dc.description.abstract | Perdagangan bebas menjadi isu yang semakin menguat dalam pergaulan
global saat ini. Adanya peluang dan potensi yang ada dalam perdagangan bebas,
nyatanya tidak mampu dimanfaatkan secara optimal oleh negara berkembang dan
terbelakang sehingga mengakibatkan ketimpangan kesejahteraan dengan negara
maju. Persoalan kesejahteraan negara berkembang dan terbelakang kemudian
muncul dalam negosiasi WTO yang pada akhirnya menghasilkan suatu ketentuan
yang bernama Special and Differential Treament. Dimuatnya ketentuan Special
and Differential Treament dimaksudkan untuk memfasilitasi pengintegrasian
negara-negara berkembang dan terbelakang ke dalam sistem perdagangan
multilateral dan membantu mereka dalam mengatasi rintangan-rintangan dalam
penerapan persetujuan-persetujuan WTO. Terdapat 145 ketentuan Special and
Differential Treament yang tersebar dalam berbagai perjanjian WTO, 107 di
antaranya diadopsi pada Putaran Uruguay, dan sebanyak 22 ketentuan secara
khusus diperuntukkan bagi negara terbelakang. Mengingat ketentuan-ketentuan
Special and Differential Treatment yang jumlahnya besar dan komprehensif,
sangat beralsan jika negara berkembang dan terbelakang mempunyai harapan
besar bahwa ketentun-ketentuan Special and Differential Treament akan
membantu mereka sebagaimana yang dijanjikan. Namun faktanya, seringkali
harapan ini tidak dapat terpenuhi.
Inefektifitas ketentuan Special and Differential Treament dalam membantu
negara-negara berkembang dan terbelakang tidak hanya diakibatkan oleh
kurangnya kemampuan mereka, tetapi juga pada tataran tertentu, diakibatkan oleh
ketentuan hukum itu sendiri yang terbukti kebanyakan tidak dapat diterapkan.
Indonesia, sebagai contoh, juga tidak dapat memanfaatkan ketentuan Special and
Differential Treament secara optimal saat tersandung sengketa Mobil Nasional
melawan Jepang di WTO. Sebagai negara berkembang, sepatutnya Indonesia
mendapatkan manfaat yang nyata dari ketentuan Special and Differential
Treament baik dari aspek subtantif maupun prosedural ketentuan tersebut. Namun
pada kenyataannya ketentuan-ketentuan Special and Differential Treatment yang
diharapkan mampu menjadi tameng bagi Indonesia, tidak dapat melindungi hakhak
Indonesia sebagai negara berkembang. Permasalahan yang dibahas dalam
penelitian ini adalah bagaimana perlindungan terhadap kepentingan ekonomi
negara berkembang melalui ketentuan Special and Differential Treatment dan
bagaimana penerapan ketentuan Special and Differential Treatment bagi
Indonesia dalam proses penyelesaian sengketa Mobil Nasional di WTO. Tujuan
dilakukannya penelitian ini secara khusus untuk mengetahui dan memahami
perlindungan terhadap kepentingan ekonomi negara berkembang melalui
ketentuan Special and Differential Treatment serta untuk mengetahui dan
memahami penerapan ketentuan Special and Differential Treatment bagi
Indonesia dalam proses penyelesaian sengketa Mobil Nasional di WTO.
Metode penelitian dalam skripsi ini menggunakan tipe penelitian yuridis
normatif, yakni penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah
bangunan sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas,
norma, kaidah dari peraturan perundangan, perjanjian serta doktrin (ajaran). Dengan demikian, penjelajahan ilmiahnya diarahkan kepada hukum tertentu atau
hukum positif. Tinjauan pustaka pada skripsi ini berisi tentang landasan teori yang
memperkuat penelitian yang diantaranya meliputi tinjauan umum mengenai
WTO, ketentuan Special and Differential Treatment dan negara berkembang.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa Pertama,
perlindungan terhadap kepentingan ekonomi negara berkembang melalui
ketentuan Special and Differential Treatment merujuk kepada keistimewaankeistimewaan
yang diberikan oleh WTO kepada negara berkembang dan tidak
diberikan kepada negara maju, dimana dimuatnya ketentuan-ketentuan Special
and Differential Treatment dalam perjanjian WTO dilatarbelakangi oleh kondisi
negara berkembang yang masih rentan baik dalam situasi perekonomian maupun
sosialnya sehingga seringkali tidak dapat mengambil manfaat penuh atas
perkembangan perdagangan global yang pesat. Kedua, Penerapan ketentuan
Special and Differential Treatment bagi Indonesia dalam proses penyelesaian
sengketa Mobil Nasional di WTO tidak efektif. Indonesia dituduh melanggar
kewajiban-kewajibannya di bawah ketentuan-ketentuan WTO. Ini artinya
fleksibilitas yang dijanjikan pada ketentuan Special and Differential Treatment
sebenarnya tidak ada. Karena jika ada, Indonesia sepatutnya diijinkan untuk
menjalankan program Mobil Nasional mengingat program tersebut merupakan
kepentingan pembangunan untuk memiliki industri permobilan.
Berdasarkan uraian di atas, penulis memberikan saran antara lain Pertama,
negara berkembang dituntut untuk memperbaiki kapasitas mereka dalam
menangani kasus-kasusnya dalam sistem WTO dan harus meningkatkan kualitas
dari sumber daya manusianya karena kurangnya sumber daya manusia yang
kompeten telah menjadi hambatan yang paling signifikan bagi terimplementasinya
ketentuan-ketentuan Special and Differential Treatment. Kedua, Negara maju
sepatutnya memberikan dukungan kepada negara berkembang, bukan malah
mempersulit dan menyudutkan posisi negara berkembang yang ingin
mengimplentasikan ketentua-ketentuan Special and Differential Treatment.
Ketiga, Pemerintah harus mengeluarkan suatu kebijakan terkait dengan pengadaan
pelatihan dan pendidikan baik formal maupun informal bagi para staf yang
berhubungan langsung dengan praktek-praktek dagang multilateral sebagai suatu
cara untuk membangun sumber daya manusia yang kompeten. Sudah saatnya
pemerintah tidak bersifat pasif menunggu tawaran bantuan teknis, tapi
mengajukan dan menciptakannya sendiri. Keempat, WTO harus memodifikasi
kembali ketentuan-ketentuan Special and Differential Treatment agar lebih
efisien, dalam artian tidak dibuat bersyarat atau persyaratan yang dibebankan
dibuat tidak terlalu membebani. | en_US |