Show simple item record

dc.contributor.advisorKhoidin
dc.contributor.advisorEmi Zulaika
dc.contributor.authorPutra, Wyega Dwi Cahyono
dc.date.accessioned2017-11-06T06:19:55Z
dc.date.available2017-11-06T06:19:55Z
dc.date.issued2017-11-06
dc.identifier.nim110710101209
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/83048
dc.description.abstractMemorandum of Understanding adalah sebagai tempat bertemunya keinginan antara para pihak, yang menandakan garis besar dari tindakan, lebih dari komitmen hukum. Memorandum of Understanding merupakan produk hukum pada negara-negara yang menganut sistem common law. Konsep tersebut kemudian berkembang dalam praktek di Indonesia dalam hampir setiap bentuk kerjasama. Dapat dipastikan bahwa produk hukum tersebut tidak lagi asing maupun baru. Namun, beberapa kalangan masih meragukan tentang kekuatan mengikat dari Memorandum of Understandingitu sendiri dalam implementasinya. Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan pembahasan tentang kekuatan Memorandum of Understandin dalam Hubungan Perdata dengan judul : “KEABSAHAN DAN KEKUATAN MENGIKAT MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM HUBUNGAN HUKUM KEPERDATAAN(Studi Putusan Nomor: 1788 K/PDT/2014) “ Rumusan Masalah yang dikemukakan dalam Skripsi ini adalah mengenai kualifikasi Memorandum of Understandin, akibat hukum dan penyelesaian sengketa, diantaranyaapakah Memorandum of Understandingdapat dikualifikasikan sebagai perjanjian, apa akibat hukumnya jika ada pihak yang tidak melaksanakan kewajiban dalam Memorandum of Understanding, dan bagaimana penyelesaian sengketa yang timbul dari Memorandum of Understandingpada perkara putusan nomor : 1788 K/Pdt/2014. Penulisan Skripsi ini bertujuan untuk Untuk menganalisa Memorandum of Understanding dikualifikasikan dengan perjanjian,untuk memahami dan menganalisa akibat hukum atas pihak yang tidak melaksanakan Memorandum of Understanding,Memahami dan menganalisa proses penyelesaian sengketa yang timbul dalam Memorandum of Understanding pada perkara putusan nomor : 1788 K/Pdt/2014. Tipe penelitian yang digunakan dalam penyusunan tugas akhir skripsi adalah yuridis normatif (legal reseaarch). Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan undang–undang (statute approach)dan pendekatan konseptual (cocnceptual approach), selanjutnya bahan hukum yang digukan adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan non hukum. Memorandum of Understanding bukan merupakan dokumen yang mengikat suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya suatu perjanjian embrio saja antar para pihak pembuat Memorandum of Understanding. Kesepakatan Memorandum of Understanding hanya bersifat ikatan moral saja, sedangkan perjanjian telah bersifat mengikat kedua belah pihak yang telah membuat perjanjian. Kerangka perjanjian pun telah lengkap dan memiliki keabsahan dan kedudukan yang mengikat para pihak yang telah memenuhi syaratsyarat sahnya suatu perjanjian yaitu pasal 1320 KUH Perdata. Maka dalam hal ini Memorandum of Understanding bukan termasuk dalam kualifikasi Perjanjian. Ada dua akibat apabila terjadi suatu pengingkaran substansi dari Memorandum of Understanding,Memorandum of Understanding yang tidak berkedudukan sebagai kontrak yang tidak memiliki substansi yang menimbulkan hak dan kewajiban maka tidak ada sanksi apapun bagi pihak yang mengingkari kecuali sanksi moral sehingga penyelesaian pada kasus seperti ini lebih bersifat kekeluargaan untuk mencari jalan keluarnya. Kedua bila Memorandum of Understanding yang sifatnya sudah merupakan suatu kontrak maka apabila terjadi suatu wanprestasi terhadap suatu substansi dalam Memorandum of Understanding maka pihak tersebut harus memenuhi sanksi dari perundangundangan yang berlaku. Pola penyelesaian sengketa terbagi atas dua penyelesaian yaitu Litigasi (Pengadilan) dan alternatif penyelesaian sengketa. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan adalah suatu pola penyelesaian sengketa yang terjadi antara para pihak yang bersengketa melalui jalur pengadilan. Putusan bersifat mengikat. Sedangkan pola penyelesaian sengketa melalui jalur alternatif penyelesaian sengketa (APS) adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian diluar pengadilan dengan cara konsultasi, mediasi, negosiasi, konsialisasi atau penilaian ahli. Sesuai dengan amanat UU (Undang-Undang) No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.subjectMEMORANDUM OF UNDERSTANDINGen_US
dc.subjectHUKUM KEPERDATAANen_US
dc.titleKEABSAHAN DAN KEKUATAN MENGIKAT MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM HUBUNGAN HUKUM KEPERDATAAN (Studi Putusan Nomor : 1788 K/Pdt/2014)en_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record