dc.description.abstract | Jenggawah merupakan tempat yang terletak diempat Kecamatan yaitu: Kec. Mumbulsari, Kec. Jenggawah. Kec. Ajung dan Kec Rambipuji Kabupaten Jernber Atas dasar pemahaman petani bahwa tanah yang menjadi sengketa merupakan tanah warisan dari nenek moyang mereka yang telah didiami dan di gunakan secara turun-temurun, maka petani penggarap berkehendak untuk mendapatkan sertifikat tanah sebagai alat bukti yang kuat atas hak milik tanah yang menurut petani penggarap adalah hak mereka.
Pada perkembangan selanjutnya, rakyat tentu melakukan upaya-upaya untuk mendapatkan sertifikat yang pada akhirnya berhasil mendapatkannya setelah melalui proses perjuangan yang panjang dan "berliku-liku" Akan tetapi dalam perjalanannya dalam sertifikat tersebut terdapat klausul yang dicantumkan oleh Kepala Kantor Badan Pertanahan Jember. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka terdapat permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini, yaitu; bagaimana proses pemberian hak milik atas tanah di Jenggawah bagaimana kewenangan Kantor Pertanahan Kabupaten Jember dalam penerbitan sertifikat dengan catatan? faktor apa sajakah yang menjadi penghambat sertitikasi tanah Jenggawah?
Penyusun menganalisis data dan hasil studi dan penelitian yang sudah terkumpul dengan menggunakan metode Analisis data Deskriptif, yang non statistik, yaitu menganalisis data untuk memperoleh gambaran singkat yang tidak berdasarkan pada angka-angka bilangan statistik, melainkan analisis yang diuji dengan norma-norma atau kaidah-kaidah hukum masyarakat yang berkaitan dengan masalah yang dibahas (Soemitro. 1998: 168)
Proses selanjutnya mengambil kesimpulan dengan metode Deduktif. yaitu suatu cara mengambil kesimpulan yang dimulai dari hal-haI yang bersifat umum menuju hal-hal yang bersifat khusus (Hadi, 1997: 42)
Dalam hukum Indonesia dikenal dua perkataan, yaitu agrarian reform dan land reform. Dua kata ini juga disebut sebagai land reform dalam arti luas dan sempit agrarian reform atau land reform dalam arti luas menyangkut perombakan politik pertanahan, penyusunan baru hukum pertanahan, sedangkan land reform dalam arti sempit hanya menyangkut perombakan struktur dan sistem pertanahan. (Harsono, 1991: 92)
Sertifikat yang terbit untuk masyarakat Ajung Gayasan Jenggawah yang diperoleh dari pengaturan penguasaan tanah (obyek Land reform) diberikan sebagai hak milik kepada petani penggarap merupakan surat tanda bukti hak yang berIaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Namun dalam konteks Sertifikat di Jenggawah berbeda, dimana terdapat suatu klausul yang menyatakan bahwa "Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kantor Pertanahan Jember No. 30.420.335.34.2002, tanah yang diberikan dilarang dialihkan kepada pihak lain baik sebagian atau seluruhnya kecuali diperoleh ijin dari Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Jember". Sehingga dengan demikian sertifikat tersebut akan menjadi persoalan bagi petani ketika akan diagunkan ke bank ataupun lembaga keuangan lainnya.
Akhirnya konflik tersebut berlarut-larut, Karena kedua belah pihak sama-sama memiliki keyakinan dan argumentasi masing-masing. Adapun yang menjadi dasar dari kebijakan Kantor Pertanahan Kabupaten Jember tersebut adalah surat perjanjian kerjasama kemitraan antara PTPN X (dulu PTP XXVII) dengan perwakilan petani penggarap tanggal 1-10-1998, yang menyatakan bahwa PTPN X memberikan hak milik kepada petani penggarap sedangkan petani penerima hak milik berkewajiban menyerahkan penggunaan tanah hak miliknya dengan cara sewa-menyewa dalam keadaan kosong selama tujuh bulan ditanami tembakau oleh pihak PTPN X. Selain dengan pertimbangan umum untuk mencegah terjadinya penguasaan tanah secara melebihi batas dan penguasaan tanah secara absentee (guntai).
Proses pelaksanaan pemberian Hak Milik atas tanah Jenggawah penuh dengan persoalan yang kompleks, yang ditempuh melalui proses hukum dan politik dalam memperolehnya, yaitu dengan melakukan tekanan dan desakan kepada DPRD Jember, Pemerintahan Kabupaten Jember, Kantor Pertanahan Kabupaten Jember, DPR RI dan instansi-instansi yang terkait dalam rangka memperoleh Sertifikat hak atas tanah. Menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara pasal 1 butir 2, menyatakan bahwa Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara (TUN) adalah Badan atau Pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang belaku (Indroharto,1991:49)
Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Jember diberi wewenang oleh pasal 2 ayat 1 UUPA yang kemudian diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agaria atau Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP Nomor 24 tahun 1997 pasal 98, hal mana terdapat kewenangan dalam hal memberikan izin dalam melakukan pemindahtanganan hak atas tanah, Dan penerbitan sertifikat dengan catatan tersebut dalam rangka mewujudkan tujuan negara yaitu mensejahterakan rakyat, khususnya petani penggarap di Jenggawah.
Ketentuan pencatatan disertifikat hak atas tanah. ada dasar aturannya yaitu PMNA/KBPN Nomor 3 Tahun 1997 Pasal 98 ayat 1 huruf (a) jo. PMNA/KBPN Nomor 9 Tahun 1999 Pasal 7. Akan tetapi itu tidak menjadi sebuah prioritas, hanya pada kasus tanah tertentu saja yang rnembutuhkan pencatatan. Sehingga pencatatan dalam sertifikat tersebut boleh, namun tidak setiap sertifikat hak milik atas tanah dapat diberikan catatan tersebut, hanya pada kasus tanah tertentu saja.
Perjuangan tanah Jenggawah mendapat hambatan yang cukup berat, yang dipicu oleh adanya perbedaan kepentingan antara pihak PTP dengan petani penggarap dan keluarnya kebijakan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Jember, yang mengeluarkan sertifikat bersyarat. Sehingga tokoh masyarakat yang dahulu cukup solid sekarang terpecah menjadi dua kelompok. yaitu sebagian menyetujui sertifikat tersebut, sebagian menolaknya.
Saran yang dapat penyusun berikan antara lain, agar hambatan-hambatan yang dihadapi selama proses sertifikasi tanah hendaknya di mediatori oleh Pemerintahan Kabupaten dan Kantor Pertanahan Kabupaten Jember dengan tetap mengacu pada asas musyawarah untuk mufakat, serta lebih proaktif dan aspiratif dengan tetap mengacu pada peraturan perundang-undangan yang belaku, sehingga dalam penyelesaiannya tidak cenderung bertele-tele dengan jangka waktu yang sangat lama. Selain itu, masyarakat Jenggawah dalam menanggapi persoalan ini, agar tetap berfikir jernih dan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga dapat menghindari anarkisme rakyat. Tetap mengawal proses penerbitan sertifikat tersebut sebagai bentuk antisipasi terhadap masuknya kepentingan-kepentingan pragmatis coba "memancing di air yang keruh" | en_US |