Show simple item record

dc.contributor.advisorYASA, I Wayan
dc.contributor.advisorSUSANTI, Dyah Ochtorina
dc.contributor.authorGURITO, Putri Puji Lestari
dc.date.accessioned2017-08-03T03:01:22Z
dc.date.available2017-08-03T03:01:22Z
dc.date.issued2017-08-03
dc.identifier.nimNIM120710101345
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/80695
dc.description.abstractHasil penelitian menunjukan Pengangkatan anak pada saat ini semakin berkembang di masyarakat dan karena di dalam KUHPerdata tidak mengatur tentang pengangkatan anak, maka pada waktu itu pemerintah Hindia Belanda berusaha untuk membuat suatu aturan yang tersendiri tentang pengangkatan anak. Pada tahu 1917, pemerinth Hindia Belanda mengeluarkan Staatblad No. 129, khususnya pada pasal 5 sampai pasal 15. Sebelum mengangkat anak orang tua angkat harus memenuhi syarat-syarat untuk mengangkat anak, yaitu : Pasangan suami istri harus berstatus menikah dengan usia minimal 25 tahun dan maksimal 45 tahun; Pasangan suami istri telah menikah selama 5 tahun, saat pengajuan pengangkatan anak suami istri harus menyerahkan dokumen tertulis berupa keterangan dari dokter ahli apakah pasangan suami istri tidak memungkinkan memiliki anak kandung, tidak memiliki anak, hanya memiliki satu anak kandung atau hanya memiliki satu orang anak angkat tetai tidak mempunyai anak kandung; Pasangan suami istri harus memiliki kondisi keuangan dan sosial yang mapan; Melampirkan surat keterangan kelakuan baik dari kepolisian dan surat keterangan dokter yang menyatakan bahwa suami dan istri sehat secara jasmani dan rohani; Melampirkan surat pernyataan secara tertulis yang menyatakan bahwa pengangkatan anak tersebut semata-mata untuk kepentingan dan kesejahteraan anak yang bersangkutan; Mengangkat anak tidak hanya berlaku bagi pasangan suami istri. Wanita dan pria yang masih lajang juga diperbolehkan untuk mengadopsi anak asal mempunyai motivasi yang kuat untu mengasuh anak. Pada KUHPerdata tidak mengatur sistem kewarisan anak angkat, hanya ada Hibah Wasiat yang merupakan suatu jalan bagi orang tua angat semasa hidupnya untuk menyatakan keinginannya tentang pembagian harta peninggalan kepada anak angkatnya yang berlaku setelah orang tua angkat meninggal dunia. Pada pasal 975 KUHPerdata orang tua angkat memberikan harta peninggalannya kepada anak angkat melalui hibah wasiat, jika merujuk pada KHI (Kompilasi Hukum Islam) anak anak tidak berhak mendapat harta waris dari orang tua angkatnya karena tidak adanya hubungan darah atau ikatan perkawinan dengan pewaris, apabila anak angkat tidak menerima hibah hanya mendapat wajibbah sebanyak 1/3 dari harta waris orang tua angkatnya dan apabila merujuk pada Staatblad 1917 No. 129 seorang anak angkat mempunyai hak mewaris atas harta waris dan sebagai ahli waris mutlak dari orang tua angkatnya serta terputusnya hubungan antara anak kandung dengan orang kandung. Melalui pengangkatan anak yang sah antara orang tua angkat timbul suatu hubungan keluarga yang sama seperti antara orang tua dengan anak dengan anak kandung sendiri, pengangkatan anak atau adopsi menurut Staatblad 1917 No. 129 berhak menggunakan nama keluarga orang tua angkatnya dan mempunyai kedudukan hukum yang sama seperti anak kandungnya sendiri.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.relation.ispartofseries120710101345;
dc.subjectANAK ANGKATen_US
dc.subjectHAK MEWARISen_US
dc.titleKEDUDUKAN HUKUM ANAK ANGKAT TERHADAP HAK MEWARISen_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record