dc.description.abstract | Dalam industri film, baik dalam skala kecil maupun
besar, skenario memiliki kedudukan penting karena fungsinya
sebagai blueprint atau rancangan dasar pembuatan film. Sebuah
skenario yang baik dapat dikatakan telah menjadi sebuah film
dalam bentuk tertulis. Dalam sebuah skenario yang lengkap,
visualisasi gagasan sebuah film sudah tergambar dengan jelas.
Secara rinci, dalam sebuah skenario ditampilkan seluruh elemen
sebuah film, misalnya dramaturgi, konsep visual, montase,
karakterisasi, pengadeganan, dialog, dan tata suara. Begitu
pentingnya peran sebuah skenario sehingga bila pembuatan film
didasarkan pada sebuah skenario yang buruk, hasilnya pasti
film yang buruk pula. Hanya berdasarkan skenario yang baik
saja kemungkinan untuk menghasilkan film yang baik itu ada.
Bagi kru produksi sebuah film maupun para pemain yang
membintanginya, tidak sulit memperoleh skenario film yang
akan mereka produksi tersebut. Namun bagi pihak-pihak di luar
mereka, termasuk para pelajar dan mahasiswa yang ingin
mempelajari teknik penulisan skenario, sering kali tidak mudah
untuk memperolehnya. Dalam kerangka inilah kehadiran
skenario film dalam bentuk buku menemukan urgensinya.
Penerbitan buku yang berisi sejumlah skenario film ini
dimaksudkan sebagai contoh bagi siapa saja yang ingin
mendalami penulisan skenario. Bagaimana tokoh
diperkenalkan, konflik dibangun, informasi didistribusikan,
serta berbagai teknik penceritaan lainnya dalam sebuah
skenario, dapat dipelajari melalui buku ini. Namun demikian,
segala sesuatu yang bersifat teknis dalam penulisan skenario ini
masih bisa diperdebatkan. Misalnya, apakah perlu istilah-istilah
yang berhubungan dengan hak kreatif sutradara, penata gambar,
editor, bahkan para aktor, dicantumkan? Hal ini sesungguhnya
tidak perlu menjadi pemikiran mendalam. Para penulis skenario
yang tidak terlibat dalam proses selanjutnya, misalnya menjadi
sutradara, biasanya mengabaikan istilah-istilah teknis tersebut.
Hal-hal teknis diserahkan sepenuhnya pada interpretasi pihakpihak
yang bersangkutan. Di lain sisi, penulis skenario yang pada proses selanjutnya akan terlibat, misalnya (dan biasanya)
menjadi sutradara, tidak jarang mencantumkan hal-hal teknis
yang dianggapnya perlu. Dalam hal inilah, terutama, skenarioskenario
yang ditulis Teguh Karya dan Asrul Sani memiliki
perbedaan mencolok.
Sehubungan dengan luas halaman (karena dalam bentuk
buku), maka format penulisan skenario dalam buku ini tidak
mengikuti kelaziman dalam penulisan skenario pada umumnya.
Kelaziman yang dimaksud misalnya penggunaan font courier
new 10, ukuran kertas A4, dan spasi dobel, untuk dapat
memperkirakan bahwa satu halaman skenario menghasilkan
durasi satu menit. Jika skenario setebal 90 halaman, maka film
yang dihasilkan kurang-lebih akan berdurasi 90 menit. Namun
format tersebut diabaikan dalam buku ini, semata karena
pertimbangan kepraktisan dan kenyamanan.
Skenario-skenario yang ditampilkan dalam buku ini saya
tulis dalam kurun waktu yang cukup panjang, sekitar sepuluh
tahun. Skenario Rumah Putih di Kaki Langit khusus saya
persiapkan untuk mengikuti FFI (Festival Film Independen)
2001 di Surabaya, skenario Gaco dan Kacamata Bagong (Satu
Bilik Cinta) untuk mengikuti FFI SCTV 2002 di Jakarta, dan
skenario Sepenggal Kepala di Sepenggal Waktu khusus untuk
mengikuti FFI Global TV 2004 juga di Jakarta. Skenario Pada
Sebuah Kamar saya tulis sebagai bahan untuk berlatih membuat
film bersama para mahasiswa angkatan pertama (2010) PSTF
Fak. Sastra Unej. Sedangkan tiga skenario film pendek A Doll’s
Story, In Search of Silence, dan Satu Panggung Keabadian saya
tulis dalam rangka eksplorasi kreatif, dan ketiganya belum
pernah diproduksi hingga sekarang. | en_US |