dc.description.abstract | Sistem peradilan pidana memegang peranan penting dalam penanganan tindak
pidana narkotika ini. Seharusnya sejak proses penyidikan, penuntutan, persidangan
sampai pelaksanaan pemidanaan penanganan tindak pidana narkotika dilaksanakan
dengan sungguh-sungguh, tidak menyimpang dari perundang-undangan. Hakim harus
cermat dalam memperhatikan dakwaan dan fakta-fakta di persidangan, membuat
pertimbangan yang baik serta memutus perkara dengan tepat tanpa mengenyampingkan
kepastian dan keadilan hukum. Peneliti menarik untuk mengkaji atau menganalisis salah
satu kasus yang berkaitan dengan tindak pidana narkotika yang terdapat dalam putusan
di Pengadilan Negeri No. 214/Pid.Sus/2015/PN Blt. Dalam putusan tersebut, Bayu
Indarto als. Bayu Bin Teguh Safari sebagai terdakwa didakwakan dengan bentuk
dakwaan Alternatif oleh Penuntut Umum yakni kesatu melanggar Pasal 112 ayat (1) UU
No 35 tahun 2009 tentang Narkotika atau kedua melanggar Pasal 127 ayat (1) huruf a
Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Jika melihat dari perbuatan
terdakwa di dalam putusan, dalam hal ini dakwaan Alternatif yang kedua lebih sesuai
untuk terdakwa. Tetapi hakim dalam mempertimbangkan perbuatan terdakwa masih
terjadi kesenjangan dengan fakta yang terungkap dalam persidangan Oleh karena itu
permasalahan yang dapat diambil oleh penulis diantaranya:1) Apakah putusan
pemidanaan (Nomor: 214/Pid.Sus/2015/PN.Blt) yang menyatakan terdakwa secara sah
bersalah melakukan tindak pidana tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menguasai,
menyimpan Narkotika Golongan 1 bukan tanaman Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika sudah sesuai dengan fakta-fakta di
persidangan?, 2) Apakah bentuk sanksi yang sesuai bagi terdakwa apabila berdasarkan
fakta di persidangan?
Tujuan yang hendak dicapai dari karya ilmiah dalam bentuk skripsi ini adalah
sebagai berikut: Pertama untuk menganalisis kesesuaian putusan pemidanaan (Nomor:
214/Pid.Sus/2015/PN.Blt) dengan perbuatan terdakwa yang menyatakan terdakwa
secara sah bersalah melakukan tindak pidana tanpa hak atau melawan hukum memiliki,
menguasai, menyimpan Narkotika Golongan 1 bukan tanaman Pasal 112 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan fakta di
persidangan. Dan yang kedua untuk dapat menemukan bentuk sanksi yang sesuai bagi
terdakwa berdasarkan fakta di persidangan.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu tipe penelitian
yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual.
Sedangkan, untuk sumber bahan hukumnya, penulis menggunakan bahan hukum primer
dan sekunder yang nantinya akan dianalisis menggunakan analisis deduktif.
Kesimpulan pertama: Putusan pemidanaan Pengadilan Negeri Blitar (Nomor:
214/Pid.Sus/2015/PN.Blt) kurang sesuai dengan fakta yang terbukti di persidangan.
Dengan berdasarkan fakta yang terbukti di persidangan, membuktikan bahwa perbuatan
terdakwa hanya melakukan tindak pidana menyalahgunakan Narkotika golongan I
bukan tanaman bagi dirinya sendiri sebagaimana diatur dalam rumusan Pasal 127 ayat 1
huruf a UU Narkotika. Kemudian dalam memeriksa perkara pidana di persidangan
diharapkan Majelis Hakim harus cermat dalam menggunakan dan menafsirkan sebuah
norma baik norma dalam peraturan perundang-undangan maupun norma lain dibawah
peraturan perundang-undangan sesuai dengan hierarki peraturan perundang-undangan.
Kedua: Penjatuhan sanksi pidana penjara 4 (empat) tahun oleh Hakim Dalam putusan
Pengadilan Negeri Blitar Nomor 214/Pid.Sus/2015/Pn.Blt kurang tepat, karena dalam
hal ini Terdakwa adalah sebagai pecandu narkotika yang harus mendapatkan sanksi
tindakan berupa rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial sesuai dengan tujuan
diberlakukannya UU Narkotika (Pasal 4 hurf d). Penjatuhan sanksi rehabilitasi
dimaksudkan untuk dapat memulihkan diri pelaku, hal ini sesuai dengan Undang-UU
Narkotika dengan adanya Pasal 54 dan Pasal 103, dimana penyalah guna dan pecandu
narkotika di wajibkan untuk mendapatkan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
Karena, seorang pecandu atau penyalah guna bukanlah pelaku kriminal yang harus
dijatuhi sanksi pidana penjara, karena mereka adalah korban dari tindak pidana yang
dilakukannya sendiri yang membutuhkan pengobatan dan perawatan untuk pemulihan
dirinya. Hal tersebut sesuai dengan sesuai dengan asas Ultimum remidium yang
mengatakan bahwa hukum pidana hendaklah dijadikan upaya terakhir dalam hal
penegakan hukum. | en_US |