Show simple item record

dc.contributor.authorMUHAMMAD BAHAUDIN MASRURI
dc.date.accessioned2013-12-13T00:47:20Z
dc.date.available2013-12-13T00:47:20Z
dc.date.issued2013-12-13
dc.identifier.nimNIM060710101205
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/8736
dc.description.abstractSalah satu substansi penting dari perubahan ketiga UUD 1945, adalah terbentuknya lembaga negara baru, yaitu Mahkamah Konstitusi sebagai bagian dari cabang kekuasaan kehakiman. Mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi terdapat dalam Pasal 24C ayat 1 dan 2 UUD NRI 1945 yang menyatakan, Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terkhir yang putusannya bersifat final untuk, menguji Undang-Undang terhadap UndangUndang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, memutus perselisihan hasil pemilihan umum, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan adanya pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar. Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus pembubaran partai politik, berpedoman pada Pasal 68 sampai Pasal 73 Undang Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Kemudian untuk lebih khususnya Mahkamah Konstitusi berpedoman pada Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 12/PMK/2008 tentang Prosedur Beracara dalam Pembubaran Partai Politik. Akan tetapi, ketentuan mengenai pembubaran partai politik tersebut masih menimbulkan berbagai persoalan, sehingga masih perlu untuk dikaji. Diantanya adalah, ketentuan mengenai dasar alasan pembubaran partai politik yang masih dirasa kurang jelas dan kedudukan hukum Presiden sebagai satu-satunya pemohon dalam pembubaran partai politik kepada Mahkamah Konstitusi. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka permasalahannya adalah sebagai berikut: Pertama, apakah dasar alasan pembubaran suatu partai politik menurut PMK Nomor 12/PMK/2008 sudah tepat. Kedua, Bagaimana analisis legal standing Presiden sebagai satu-satunya Pemohon dalam pembubaran partai politik kepada Mahkamah Konstitusi menurut PMK Nomor 12/PMK/ 2008. Tujuan khusus penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui, mengkaji dan menganalisa dasar alasan pembubaran partai poltik dan Presiden sebagai satusatunya pihak yang mempunyai legal standing untuk menjadi pemohon pembubaran partai politik kepada Mahkamah Konstitusi. Tipe penulisan dalam skripsi ini adalah yurisis normatif sedangkan pendekatan masalah yaitu dengan mengunakan Undang-Undang dan konseptual. Metode pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah sumber bahan hukum primer, sumber bahan hukum sekunder, dan bahan non-hukum serta analisa bahan hukum. Dasar alasan pembubaran partai politik yang terdapat dalam Pasal 2 huruf a dan b PMK Nomor 12/PMK/2008 dirasa kurang jelas, karena hanya menyatakan, partai politik dapat dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi, apabila ideologi, asas, tujuan, program, dan kegiatan partai politik bertentangan dengan UUD NRI 1945. Oleh karena itu, ketika Mahkamah Konstitusi beracara dalam memutus pembubaran partai politik selain Mahkamah Konstitusi berpedoman pada Undang Undang tentang Mahkamah Konstitusi, maka Mahkamah Konstitusi juga berpedoman pada sumber hukum formil, yang berkaitan dan masih berlaku, dalam hal ini Undang Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang perubahan atas Undang Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik. Maka, yang dimaksud dengan ideologi, asas, tujuan, program, dan kegiatan partai politik bertentangan dengan UUD NRI 1945 dalam PMK/12/2008, adalah ideologi, asas, tujuan, program, dan kegiatan partai politik yang diatur dalam Undang Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang perubahan atas Undang Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai politik. Secara konstitusional, memang wajar apabila Presiden diberikan kewenangan sebagai pemohon (legal standing) dalam pembubaran partai politik kepada Mahkamah Konstitusi, karena Presiden bertanggungjawab untuk menjalankan UUD NRI 1945 dan segala peraturan perundang-undangan yang berlaku. Serta wajib mengupayakan tegaknya UUD NRI 1945 dan segala peraturan perundang- undangan. Meskipun demikian, agar tetap terjaganya demokrasi, sebaiknya rakyat juga diberikan wewenang untuk menjadi pemohon dalam pembubaran partai politik kepada Mahkamah Konstitusi, karena masyarakat mempunyai hak untuk ikut mengawasi suatu partai politik. Artinya, jika keberadaan suatu partai politik tersebut telah dianggap bertentangan dengan UUD NRI 1945, dan menimbulkan ancaman atau kerugian bagi rakyat dan negara, maka masyarakat mempunyai hak untuk mengajukan permohonan pembubaran partai kepada Mahkamah Konstitusi. Saran penulis, Pertama, dasar alasan pembubaran partai politik di masa yang akan datang sebaiknya diatur lebih detail, berdasarkan tujuan utamanya yaitu semata-mata bertujuan untuk menjamin hak kebebasan berserikat, melindungi konstitusi, kedaulatan negara, serta keamanan nasional. Oleh karena itu, jika suatu partai politik bertentangan dengan UUD NRI 1945 harus dibubarkan. Sebaiknya, pengaturan mengenai larangan dan dasar alasan pembubaran partai politik, diatur dalam Undang Undang tentang Partai Politik. Sedangkan dalam Undang Undang tentang Mahkamah Konstitusi meliputi dasar alasan pembubaran, beracara, kualifikasi, dan unsur-unsur perbuatan partai politik, kemudian juga yang harus dipertegas adalah mengenai alat bukti dan prosedur pembuktiannya. Kedua, pemohon dalam pembubaran partai politik, selain Presiden maka masyarakat juga diberikan hak tersebut baik secara langsung ataupun melalui perwakilan rakyat di DPR. Wewenang sebagai pemohon dapat juga diberikan kepada anggota DPR, karena DPR tidak lain adalah perwakilan rakyat diparlemen. Ketiga, Setelah memangku Jabatan sebagai Presiden, maka Presiden seharusnya melepaskan tanggungawabnya dan tidak memegang jabatan dalam partai politik, dan harus diatur dalam peraturan perundang-undangan. Hal ini diperlukan supaya, Presiden dalam memimpin negara bisa berlaku adil.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries060710101205;
dc.subjectMAHKAMAH KONSTITUSI, PARTAI POLITIKen_US
dc.titleKAJIAN YURIDIS TENTANG PEMBUBARAN PARTAI POLITIK MENURUT PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR BERACARA DALAM PEMBUBARAN PARTAI POLITIKen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record