dc.description.abstract | Perjanjian kerja dalam hukum ketenagakerjaan di Indonesia tidak memiliki kepastian hukum. Dinyatakan dalam
hukum ketenagakerjaan bahwa perjanjian kerja yang bertentangan dengan ‘kesusilaan’ akan batal demi hukum.
Ironinya, hakikat makna tentang kesusilaan sampai saat ini belum ditemukan, sehingga hukum ketenagakerjaan
yang kini berlaku tidak mampu mengakomodasikan sekaligus mengatur fenomena hubungan kerja yang
cenderung bertentangan dengan kesusilaan. Frase ‘bertentangan dengan kesusilaan’ sebagai faktor penyebab
kebatalan hukum perjanjian kerja menjadi multi tafsir. Tidak terdapat ukuran, kapan suatu perjanjian kerja
dikatakan bertentangan dengan kesusilaan. Akibat ketidakpastian hukum dalam perjanjian kerja pada
gilirannya menciptakan ketidakadilan bagi pekerja karena aspek perlindungan yang diharapkan tidak bisa
diwujudkan. Karena keterbatasan yang melingkupinya, pekerja menjadi objek dalam hubungan kerja, karena
dipaksa menjalankan pekerjaan yang secara kenyataan bertentangan dengan kesusilaan. Pekerja kehilangan
harkat dan martabatnya dan tentu saja kenyataan demikian bertentangan dengan nilai-nilai Hubungan
Industrial Pancasila yang menempatkan pekerja sebagai manusia, bukan alat produksi. Karena kedudukan
pekerja dan pengusaha yang tidak seimbang merupakan latar belakang bahwa kebatalan perjanjian kerja tidak
bisa disamakan dengan perjanjian pada umumnya. Perjanjian kerja memiliki karakter tersendiri sebagai wujud
perlindungan terhadap pekerja. | en_US |