dc.description.abstract | Tindak pidana dapat dilakukan oleh setiap orang tanpa memandang latar
belakang orang tersebut. Tindak pidana dapat juga dilakukan oleh aparatur Negara.
Indonesia memiliki aparatur Negara diantaranya yaitu Hakim, Jaksa, Advokat,
Kepolisian Republik Indonesia (POLRI), dan Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Berdasarkan Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan
POLRI, maka tugas dan wewenangnya berbeda. Tindak pidana yang dilakukan oleh
POLRI penyelesaiannya tetap di Peradilan Umum sedangkan tindak pidana yang
dilakukan oleh TNI penyelesaiannya dilakukan di Pengadilan Militer. Hukum militer
merupakan hukum yang berlaku khusus bagi anggota militer. Hukum militer
mengatur mengenai anggota militer yang melakukan pelanggaran. Pelanggaran dalam
lingkungan militer ada 3 yaitu pelanggaran disiplin murni, pelanggaran disiplin tidak
murni dan pelanggaran hukum pidana. Penyelesaian pelanggaran disiplin murni dan
pelanggaran disiplin tidak murni diselesaikan melalui hukum disiplin prajurit
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 1997 tentang Hukum
Displin Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, sedangkan penyelesaian
pelanggaran hukum pidana diselesaikan melalui Pengadilan Militer sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
Sanksi terhadap anggota militer sebagaimana disebutkan dalam pasal 6 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM) ada 2 yaitu Pidana Utama dan
Pidana Tambahan.
Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ada dua yaitu pertama terkait dengan
akibat hukum apabila bawahan tidak melaksanakan perintah di luar kedinasan jika
dikaitkan dengan sumpah prajurit, kedua terkait dengan kesesuaian pertimbangan
hakim terhadap Terdakwa 2 dalam putusan nomor 161-K/PM.III-12/AL/VII/2012
dengan KUHPM.
Atasan dalam lingkungan militer memiliki kewenangan untuk memberikan
perintah kepada bawahannya, sedangkan bawahan harus patuh dan menjalankan
xiii
perintah yang diberikan hal ini merupakan wujud dari sumpah prajurit angka 3 yaitu
bahwa saya akan taat kepada atasan dengan tidak membantah perintah atau putusan.
Perintah yang diberikan oleh atasan harus memiliki unsur kepentingan dinas.
Saknsi bagi anggota militer yang menolak melakukan perintah dinas diatur dalam
Pasal 103 KUHPM, sedangkan sanksi terhadap bawahan yang melaksanakan perintah
di luar kedinasan tidak diatur secara jelas dalam Kitab Undang-Undang Pidana
Militer (KUHPM) hanya sanksi bawahan yang menolak perintah kedinasan saja yang
diatur dalam KUHPM.
Hakim militer memiliki kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan memutus
perkara pidana yang dilakukan oleh anggota militer. Hakim militer dalam hal
menjatuhkan pidana harus mempertimbangkan hal-hal yang terkait dengan perbuatan
yang dilakukan oleh Terdakwa. Hakim militer dapat menjatuhkan 2 pidana
sebagaimana telah diatur oleh undang-undang yaitu pidana utama dan pidana
tambahan.
Kesimpulan dari akibat hukum terhadap bawahan yang melaksanakan perintah
di luar kedinasan tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer
(KUHPM) maupun peraturan perundang-undangan hukum disiplin prajurit,
sedangkan pertimbangan Majelis Hakim terhadap Terdakwa 2 sudah sesuai dengan
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM). Saran terhadap
permasalahan yang dibahas yaitu pertama Seorang atasan dalam linkungan militer
harus memperhatikan isi dari perintah yang akan diberikan kepada bawahannya
kedua Majelis Hakim harus mempertimbangkan unsur kesalahan Terdakwa dalam
menjatuhkan pidana tambahan meskipun pidana tambahan bersifat fakultatif dan
harus lebih tegas, adil dan bijaksana tanpa adanya intervensi dari manapun. | en_US |