dc.description.abstract | Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh beberapa hasil pembahasan sebagai
berikut : Pertama, Anggota Komisi Yudisial diangkat oleh presiden dengan persetujuan DPR.
Persetujuan DPR disampaikan kepada presiden dalam jangka waktu paling lambat empat puluh lima hari
sejak menerima pencalonan anggota Komisi Yudisial yang di ajukan presiden. Presiden menetapkan
keputusan mengenai pengangkatan anggota Komisi Yudisial , dalam jangka waktu paling lama lima belas
hari sejak menerima pencalonan anggota Komisi Yudisial yang diajukan presiden. Sebelum mengajukan
calon anggota komisi Yudisial kepada DPR, Presiden membentuk panitia seleksi pemilihan anggota
Komisi Yudisial. Paling lambat lima belas hari sejak menerima nama calon dari Panitia Seleksi,
presiden mengajukan empat belas nama calon anggota Komisi Yudisial kepada DPR. DPR wajib memilih
dan menetapkan tujuh calon anggota dalam
waktu paling lambat tiga puluh. Calon terpilih disampaikan oleh pimpinan DPR kepada presiden paling
lambat lima belas hari sejak tanggal berakhirnya pemilihan untuk di sahkan presiden. Presiden wajib
menetapkan calon terpilih paling lambat lima belas hari terhitung sejak tanggal diterimanya surat
pimpinan DPR. Kedua, Dalam Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, kewenangan
pengawasan eksternal terhadap lembaga kehakiman sangat terbatas dalam hal pengangkatan calon hakim
agung dan pengawasan terhadap perilaku hakim. Berbeda dengan Komisi Yudisial di berbagai negara di
dunia sebagai lembaga independen di luar kehakiman yang bertugas dalam pengawasan hakim diberi
kewenangan penuh, bahkan pengawasan dan pembinaan bukan lagi wewenang Mahkamah Agung, melainkan
oleh lembaga independen tersebut. Hal inilah yang tidak terjadi di Indonesia, sehingga terjadilah
saling tarik menarik kewenangan pengawasan antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial. Selain
hambatan tersebut di atas, terjadi kontradiksi dalam ketentuan yang mengatur pengawasan hakim oleh
Komisi Yudisial, sebagaimana ada dalam ketentuan Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi
Yudisial.
Saran yang diberikan bahwa, Hendaknya dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya Komisi Yudisial
harus senantiasa mempunyai tujuan dan orientasi terhadap kepentingan bangsa dan negara sesuai
dengan hakekat kedua lembaga tersebut yaitu sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman khususnya sebagai
elemen utama lembaga pengawasan hakim. Kedudukan dan peranan Komisi Yudisial merupakan lembaga yang
mengemban tugas sebagai wadah check and balance pelaksanaan penegakkan supremasi hukum juga
merupakan hal yang harus dihormati. Kesemuanya bermuara pada tercapainya cita-cita emas Indonesia,
dalam lingkup ketatanegaraan khususnya dibidang pembangunan hukum. Dengan demikian, kedudukan dan
peranan Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial sebagai pelaksana pengawasan kekuasaan kehakiman harus
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dengan berorientasi kepada kepentingan bangsa dan negara serta
untuk menegakkan hukum dan mewujudkan supremasi hukum di Indonesia, khususnya dalam rangka
pengawasan hakim untuk mewujudkan Pengadilan yang mandiri, netral (tidak memihak), kompeten,
transparan, akuntabel dan berwibawa. Demikian halnya dengan pengawasan masyarakat merupakan salah
satu elemen utama dalam pengawasan hakim di Indonesia. | en_US |