dc.description.abstract | Terdapat lima kabupaten di Jawa Timur dengan jumlah kasus DBD tertinggi yaitu
Kabupaten Jombang, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten
Mojokerto, dan Kabupaten Kediri (Firmansyah, 2016). Penyebaran kasus DBD di
seluruh kecamatan Banyuwangi juga hampir merata. Pemerintah Banyuwangi
terus melakukan upaya penanganan berupa pengasapan atau fogging di seluruh
kecamatan yang terdapat penderita DB. Puskesmas Mojopanggung termasuk
dalam 10 besar puskesmas yang terdapat kasus DBD tinggi. Selama Januari
hingga akhir September 2016 terdapat 24 kasus DBD yaitu 6 kasus di Kelurahan
Boyolangu, 7 kasus di kelurahan Giri, 2 kasus di Desa Grogol, 1 kasus di Desa
Jambesari, 6 kasus di Kelurahan Mojopanggung, dan 2 kasus di Kelurahan
Penataban. Jumlah masyarakat yang ada di Kelurahan Mojopanggung sebanyak
6.063 jiwa atau 1.996 KK, terdiri dari 1.915 rumah. Sebenarnya telah ada
Peraturan Bupati Banyuwangi nomor 15 tahun 2012 tentang pengendalian
penyakit Demam Berdarah Dengue, namun belum berjalan optimal dikarenakan
kurangnya koordinasi antara sector kesehatan terkait dengan seluruh lapisan
masyarakat sehingga belum pernah terlapor dan terhitung nilai ABJ (Angka Bebas
Jentik) di setiap wilayah yang endemis DBD. Program yang telah dilakukan
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dan telah berjalan adalah program Jeding Rijig (toilet bersih). Pada tahun 2016, 70% toilet di Banyuwangi lebih terkelola
dan terjaga baik kebersihan maupun pembuangannya namun program ini lebih
diperuntukkan di tempat umum misal tempat rekreasi, sekolah, dan lain-lain. Jika
melihat masih tingginya angka kejadian DBD, dimungkinkan nilai ABJ yang terdapat di wilayah kerja Puskesmas Mojopanggung masih rendah.Selain kegiatan
PSN, faktor lingkungan pun perlu diperhatikan karena memiliki peran yang
penting khususnya dalam hal pencegahan penyakit. upaya pencegahan yang
paling efektif adalah dengan melakukan pemberantasan sarang nyamuk oleh
seluruh masyarakat di rumah-rumah, tempat-tempat umum serta lingkungan
sekitar masing-masing secara terus-menerus (Depkes RI, 2005). Penelitian ini
termasuk penelitian observasional analitik dengan rancang bangun cross sectional.
Tempat penelitian di Kelurahan Mojopanggung Kecamatan Giri Kabupaten
Banyuwangi pada bualan September-Oktober 2016. Teknik pengambilan sampel
menggunakan metode proportional random sampling. Hasil hitung sampel
diperoleh hasil 100 responden, yang terdiri dari 63 responden di Lingkungan
Cungking dan 37 responden di Lingkungan Mojoroto. Hasil penelitian
menunjukkan responden berdasarkan karakteristik umur yang terbanyak adalah
berumur kategori dewasa yaitu antara umur 18-49 tahun sebanyak 70 reponden.
berdasarkan karakteristik pendidikan yang terbanyak adalah kategori tinggi yaitu
lulusan SMA dan PT sebanyak 60 reponden. Berdasarkan karakteristik
pendapatan tinggi maupun rendah memiki hasil sama yaitu 50 responden. Dari
hasil analisis univariat dari faktor kegiatan PSN diperoleh hasil sebanyak 56
responden masuk dalam kategori buruk. Dari hasil analisis univariat dari faktor
sanitasi lingkungan responden diperoleh hasil sebanyak 95 responden sudah
memiliki fasilitas sanitasi yang baik. Dari 100 rumah responden, terhitung
kontainer yang diperiksa sebanyak 670 buah kontainer dengan kontainer yang
positif di dalam rumah 14 dan 23 positif luar rumah. Diperoleh nilai HI=16,
CI=5,5, dan BI=37. Kondisi kepadatan nyamuk (density figure) antara 2-5 masuk
dalam kategori kepadatan sedang (penularan sedang). Angka bebas jentik (ABJ) yang diperoleh adalah 84%. Dari hasil uji statistik bivariat diperoleh hasil sebagai
berikut : Tidak ada hubungan antara karakteristik responden(umur,pendidikan,
dan pendapatan) dengan perilaku pemberantasan sarang nyamuk. Ada hubungan
antara sanitasi lingkungan responden dengan keberadaan jentik nyamuk (pvalue=
0,028). Tidak ada hubungan antara kegiatan PSN dengan keberadaan
jentik nyamuk (p-value=0,59). | en_US |