dc.description.abstract | Kecamatan Puger memiliki produksi kerupuk tempe tertinggi di
Kabupaten Jember. Perkembangan kerupuk tempe di Kecamatan Puger berawal
dari usaha turun temurun sehingga muncul berbagai skala agroindustri kerupuk
tempe mulai dari skala menengah, skala kecil dan skala rumah tangga.
Agroindustri kerupuk tempe mengolah tepung tapioka, tepung terigu dan kedelai
menjadi kerupuk tempe. Pada kegiatan produksi kerupuk tempe di tiga skala
agroindustri tersebut memiliki beberapa kendala seperti teknologi yang digunakan
masih tradisional, tidak adanya laporan keuangan karena pembukuan yang
dilakukan masih sederhana, dan sebagian besar agroindustri belum memiliki ijin
usaha sehingga kurang mendapat dukungan pemerintah dalam pengembangan
usahanya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) sistem produksi; (2) harga
pokok produksi; (3) nilai tambah pada agroindustri kerupuk tempe di Kecamatan
Puger. Penelitian dilakukan pada enam agroindustri kerupuk tempe yang tebagi
menjadi tiga skala usaha yaitu skala menengah, skala kecil dan skala rumah
tangga. Metode penelitian adalah deskriptif dan analitis. Metode pengambilan
sampel adalah purposive sampling. Metode pengumpulan data yaitu kepustakaan,
observasi, wawancara dengan kuesioner dan dokumentasi.
Hasil analisis menunjukkan bahwa: (1) sistem produksi agroindustri
kerupuk tempe di Kecamatan Puger a) pengadaan bahan baku pada agroindustri
skala menengah memiliki permasalahan terbatasnya bahan baku tapioka “SG 8”
sedangkan pada agroindustri skala kecil dan rumah tangga permasalahan yang
terjadi harga bahan baku terigu dan kedelai yang diperoleh lebih mahal, b) proses
penjemuran merupakan bagian proses produksi yang memiliki resiko paling tinggi
terhadap kerusakan produk kerupuk tempe dan membutuhkan waktu paling lama dibandingkan proses lainnya, c) tipe produksi tergolong tipe terus menerus yaitu
urutan alat-alat produksi disesuaikan dengan proses produksinya, d) tata letak
pada masing-masing skala agroindustri belum sepenuhnya sesuai dengan konsep
lay out kerupuk pada umumnya, karena tidak adanya lantai jemur permanen dan
gudang penyimpanan kerupuk tempe yang memadai, e) output kerupuk tempe
pada masing-masing skala agroindustri belum sesuai dengan Standar Industri
Indonesia (SII) karena masih terdapat kandungan bahan yang tidak diijinkan. (2)
Harga pokok produksi pada agroindustri skala rumah tangga sebesar Rp 8.611,14
per kilogram kerupuk tempe merupakan nilai yang paling rendah dikarenakan
tidak adanya pengeluaran biaya untuk tenaga kerja angkut produk seperti yang
dibutuhkan oleh agroindustri skala menengah dan skala kecil. (3) nilai tambah
pengolahan tapioka, terigu dan kedelai menjadi kerupuk tempe tertinggi dimiliki
oleh agroindustri skala menengah sebesar Rp 1.706,93 per kilogram bahan baku
karena biaya penyusutan yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan agroindustri
skala kecil dan rumah tangga. | en_US |