dc.description.abstract | Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia menyatakan bahwa, “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai Pemerintahan Daerah, yang diatur dengan undang-undang”. Pasal 18 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia menyatakan bahwa Pemerintah Daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian sebagian kewenangan pemerintah pusat kepada daerah otonom, bukan berarti bahwa pemerintah daerah berdaulat. Sebab pengawasan dan kekuasaan tertinggi tetap berada di tangan pemerintah pusat, daerah semata-mata sebagai penyelenggaraan otonomi di daerah. Sumber-sumber Penerimaan Daerah menurut Pasal 5 Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah antara lain : (1) Pendapatan Asli Daerah; (2) Dana Perimbangan; (3) Lain-lain Pendapatan. Sedangkan Sumber Pendapatan Asli Daerah menurut pasal 6 Undang-Undang No 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah antara lain : (1) Pajak Daerah; (2) Retribusi Daerah; (3) Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan; dan (4) Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah. Dalam rangka pembiayaan pemerintahan daerah untuk melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan senantiasa diperlukan sumber penerimaan yang dapat diandalkan. Daerah otonom dituntut untuk dapat mendukung pembiayaan pengeluaran daerah. Dari berbagai alternatif sumber penerimaan yang dipungut oleh daerah, Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menetapkan pajak dan retribusi daerah menjadi salah satu sumber penerimaan yang berasal dari dalam daerah dan dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi masing-masing daerah.
Pemerintah daerah sebagai daerah otonom, berhak untuk melakukan pemungutan salah satunya adalah retribusi. Menurut Pasal 1 Angka 64 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, retribusi daerah adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Namun tidak semua jasa yang diberikan oleh pemerintah daerah dapat dipungut retribusinya, tetapi hanya jenis-jenis jasa tertentu yang diberikan oleh pemerintah daerah dapat dipungut retribusinya sesuai dengan pertimbangan sosial-ekonomi layak dijadikan objek retribusi.2 Kabupaten Banyuwangi mengembangkan sektor pariwisata dalam mengoptimalkan pendapatan daerah dari sektor retribusi. Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi Nomor 13 Tahun 2011, tidak dijelaskan secara khusus tentang mekanisme pengelolaan keuangan retribusi wisata di Kabupaten Banyuwangi yang saat ini wewenang untuk memungut serta mengelola dana retribusi daerah tidak lagi terpusat pada Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Banyuwangi melainkan wewenang tersebut dilimpahkan kepada OPD (Organisasi Perangkat Daerah) serta dampak dari pengelolaan keuangan retribusi wisata terhadap Pendapatan Asli Daerah.
Tipe penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif sedangkan pendekatan masalah yaitu menggunakan Undang-Undang dan konseptual. Metode pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah sumber bahan hukum primer, sumber bahan hukum sekunder, dan bahan non hukum serta analisa bahan hukum. Pada bab pembahasan akan membahas mengenai 2 (dua) hal yang terdapat dalam rumusan masalah. Penelitian skripsi ini dilakukan di Dinas Kebudayan dan Pariwisata Kabupaten Bayuwangi serta Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Banyuwangi.
Hasil dari penelitian skripsi yang penulis lakukan adalah, Daerah berwenang untuk mengelola keuangan daerahnya sendiri, sesuai dengan Pasal 280 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Berdasarkan Pasal 2 Huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah yang berbunyi, “hak daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah serta melakukan pinjaman”, dalam pasal tersebut dijelaskan pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk melakukan pungutan pajak daerah dan retribusi daerah dalam upaya meningkatkan pendapatan daerah. Dalam pengelolaan keuangan retribusi wisata terdapat 5 (lima) mekanisme pengelolaan antara lain: (1) perencanaan; (2) pelaksanaan; (3) pengelolaan; (4) pertanggung jawaban dan; (5) pengawasan yang dalam pelaksanaanya telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dengan mekanisme pengelolaan keuangan retribusi wisata yang sistematis dan terstruktur maka akan berdampak positif terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Banyuwangi meningkat setiap tahunnya, terbukti dengan meningkatnya pendapatan asli daerah selama 5 tahun terakhir. Pada tahun 2013, jumlah pendapatan asli daerah sebesar 183,24 milyar; tahun 2014 pendapatan asli daerah sebesar 283,49 milyar; tahun 2015 pendapatan asli daerah sebesar 346,99 milyar; tahun 2016 pendapatan asli daerah sebesar 367,80 milyar; dan tahun 2017 pendapatan asli daerah sebesar 388, 960 milyar. Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor strategis yang dikembangkan oleh daerah Kabupaten Banyuwangi guna meningkatkan perekonomian daerah, pengembangan wilayah serta pemberdayaan masyarakat. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi mendukung pengembangan kawasan objek wisata, serta pengembangan potensi perekonomian daerah dari sektor pariwisata salah satunya pemungutan retribusi wisata terhadap objek wisata yang ada di Kabupaten Banyuwangi. Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) juga dipengaruhi oleh kunjungan wisatawan sehingga meningkatnya pendapatan daerah sektor retribusi pariwisata tergantung berapa banyak wisatawan yang mengunjungi objek wisata. Dengan potensi pariwisata yang dimiliki Kabupaten Banyuwangi menjadikan sektor pariwisata sebagai salah satu upaya Pemerintah Daerah dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan mengembangkan wilayah objek wisata secara optimal, serta mengikutsertakan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan wilayah objek wisata sebagai upaya pemberdayaan masyarakat agar wilayah sekitar objek wisata dapat maju dan berkembang. | en_US |