Show simple item record

dc.contributor.advisorWidiyanti, Ikarini Dani
dc.contributor.advisorZulaika, Emi
dc.contributor.authorFadilah, Moh. Rizal
dc.date.accessioned2017-11-29T08:13:00Z
dc.date.available2017-11-29T08:13:00Z
dc.date.issued2017-11-29
dc.identifier.nimNIM130710101414
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/83429
dc.description.abstractManusia adalah makhluk sosial yang keberadaannya tidak pernah akan terlepas dari interaksi terhadap manusia yang lain, kebutuhan akan interaksi yang demikian diperlukan guna meningkatkan kualitas dan kuantitas hidupnya agar senantiasa menjadi manusia yang berguna baik bagi diri sendiri maupun bagi manusia lain disekitarnya. Salah satu bentuk interaksi tersebut dapat diwujudkan berupa hubungan perkawinan. Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan bahwa yang dimaksud dengan “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Tujuan tersebut dapat tercapai dengan dipenuhinya berbagai persyaratan dalam melangsungkan perkawinan yang salah satunya yakni syarat untuk memenuhi batas usia minimal dalam melangsungkaan perkawinan dimana hal ini secara tegas diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yakni untuk pria 19 (sembilan belas) tahun dan wanita 16 (enam belas) tahun, tetapi dalam hal penyimpangan terhadap pasal tersebut dapat dimintakan suatu dispensasi perkawinan ke Pengadilan atau Pejabat lain yang ditunjuk seperti yang tercantum dalam Pasal 7 ayat (2). Dispensasi perkawinan tersebut tentu saja merupakan suatu hal yang dapat dijadikan jalan bagi pasangan usia muda untuk kawin. Sehingga dari hal inilah dapat dirumuskan suatu permasalahan yakni Pertama, Bagaimana pengaturan Dispensasi Perkawinan dalam Pasal 7 ayat (2) apabila dikaitkan dengan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Kedua, Apakah akibat hukum permohonan Dispensasi Perkawinan yang di tolak oleh Pengadilan atau Pejabat lain yang ditunjuk. Penelitian ini bersifat yuridis normatif, yakni penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif. Terdapat 3 (tiga) pendekatan yang digunakan untuk menganalisa permasalahan dalam skripsi ini, yakni Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach), Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach) dan Pendekatan Historis atau Pendekatan Sejarah (Historical Approach). Bahan hukum yang digunakan yakni bahan hukum primer yang meliputi berbagai peraturan perundang-undangan, bahan hukum sekunder meliputi buku-buku dan pendapat para ahli serta bahan non hukum yang meliputi kamus hukum dan berbagai bahan yang diambil dari internet, sedangkan analisis terhadap bahan hukum tersebut yakni menggunakan metode Deduktif. Hasil penelitian ini terdiri atas dua hal. Pertama, dengan diaturnya pasal 7 ayat (2) mengenai dispensasi perkawinan maka hal ini secara tidak langsung telah menghilangkan fungsi dari pengaturan dalam pasal 7 ayat (1) yang menerangkan mengenai batas usia minimal untuk melangsungkan perkawinan, selain itu dispensasi perkawinan tersebut juga mendorong maraknya perkawinan usia dini di Indonesia karena dengan adanya penetapan dispensasi perkawinan tersebut semakin membuka peluang bagi para pasangan usia muda untuk kemudian berbondong-bondong meminta penetapan dispensasi perkawinan. Kedua, penolakan atas permohonan dispensasi perkawinan akan berdampak secara logis bagi para pasangan, untuk pasangan yang sebelumnya tidak hamil dapat menyebabkan para pasangan menempuh jalur lain untuk kawin yakni perkawinan secara siri ataupun juga penolakan terhadap pasangan yang telah hamil hal ini secara jelas akan membuat anak yang dikandung nanti lahir tanpa memiliki ayah yuridis sehingga anak tersebut dapat dikategorikan sebagai anak luar kawin. Rekomendasi yang diajukan dalam penelitian ini yakni memandang tujuan yang sejatinya ingin dicapai dalam pengaturan dispensasi perkawinan, karena dalam tahap pelaksanaannya lebih melindungi para pasangan usia muda untuk melangsungkan perkawinan, maka jelas hal ini akan menimbulkan suatu kemudharatan yang sangat besar, terlebih lagi pengaturannya secara jelas menyimpangi batas usia minimal untuk melangsungkan perkawinan dan norma yang diatur juga masih banyak menimbulkan kerancuan sehingga dalam hal ini sudah seharusnya pasal yang mengatur mengenai dispensasi perkawinan tersebut dicabut.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.relation.ispartofseries130710101414;
dc.subjectperkawinan usia dinien_US
dc.titleAnalisis Yuridis Terhadap Ketentuan Dispensasi Perkawinan Dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinanen_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record