Peranan K.H. Abdul Wahab Chasbullah Dalam Partai Politik Nahdlatul Ulama Tahun 1952-1971
Abstract
KH. Abdul Wahab Chasbullah berperan besar dalam organisasi Nahdlatul
Ulama. Selain menjadi pelopor dalam berdirinya organisasi Nahdlatul Nahdlatul
Ulama, KH. Abdul Wahab Chasbullah tidak pernah absen dalam mengawal
perjalanan organisasi Nahdlatul Ulama dan memperjuangkannya di kancah
nasional. KH. Abdul Wahab Chasbullah tidak begitu dikenal jika dibandingkan
dengan tokoh-tokoh politik NU yang lain seperti Gus Dur maupun KH. Idham
Chalid. Padahal, tampilnya NU dalam panggung politik tidak terlepas dari peran
KH. Abdul Wahab Chasbullah. KH. Abdul Wahab Chasbullah merupakan tokoh
yang mempelopori NU menjadi partai politik tahun 1952. Akan tetapi, nama KH.
Abdul Wahab Chasbullah sebagai tokoh sentral yang meletakkan dasar-dasar
politik dalam Nahdlatul Ulama tidak banyak disebut dalam buku-buku sejarah
nasional.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengkaji latar belakang KH. Abdul
Wahab Chasbullah menjadikan Nahdatul Ulama sebagai partai politik tahun 1952;
(2) mengkaji usaha-usaha yang dilakukan KH. Abdul Wahab Chasbullah dalam
menjadikan Nahdlatul Ulama sebagai partai politik tahun 1952; (3) mengkaji
perjuangan KH. Abdul Wahab Chasbullah dalam partai politik Nahdlatul Ulama
tahun 1952-1971.
Penelitian ini menggunakan pendekatan ilmu politik. Pendekatan ini
digunakan sebagai cara pandang untuk melihat pengaruh sosio politik dalam
menentukan pengambilan keputusan seorang pelaku. Pendekatan ini diharapkan
dapat menguraikan bentuk-bentuk peranan KH. Abdul Wahab Chasbullah dalam
partai politik Nahdlatul Ulama tahun 1952-1971. Selain menggunakan
pendekatan, penelitian ini membutuhkan teori untuk memberikan jawaban dan
memperjelas dalam membahas permasalahan. Teori yang mendukung penelitian ini adalah role theory (teori peran). Teori ini digunakan untuk menganalisis
peranan KH. Abdul Wahab Chasbullah dalam partai Nahdlatul Ulama tahun
1952-1971. Sebagai pemimpin NU yang saat itu menjabat sebagai Rais Am atau
Pimpinan Tertinggi Nahdlatul Ulama, KH. Abdul Wahab Chasbullah
menggunakan statusnya tersebut untuk mengambil peran dalam menentukan
kebijakan-kebijakan maupun tindakan-tindakan dalam berpolitik. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah. Tahapan yang digunakan
dalam penelitian sejarah terdiri dari empat langkah, yaitu: (1) heuristik; (2) kritik;
(3) interpretasi dan; (4) historiografi. Sumber penelitian ini terdiri dari sumber
primer dan skunder. Peneliti juga mengumpulkan sumber primer berupa arsip atau
dokumen-dokumen yang berkaitan dengan peristiwa yang akan dikaji.
Berdasarkan rumusan masalah yang diteliti, maka penulis menemukan
jawaban melalui fakta-fakta yang ada bahwa ditemukan beberapa hal yang
menyebabkan K.H. Abdul Wahab Chasbullah menjadikan NU sebagai partai
politik. Selain adanya kesempatan yang dibuka oleh pemerintah kepada
masyarakat untuk membentuk sebuah partai politik, alasan yang paling utama
ialah kekecewaan K.H. Abdul Wahab Chasbullah ketika NU menjadi bagian dari
partai Masyumi. Masyumi memiliki struktur keanggotaan yang bersifat dualisme
sehingga hal tersebut menyebabkan ketidak-adilan dalam perbandingan suara
antar anggota Masyumi. K.H. Abdul Wahab Chasbullah sebagai pemimpin NU
merasa aspirasinya tidak diperhatikan dalam Masyumi. Apalagi peranannya
sebagai Ketua Majelis Syuro dalam Partai Masyumi mulai dibatasi. Ketika partai
Masyumi tidak bisa lagi memberikan jalan kepada NU untuk menyalurkan
aspirasinya, maka KH. Abdul Wahab Chasbullah segera mengondisikan
organisasi internal NU untuk menyusun strategi. Berbagai usaha dilakukan K.H.
Abdul Wahab Chasbullah dalam menjadikan NU partai politik. K.H. Abdul
Wahab Chasbullah benar-benar mengawal secara teknis proses penarikan diri NU
dari Masyumi. Hingga akhirnya NU secara resmi keluar dari Masyumi dan
mendirikan partai sendiri.