dc.description.abstract | Pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak
terdapat pengertian yang jelas dan tegas tentang perjanjian perkawinan termasuk
tentang isi dari perjanjian perkawinan. Menurut Pasal 29 ayat (2) diterangkan
tentang batasan yang tidak boleh dilanggar dalam membuat perjanjian perkawinan
yaitu yang berbunyi : “Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar
batas-batas hukum, agama dan kesusilaan”. Pada prinsipnya perjanjian kawin
sendiri bisa mengantisipasi adanya sengketa yang timbul apabila dikemudian hari
apabila perkawinan berakhir. Perjanjian perkawinan pada prinsipnya dibuat
sebelum perkawinan dilangsungkan dan dapat juga dibuat setelah perkawinan
dilangsungkan namun harus melalui penetapan pengadilan melalui permohonan
pihak suami dan istri bersangkutan. Demikian halnya dengan perjanjian perkawinan
yang dilakukan setelah dilangsungkannya perkawinan sebagaimana dalam contoh
kasus pada Penetapan Pengadilan Agama Bantul Nomor 211/Pdt.P/2013/PA.Btl
Rumusan masalah yang akan dibahas adalah : (1) Apa alasan diajukannya
permohonan terhadap perjanjian kawin oleh pemohon ? (2) Apa pertimbangan
hakim dalam memberika penetapan atas permohonan dalam Penetapan Pengadilan
Negeri Bantul Nomor 211/Pdt.P/2013/PA.Btl ? dan (3) Apa akibat hukum adanya
penetapan pengadilan atas pemisahan harta perkawinan dalam perjanjian
perkawinan. Metode penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan tipe
penelitian yuridis normatif. Pendekatan masalah menggunakan pendekatan undangundang,
pendekatan konseptual dan pendekatan kasus dengan bahan hukum yang
terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan bahan non hukum. Analisa bahan
penelitian dalam skripsi ini menggunakan analisis normatif kualitatif. Guna
menarik kesimpulan dari hasil penelitian yang sudah terkumpul dipergunakan
metode analisa bahan hukum deduktif.
Untuk Tinjauan Pustaka dikaji beberapa teori yang relevan dengan skripsi
ini, antara lain : Pertama tentang perkawinan yang meliputi pengertian perkawinan,
tujuan perkawinan dan syarat sahnya perkawinan. Kedua tentang Perjanjian yang
meliputi pengertian perjanjian dan unsur-unsurnya, syarat sahnya perjanjian. Ketiga
adalah perjanjian perkawinan meliputi pengertian perjanjian perkawinan dan syarat
sahnya perjanjian perkawinan. Keempat adalah Penetapan Pengadilan, yang
meliputi pengertian penetapan pengadilan dan kekuatan hukum penetapan
pengadilan.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa : Pertama, alasan
diajukannya permohonan terhadap perjanjian kawin oleh pemohon dalam
Penetapan Pengadilan Negeri Bantul Nomor 211/Pdt.P/2013/PA.Btl adalah bahwa
Para Pemohon sepakat untuk memisahkan harta bawaan dan harta yang didapat
dalam perkawinan tidak bercampur sebagai harta bersama tetapi menjadi harta
pribadi yang dikuasai oleh masing-masing. Kedua, Pertimbangan hakim dalam
memberika penetapan atas permohonan dalam Penetapan Pengadilan Negeri Bantul
Nomor 211/Pdt.P/2013/PA.Btl bahwa Pemohon 1 dan Pemohon II bersepakat untuk
memisahkan harta bawaan dan harta yang didapat dalam perkawinan ke depan
berada dalam penguasaan masing-masing. Terkait demikian bahwa harta bawaan
dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang diperoleh masingxiii
masing, sebagai hadiah atau warisan, adalah dibawah penguasaan masing-masing,
sepanjang para pihak tidak menentukan lain. Ketiga, akibat hukum adanya
penetapan pengadilan atas pemisahan harta perkawinan dalam perjanjian
perkawinan bahwa permohonan Penetapan Perjanjian Perkawinan untuk pemisahan
harta perkawinan berlaku sejak tanggal penetapan dan menyatakan bahwa
pemisahan harta juga berlaku terhadap harta-harta lainnya yang akan timbul di
kemudian hari tetap terpisah satu dengan yang lainnya, sehingga tidak lagi berstatus
sebagai harta bersama. Suami tetap wajib untuk melindungi isterinya dan
memberikan segala sesuatu keperluan hidup rumah tangga sesuai dengan
kemampuannya. Hal tersebut secara implisit tetap melekat kewajiban suami kepada
isterinya untuk meberi nafkah wajib berupa pangan, sandang dan papan. | en_US |