dc.description.abstract | Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama
dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang
dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 selanjutnya disebut UUD 1945 sebagai komponen dasar untuk
mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Kewajiban
produsen-pelaku usaha dalam melakukan kegiatan usahanya pada Pasal 7
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
selanjutnya disebut UUPK berarti pelaku usaha ikut bertanggungjawab
untuk menciptakan iklim berusaha yang sehat. Hal ini merupakan
tanggung jawab publik yang diemban oleh produsen-pelaku usaha. Dalam
Pasal 19 UUPK juga disebutkan bahwa pelaku usaha bertanggung jawab
memberikan ganti rugi atas kerugian konsumen akibat mengkonsumsi
barang/jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Pada Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 1098/MENKES/SK/IVII/2003 disebutkan bahwa bahan
makanan jadi harus memenuhi persyaratan kesehatan, yaitu bahan
makanan dalam kondisi baik, tidak rusak dan tidak membusuk.Pada
praktiknya, ditemukan fakta hukum pelaku usaha yang mengolah bahan
baku suatu produk makanan restoran dengan bahan baku kadaluwarsa
sehingga dapat menimbulkan kerugian kepada konsumen baik yang terkait
dengan gangguan keselamatan maupun kesehatan bagi konsumen
Rumusan masalah dalam penelitian skripsi ini ada tiga yaitu,
Bagaimana pengaturan yang terkait dengan kewajiban pencantuman
informasi kadaluwarsa bahan baku suatu produk makanan pada restoran? ,
Apa bentuk tanggung jawab hukum pelaku usaha jika menjual produk
yang bahan bakunya kadaluwarsa? Dan Bagaimana upaya penyelesaian
jika konsumen dirugikan atas penggunaan bahan baku kadaluwarsa suatu
produk makanan pada restoran?
Tujuan Penelitian dalam penelitian skripsi ini ada dua yaitu, tujuan
umum dari penelitian skripsi ini adalah memenuhi dan melengkapi tugas
sebagai persyaratan pokok yang bersifat akademis untuk mencapai gelar
Sarjana Hukum sebagaimana kurikulum Fakultas Hukum Universitas
Jember. Tujuan khusus dari penelitian skripsi ini adalah untuk mengetahui
dan memahami pengaturan yang terkait dengan kewajiban pencantuman
informasi kadaluwarsa bahan baku suatu produk makanan pada restoran,
untuk mengetahui dan memahami bentuk tanggung jawab hukum pelaku
usaha jika menjual produk yang bahan bakunya kadaluwarsa, dan untuk
mengetahui dan memahami upaya penyelesaian jika konsumen dirugikan
atas penggunaan bahan baku kadaluwarsa suatu produk makanan pada
restoran.
Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan tipe
penelitian yuridis normatif. Pendekatan masalah yang digunakan yaitu
pendekatan undang-undang dan pendekatan konseptual.
Kesimpulan dalam skripsi ini adalah pertama Pengaturan hukum
yang terkait dengan bahan baku suatu produk pada restoran di Indonesia telah tersedia. Mengenai pengaturan standar penggunaan bahan baku suatu
produk makanan pada restoran diatur dalam Pasal 90 Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dan Pasal 5 Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 1098/MENKES/SK/VII/2003 tentang Persyaratan
Higiene Sanitasi Rumah Makan dan Restoran. Mengenai kewajiban
pencantuman informasi kadaluwarsa bahan baku suatu produk pada
restoran diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 98 Undang-Undang Pangan, Pasal
2, 3, 27, 28, 29 Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label
dan Iklan Pangan. Mengenai peranan pemerintah dalam pembinaan dan
pengawasan terkait kewajiban pencantuman informasi kadaluwarsa bahan
baku suatu produk pada restoran diatur dalam Pasal 29 Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 108-112
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, dan Pasal 10, 11
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1098/MENKES/SK/VII/2003 tentang
Persyaratan Higiene Sanitasi Rumah Makan dan Restoran.
Kedua, Penerapan tangung jawab hukum pelaku usaha jika
menjual produk dengan bahan baku kadaluwarsa menerapkan prinsip
tanggung jawab mutlak (Strict Liability). Strict liability adalah bentuk
khusus dari tort (perbuatan melawan hukum), pembuktian mengenai ada
atau tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan ganti rugi, merupakan beban
dan tanggung jawab pelaku usaha. Sehingga pelaku usaha lah yang harus
membuktikan apabila pelaku usaha tersebut tidak bersalah.
Tanggungjawab tersebut dapat berupa pengembalian uang atau
penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau
perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ketiga, Upaya penyelesaian sengketa antara pelaku usaha dan
konsumen dapat diselesaikan baik melalui pengadilan maupun diluar
pengadilan menurut Pasal 45 UUPK. Penyelesaian sengketa konsumen
melalui pengadilan mengacu pada ketentuan mengenai peradilan umum.
Penyelesaian sengketa konsumen diluar pengadilan dapat diselesaikan
melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen melalui cara Konsiliasi,
mediasi, maupun Arbitrase yang dilakukan atas dasar pilihan dan
persetujuan para pihak yaitu pelaku usaha restoran dan konsumen.
Saran dalam skripsi ini adalah pertama, Hendaknya pemerintah
yang memiliki wewenang atas fungsi pengawasan dan pembinaan restoran
dalam hal ini Dinas Kabupaten/Kota tidak hanya melakukan fungsi
tersebut dalam hal penetapan tingkat mutu dan menetapkan persyaratan
hygiene sanitasi restoran saja, akan tetapi bertindak untuk keberlanjutan
agar pelaku usaha konsisten untuk menjaga mutu tetap terjaga dan
persyaratan hygiene sanitasi terus menerus dipenuhi dengan cara
melakukan sidak/pemeriksaan secara rutin pada restoran, terutama
terhadap bahan baku yang digunakan. Dengan begitu, pelaku usaha
restoran tidak akan menggunakan bahan pangan yang sudah kadaluwarsa | en_US |