dc.description.abstract | Tujuan skripsi adalah untuk menganalisis kesesuaian pemidanaan yang
tidak menerapkan aturan di bawah minimum khusus putusan nomor
525/Pid.Sus/2013/PN.Psp dikaitkan dengan tujuan pemidanaan dalam undangundang
perlindungan anak. Untuk menganalisis kesesuaian putusan pemidanaan
nomor 525/Pid.Sus/2013/Pn.Psp dikaitkan dengan ketentuan mengenai hal-hal
yang harus dimuat dalam putusan pemidanaan yang diatur dalam Pasal 197 Ayat
(1) KUHAP. Manfaat yang ingin dicapai oleh penulis dalam penulisan skripsi ini
adalah dapat berfungsi sebagai referensi dan menjadi wacana pengembangan
ilmu hukum, serta dapat memberikan sumbangsih pemikiran dan bahan masukan
bagi aparat penegak hukum dalam upaya penyelesaian terhadap kasus khususnya
berkaitan dengan tindak pidana persetubuhan terhadap anak.
Untuk menjawab isu hukum yang timbul, penulis menggunakan metode
penulisan dalam skripsi ini secara yuridis normatif. Pendekatan masalah
menggunakan pendekatan undang – undang (statute approach) dan pendekatan
konseptual (conceptual approach) serta menggunakan bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder yang sesuai dengan tema skripsi ini.
Kesimpulan penelitian yang diperoleh dari permasalahan pertama Putusan
pemidanaan di bawah minimum khusus yang dijatuhkan oleh Hakim dalam
Putusan Nomor 525/Pid.Sus/2013/PN.Psp selain tidak sesuai dengan Aturan
Pemidanaan dalam UU Perlindungan Anak, juga tidak sesuai dengan Tujuan
Pemidanaan dalam UU Perlindungan Anak. kedua adalah Putusan Pengadilan
Negeri Padangsidimpuan Nomor:525/Pid.Sus/2013/PN.Psp secara substansi
putusan pemidanaan belum memenuhi ketentuan Pasal 197 ayat (1) khususnya
huruf “d”.
Lebih lanjut saran dari penulis terhadap permasalahan yang diangkat dalam
skripsi ini yaitu pertama Mengingat Aturan Pemidanaan Minimum Khusus adalah
bertujuan pemberatan (Prevensi Umum dan Khusus), maka seyogyanya kebijakan
formulatif juga perlu merumuskan Aturan Khusus untuk menyimpangi, karena
setiap jenis tindak pidana mempunyai karakteristik masing-masing. selain itu,
terkait dengan ketidaksesuaian putusan yang penulis analisis dengan ketentuan
Pasal 197 ayat (1) huruf “d” KUHAP, hendaknya hakim lebih cermat dalam
mempertimbangkan unsur-unsur pasal, sehingga terjadi kesepahaman antara
hakim dan pembuat undang-undang. Untuk memahami ketentuan-ketentuan di
dalam undang-undang seharusnya seorang hakim membaca peraturan-peraturan
terkait, agar mampu memahami ketentuan tersebut. | en_US |