dc.description.abstract | Kemiskinan merupakan masalah sosial yang senantiasa hadir di tengah masyarakat di negara berkembang. Di Indonesia, masalah kemiskinan merupakan masalah sosial yang senantiasa relevan untuk dikaji secara terus menerus. Meskipun masalah kemiskinan merupakan masalah klasik, namun dalam kenyataannya presentase kemiskinan di Indonesia masih tergolong tinggi. Berdasarkan data BPS tahun 2016, pada periode Maret 2016–September 2016, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan mengalami kenaikan sebesar 0,15 juta sebaliknya daerah perdesaan mengalami penurunan sebesar 0,39 juta orang. Sebagian besar penduduk miskin tinggal di daerah perdesaan. Pada September 2016, penduduk miskin yang tinggal di daerah perdesaan sebesar 62,24 persen dari seluruh penduduk miskin, sementara pada Maret 2016 sebesar 63,08 persen
Berdasarkan laporan Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia yang dikeluarkan oleh BPS tahun 2016 menunjukkan dari sembilan mata pencaharian utama, angkatan kerja di Indonesia masih didominasi oleh pertanian. Selama ini, petani sering diidentikkan dengan kemiskinan. Terciptanya kondisi kemiskinan petani di wilayah perdesaan, salah satunya disebabkan karena faktor sulitnya penyediaan modal. Bahkan, keterbatasan akses terhadap modal (kredit) diidentifikasi sebagai salah satu faktor penyebab kemiskinan, yang akhirnya aktivitas usaha agribisnis menjadi sulit berkembang dan memperoleh peningkatan laba. (Hermawan, 2015).
Pada tahun 2008, Pemerintah melalui Kementerian Pertanian melaksanakan program Penembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah,meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, pengurus gapoktan, penyuluh dan penyelia mitratani, memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis, dan meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses kepermodalan. Selain itu, program PUAP juga merupakan salah satu program pemberdayaan masyarakat dan merupakan bagian dari pelaksanaan program PNPM Mandiri yang melakukan penyaluran bantuan modal usaha dalam upaya menumbuhkembangkan usaha agribisnis sesuai dengan potensi pertanian desa sasaran, yang diwujudkan dengan penerapan pola bentuk fasilitas bantuan penguatan modal usaha untuk petani, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani.
Pelaksanaan program PUAP di Kabupaten Jember dimulai pada tahun 2008 dan berakhir pada tahun 2015. Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Kabupaten Jember, sejak tahun 2008 sampai dengan tahun 2015, telah memberikan dana PUAP sebesar Rp.20,7 Miliar yang diberikan masing-masing Rp 100 juta kepada 207 Gapoktan yang tersebar di seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Jember. Salah satu Gapoktan yang menonjol sebagai penerima program PUAP adalah Gapoktan Usaha Jaya yang berada di Desa Sidomulyo, Kecamatan Silo. Berdasarkan laporan Dinas Pertanian Kabupaten Jember tahun 2014, modal yang dimiliki oleh Gapoktan Usaha Jaya mencapai 800 juta lebih dan merupakan nilai modal tertinggi dibandingakn Gapoktan penerima PUAP di seluruh Kecamatan di Kabupaten Jember
Sebagai salah satu program pemberdayaan masyarakat, penerima program PUAP mendapatkan pendampingan oleh PPL yang ditunjuk oleh Dinas Pertanian dan juga mendapat pelatihan-pelatihan berkaitan dengan pertanian. Berkaitan dengan upaya pemberdayaan masyarakat, Sumadyo (2001) menawarkan tiga upaya pokok dalam setiap pemberdayaan masyarakat, yang disebutnya sebagai Tri Bina, yaitu: Bina Manusia, Bina Usaha, dan Bina lingkungan.
Hasil penelitian yang dilakukan secara kuantitatif pada Gapoktan Usaha Jaya dengan menggunakan aspek bina manusia dengan variabel sikap kewirausahaan, sikap profesionalisme, sikap kemandirian, posisi tawar menawar, dan variabel bina usaha menunjukkan sebagian besar responden menganggap program PUAP berdampak pada variabel-variabel tersebut. Pada variabel sikap kewirausahaan, pendampingan program PUAP dianggap berdampak pada kemampuan petani dalam menentukan komoditas, keberanian mengambil resiko, dan berupaya melakukan perbaikan pada hasil pertanian.
Pada variabel sikap profesionalisme, program PUAP dianggap berdampak pada sikap kebanggan petani terhadap profesinya, menjaga etika dalam menajalankan profesinya, dan timbulnya keinginan untuk mengkuti pelatihan-pelatihan terkait dengan pertanian. Pada variabel kemandirian, program PUAP dianggap berdampak pada kemandirian petani dalam memilih jenis komoditas yang akan ditanam, jenis pupuk, dan juga menentukan jumlah uang yang akan dipinjam secara mandiri. Pada variabel posisi tawar menawar, program PUAP dianggap berdampak pada kerjasama antar Gapoktan dengan berbagai institusi seperti institusi perbankan, institusi pendidikan, dan institusi pemerintahan. Pada variabel bina usaha, program PUAP dianggap berdampak pada pemahaman petani terkait dengan pemilihan komoditas usaha yang didasarkan pada kondisi pasar dan kondis lingkungan, selain itu program PUAP juga dianggap berdampak pada sikap petani untuk berusaha menginvestasikan sebagian hasil pertanian. | en_US |