Show simple item record

dc.contributor.authorBOBSAID, NADIYAH
dc.date.accessioned2018-08-01T02:43:52Z
dc.date.available2018-08-01T02:43:52Z
dc.date.issued2018-08-01
dc.identifier.nim130710101223
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/86866
dc.description.abstractDalam prakteknya, pengadaan tanah untuk kepentingan umum sering Badan pengelola dana perkebunan yang selanjutnya disebut BPDP adalah badan yang diamanatkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2015 Tentang Penghimpunan Dana Perkebunan untuk bertanggung jawab dalam menghimpun pungutan dari dana perkebunan kelapa sawit yang selanjutnya disebut DP-KS, untuk selanjutnya di kelola untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan para pelaku usaha kelapa sawit. Dana yang dihimpun juga digunakan untuk penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati jenis biodisel. Hal ini tentu tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, yang mana seharusnya penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati jenis bio diesel dananya disediakan oleh pemerintah, bukan menggunakan hasil dari pungutan himpunan dana komoditas kelapa sawit. Hal ini membuktikan terjadinya pelanggaran asas lex superior derogat legi inferior, yang mana Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2015 Tentang Penghimpunan Dana Perkebunan dan turunanya yaitu Perpres Nomor 61 Tahun 2015 Tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit bertentangan dengan Undang-Undang Perkebunan yang hirarkinya lebih tinggi. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, peneliti tertarik untuk mengkaji adanya pungutan terhadap pelaku usaha khususnya pelaku usaha perkebunan kelapa sawit berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2015 berikut Perpres Nomor 61 Tahun 2015 yang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014. Rumusan masalah yang akan dibahas adalah : (1) Apakah pengaturan penghimpunan dana perkebunan kelapa sawit yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2015 tentang Penghimpunan Dana Perkebunan telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan ? dan (2) Apa dampak bagi pelaku usaha perkebunan kelapa sawit dengan adanya ketidaksesuaian pengaturan penghimpunan dana perkebunan kelapa sawit ? Tujuan umum penulisan ini adalah : untuk memenuhi syarat-syarat dan tugas guna mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jember, menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum khususnya hukum lingkup hukum perdata. Tujuan khusus dalam penulisan adalah untuk memahami dan mengetahui : (1) pengaturan penghimpunan dana perkebunan kelapa sawit yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2015 tentang Penghimpunan Dana Perkebunan telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan dan (2) dampak bagi pelaku usaha perkebunan kelapa sawit dengan adanya ketidaksesuaian pengaturan penghimpunan dana perkebunan kelapa sawit. Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif, artinya permasalahan yang diangkat, dibahas dan diuraikan dalam penelitian ini difokuskan dengan menerapkan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif. Pendekatan masalah menggunakan pendekatan undangundang, pendekatan konseptual dan studi kasus dengan bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan bahan non hukum. Analisa bahan penelitian dalam skripsi ini menggunakan analisis normatif kualitatif. Guna menarik kesimpulan dari hasil penelitian yang sudah terkumpul dipergunakan metode analisa bahan hukum deduktif. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa, Pertama Pengaturan penghimpunan dana perkebunan kelapa sawit yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2015 tentang Penghimpunan Dana Perkebunan tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan, karena seharusnya penyediaan dan pemanfaatan dana tersebut disediakan oleh pemerintah, bukan menggunakan hasil dari pungutan himpunan dana komoditas kelapa sawit. Kedua, Dampak bagi pelaku usaha perkebunan kelapa sawit dengan adanya ketidaksesuaian pengaturan penghimpunan dana perkebunan kelapa sawit, secara tidak langsung bagi pelaku usaha diwajibkan untuk membayar pungutan sebagai dana yang dihimpun oleh Badan Pengelola Dana Pungutan Perkebunan. Dampak tersebut pada prinsipnya akan menjadi beban bagi pelaku usaha perkebunan kelapa sawit yang akan berdampak pada harga jual hasil perkebunan kelapa sawit. Pada prinsipnya pungutan dana perkebunan (BUN) untuk tanaman kelapa sawit (CPO Supporting Fund/CSF) harus mempertimbangkan banyak aspek. Pengkajian aspek tersebut baik dari aspek dampak negatif dan positif, sehingga CSF harus dilakukan dengan matang. Saran yang dapat diberikan bahwa, Pertama Pemerintah diharapkan dapat melakukan kajian ulang tentang pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2015 dan Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Pemanfaatan Dana Kelapa Sawit khususnya terkait masalah pungutan terhadap pelaku usaha. Pungutan tersebut akan berimplikasi kepada petani kecil. Kedua Hendaknya ketentuan tentang dana pungutan bagi pelaku usaha perkebunan kelapa sawit jika memang mendesak diperlukan, perlu dilakukan revisi terhadap ketentuan Undang-Undang Nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan, karena tidak sejalan dengan peraturan pelaksananya. Pemberlakuan pungutan dana perkebunan ini pelaksanaannya perlu dilengkapi terutama terkait dengan : tata cara pembayaran, penyetoran, penetapan, penagihan, restitusi, keberatan dan banding; tata cara pengenaan sanksi, rekonsiliasi data dan pengaturan lebih lanjut lainnya.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.subjectPungutan Danaen_US
dc.subjectDana Perkebunanen_US
dc.subjectKomoditas Kelapa Sawiten_US
dc.subjectPeraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2015 Tentang Penghimpunan Dana Perkebunanen_US
dc.titlePUNGUTAN DANA PERKEBUNAN DARI KOMODITAS KELAPA SAWIT DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNANen_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record