dc.description.abstract | Tujuan dari penelitian ini ada 2 (dua), yaitu: untuk menganalisis
kesesuaian terhadap penetapan terdakwa dengan teori pertanggungjawaban pidana
dan untuk menganalisis kesesuaian pertimbangan hakim dalam menjatuhkan
putusan bebas dengan fakta-fakta di persidangan didalam putusan nomor:
201/Pid.Sus/2015/PN.Sda.
Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini menggunakan tipe
penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan undang-undang dan
pendekatan konseptual. Pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelaah
semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang
sedang ditangani. Pendekatan konseptual beranjak dari pandangan-pandangan dan
doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum
Adapun bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer meliputi:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana;
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana; Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup; Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun;
Putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo Nomor : 201/Pid.Sus/2015/PN.Sda.
sedangkan bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang
bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi
buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal hukum.
Hasil dari penelitian ini yang dapat peneliti simpulkan yaitu: Pertama,
penuntutan yang hanya dilakukan terhadap terdakwa selaku pemilik sekaligus
pimpinan UD. Cipta Niaga sebagai terdakwa dalam pengangkutan limbah sludge
paper sudah sesuai dengan pertanggungjawaban pidana. Namun berdasarkan teori
pertanggungjawaban pidana strict liablity dan dihubungkan dengan Pasal 55 ayat
(1) ke-1 KUHP sebagai orang yang melakukan tindak pidana (dalam hal ini
melakukan pengangkutan limbah B3 tanpa izin sebagaimana ketentuan Pasal 102
UU No. 32 Tahun 2009) terhadap sopir seharusnya juga dapat dimintai
pertanggungjawaban pidana. Sedangkan berdasarkan teori identifikasi dan
dihubungkan dengan Pasal 116 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2009 tentang PPLH
terhadap UD. Cipta Niaga selaku badan usaha seharusnya juga dapat dimintai
pertanggungjawaban pidana. Kedua, pertimbangan hakim dalam menjatuhkan
putusan bebas dalam putusan nomor: 201/Pid.Sus/2015/PN.Sda terhadap pelaku
tindak pidana tidak sesuai dengan fakta-fakta di persidangan. Kerena terdapat
beberapa fakta-fakta persidangan yang menurut peneliti dapat dijadikan sebagai
dasar pertimbangan untuk menjatuhkan pidana terhadap terdakwa, namun tidak
dicantumkan di dalam pertimbangan. Seperti halnya keterangan ahli yang
menyatakan bahwa limbah yang diangkut oleh perusahaan terdakwa merupakan
limbah B3. Sehingga menurut peneliti seharusnya putusan tersebut berupa putusan
pemidanaan.
Adapun saran yang dapat peneliti berikan yaitu: Pertama, Penegak hukum
dalam menentukan pelaku tindak pidana untuk dikenakan pertanggungjawaban
atas perbuatannya seharusnya lebih cermat dan teliti, karena perkara lingkungan
hidup biasanya tidak terlepas peran dari korporasi sebagai pelaku tindak pidana.
Kejahatan lingkungan hidup dapat dikategorikan sebagai kejahatan yang luar
biasa (extra ordinary crimes), sehingga dibutuhkan juga penanganan yang sangat
ekstra dalam melakukan pencegahan maupun penanggulangan. Kedua, Hakim
seharusnya dalam menyusun pertimbangan harus memperhatikan semua faktafakta
selama persidangan. Serta hakim harus lebih cermat dan teliti dalam
menggunakan dasar hukum dalam pertimbangannya, dan juga mengikuti
Keputusan-keputusan Ketua Mahkamah Agung sebagai pedoman dalam
menangani suatu perkara. | en_US |