dc.description.abstract | Anak merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijaga,
dirawat yang nantinya anak akan menjadi generasi penerus bangsa, oleh karena itu
hak-hak serta kehidupannya harus dilindungi oleh negara. Perlindungan yang
harus diberikan negara kepada anak adalah perlindungan hukum.Perlindungan
hukum yang dimaksud adalah pemberian jaminan atas keamanan, ketentraman,
kesejahteraan, dan kedamaian atas segala bahaya mengancam pihak yang
dilindungi yaitu anak. Salah satu bukti bahwa negara menjamin perlindungan
hukum bagi anak adalah dengan adanya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak (selanjutnya disebut Undang-Undang Perlindungan Anak).
Kejahatan terhadap anak yang sering terjadi adalah kejahatan kesusilaan yang
meliputi pencabulan, persetubuhan.Salah satu tindak pidana kesusilaan terhadap
anak terdapat dalam putusan Pengadilan no 655/pid.sus/2017/PN.Trg, dari
putusan tersebut maka penulis tertarik untuk menganalisa apakah pertimbangan
hakim yang menyatakan terdakwa terbukti melakukan perbuatan cabul dengan
korban sudah sesuai dengan perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa jika
dikaitkan dengan fakta yang terungkap dipersidangan. Selain itu penulis juga
tertarik untuk menganalisa apakah perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa
kepada korban dapat dipandang sebagai perbuatan berlanjut berdasarkan pasal 64
KUHP.
Tujuan dari penelitian yang dilakukan penulis ini adalah untuk mengetahui
maksud dari penelitian yang dilakukan peneliti.Tujuan penulisan skripsi ini yaitu
untuk menganalisis pertimbangan hakim dalam putusan nomor
655/Pid.Sus/2017/PN.Trg sudah sesuai dengan perbuatan terdakwa, dan untuk
menganalisis perbuatan terdakwa dalam putusan No. 655/Pid.Sus/2017/PN.Trg
dapat dikatakan sebagai perbuatan berlanjut.Untuk tipe penelitian yang digunakan
penulis dalam skripsi ini adalah tipe penelitian hukum (legal research).
Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan dan
pendekatan secara konseptual. Metode dalam pengumpulan bahan hukum penulis
menggunakan dua sumber bahan hukum, yang pertama yaitu sumber bahan
hukum primer yang sumber bahan hukum ini berasal dari peraturan perundangundangan,
dan yang kedua yaitu sumber bahan hukum sekunder yang sumber
bahan hukum ini berasal dari buku-buku hukum, jurnal hukum, teori ahli.
Kemudian melakukan analisa bahan hukum.
Hasil penelitian menyatakan bahwa pertimbangan hakim dalam putusan
nomor 65/Pid.Sus/2017/PN.Trg yang menyatakan terdakwa terbukti melakukan
pencabulan terhadap Putri Umaya Dewi (selanjutnya disebut PUD) kurang tepat,
sebab berdasarkan pendapat ahli, bahwa penetrasi sekecil apapun termasuk perbuatan persetubuhan hal itu terbukti ketika dilakukan visum, yang mana isi
visum tersebut berisikan bahwa terjadi perlukaan di vagina korban karena benda
tumpul perlukaan ini menandakan bahwa telah terjadi usaha terdakwa untuk
memasukan kelaminnya ke dalam vagina korban, dan dalam pembuktian di
persidangan semua mengarah bahwa perbuatan yang dilakukan terdakwa
merupakan berbuatan persetubuhan, dan dalam Pasal 488 RKUHP juga
disebutkan bahwa dapat dikatakan sebagai persetubuhan apabila alat kelamin lakilaki
masuk ke lubang anus wanita, dalam kasus tersebut memang terdakwa
terbukti memasukan kelaminnya ke dubur PUD. Selain memasukan ke dalam
vagina, terdakwa juga memasukan kelaminnya ke dalam dubur korban.
Kesimpulan dari masalah yang kedua yaitu pembuktian di persidangan, terdakwa
mengakui bahwa telah menyetubuhi PUD lebih dari sekali, lebih tepatnya 6 kali.
Bahwa menurut penulis, perbuatan terdakwa termasuk perbuatan berlanjut karena
perbuatan terdakwa hanya satu jenis tindak pidana. Serta semua syarat dari
perbuatan berlanjut telah terpenuhi yang pertama yaitu persetubuhan dilakukan
terdakwa terhadap korban dilandaskan oleh satu keputusan kehendak yaitu karena
nafsu dan keputusan kehendak ini yang menjadi motivasi atau pendorong
timbulnya niat untuk melakukan tindak pidana. Kedua yaitu terdakwa hanya
melakukan 1 jenis tindak pidana yaitu persetubuhan, tidak ada tindak pidana lain,
jika terdakwa melakukan tindak pidana lain selain persetubuhan, maka tidak dapat
dikatakan sebagai perbuatan berlanjut, akan tetapi sebagai perbarengan perbuatan.
Syarat terakhir yaitu jangka waktu perbuatan yang dilakukan terdakwa tidak
terlalu lama.
Saran dalam penulisan skripsi ini adalah seharusnya hakim lebih teliti
dalam pertimbangannya. Hakim harus benar- benar dapat membedakan yang
dimaksud dengan persetubuhan dan pencabulan jika dikaitkan dengan perbuatan
dari terdakwa. Hakim juga harus lebih teliti dan jeli dalam menganalisa perbuatan
terdakwa ini, apakah dilakukan sekali atau berkali kali. Jika tidak teliti akan
mengakibatkan kerugian dari pihak korban itu sendiri. | en_US |