dc.description.abstract | Penggunaan narkoba telah lama dikenal di Asia Tenggara sebelum pecah perang dunia ke-2. Dilihat dari sejarahnya, opium sebagai bahan dasar pembuat narkoba dibawa pedagang Arab ke Asia Timur kemudian disebarluaskan oleh Bangsa Portugis. Kemudian diketahui tanaman opium ini telah menyebar di berbagai wilayah di Cina. Tanaman ini juga menyebar di berbagai kawasan yang secara geografis berbatasan langsung dengan Cina, yaitu Myanmar, Laos, sebagian kecil Vietnam, serta Thailand yang disebut dengan kawasan Golden Triangle. Kawasan Golden Triangle merupakan produsen opium terbesar kedua di dunia sesudah wilayah Golden Crescent (Afghanistan, India, Pakistan) dan salah satu target pemasaran terbesar di dunia. Tingginya aktivitas perdagangan narkotika di Asia Tenggara disamping didukung adanya perkembangan teknologi yang semakin canggih, didukung pula dengan kuatnya jaringan mafia Cina, Vietnam, Rusia, dan Bali di negara-negara Asia Tenggara.
Indonesia sebagai salah satu anggota Association of South East Asia Nation (ASEAN) merasa terancam dengan keberadaan peredaran narkotika di Kawasan Asia Tenggara dan menyepakati Deklarasi Bersama ASEAN Bebas Narkoba untuk menangani perdagangan narkotika di kawasan ini. Indonesia menindaklanjut deklarasi tersebut dengan menerapkan ke dalam kebijakan Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan, dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN) yang diimplementasikan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN). Meskipun kebijakan P4GN telah diimplementasikan untuk menanggulangi. maraknya peredaran narkoba, namun masih terjadi peningkatan dalam jumlah kasus transaksi narkoba di Indondesia. Sehingga dalam karya tulis ini, penulis ingin mengetahui sejauh mana keberhasilan implementasi kebijakan P4GN dalam mewujudkan visi Deklarasi ASEAN Bebas Narkoba di Indonesia.
Penulis dalam menganalisis data menggunakan teknik analisis deskriptif-kualitatif. Teknik ini digunakan untuk mengkaji permasalahan dengan menggambarkan, menjelaskan, dan memaparkan secara menyeluruh berbagai upaya BNN dalam melaksanakan kebijakan P4GN untuk mewujudkan visi ASEAN bebas Narkoba di Indonesia secara riil dan apa adanya. Sedangkan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan (Library Research). Sementara itu, landasan konseptual dan teori yang digunakan sebagai alat analisis adalah konsep keamanan non-tradisional; konsep kerjasama regional; dan teori implementasi kebijakan publik yang terdiri dari 4 (empat) faktor, yaitu faktor komunikasi, sumberdaya, disposisi pelaksana, maupun struktur birokrasi .
Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan P4GN dalam upaya mewujudkan visi ASEAN Bebas Narkoba masih belum tercapai karena memiliki beberapa kendala. Kendala yang dimaksud yaitu masih terdapat keterbatasan dalam pemenuhan kebutuhan sumberdaya (anggaran, sarana dan pra-sarana, serta Sumber Daya Manusia), perilaku oknum yang korup dan enggan untuk memperoleh kejelasan status hukum pengguna maupun pengedar narkoba, serta masih adanya tarik-menarik kewenangan antar lembaga akibat belum adanya komando integral dalam melakukan pengambilan keputusan. Bantuan ASEAN kepada Indonesia dalam mengatasi kendala yang disebutkan sebelumnya masih belum terasa, sehingga upaya Indonesia untuk mewujudkan visi ASEAN Bebas Narkoba di Indonesia pada dasarnya lebih banyak dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia secara individu yang telah disesuaikan dengan penetapan kerangka kerja ASEAN untuk mewujudkan visi ASEAN Bebas Narkoba. | en_US |