa tambang
secara implisit terdapat dalam Pasal 139 sampai Pasal 144 UU Minerba.
Penyelenggaraan pembinaan dan pengawasan dilakukan tidak hanya oleh
pemerintah pusat, tetapi juga pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.
Terdapat 4 jenis pembinaan yaitu pemberian pedoman dan standar, pemberian
bimbingan supervisi dan konsutasi, pendidikan dan pelatihan, serta yang terakhir
perencanaan penelitian pengembangan pemantuan dan evaluasi. Sedangkan dalam
metode pengawasan mempunyai dua jenis yaitu pemeriksaan berkala atau
sewaktu-waktu dan verifikasi dan evaluasi terhadap laporan pemegang IUP dan
IUPK. | en_US |