dc.description.abstract | Buku yang disusun berdasarkan disertasi ini membahas
pertarungan antarkekuatan hegemoni gandrung dalam memperebutkan
representasi identitas Using. Dua kategori pertarungan kekuatan
disajikan dalam buku ini. Pertama, pertarungan dalam menentukan
teks pertunjukan menyangkut lagu, musik, tari, pembabakan, dan
struktur pertunjukan. Kedua, pertarungan memperebutkan makna
representasi identitas Using yang berpengaruh pada penentuan teks
pertunjukan.
Pembahasan tentang pertarungan berkaitan dengan politik
kebudayaan pada tingkat mikro, tempat hegemoni, resistensi, invensi,
dan konstruksi mewujudkan diri. Gandrung Banyuwangi berkembang
di tengah kebudayaan plural, masyarakat multi-etnis, dan berada
dalam masyarakat yang mengalami perubahan sosial, ekonomi, dan
budaya. Birokrat Banyuwangi melalui proses panjang, menetapkan
gandrung sebagai penanda representasi identitas Using. Sebuah pilihan
yang dilakukan secara arbitrer sesuai dengan kepentingan mereka yang
dibangun atas dasar sejarah, konteks sosial, dan pamaknaan. Keterikatan
pada sejarah, koneksi sosial, dan pemaknaan seperti itu menyebabkan
pilihan penanda identitas menjadi tidak stabil dan constructed. Hal
yang terakhir ini dapat dibuktikan pada pemilihan penanda identitas
oleh kelompok kekuatan yang sama (birokrasi dan Dewan Kesenian
Blambangan) tetapi berbeda waktu (1970−1980, 2000−2005, dan
2006−2015). Birokrasi dan Dewan Kesenian Blambanagan periode
1970−1980 menegaskan identitas Using dengan memilih bahasa dan
lagu-lagu Banyuwangen sebagai penandanya, sementara kelompok
kekuatan yang sama pada periode 2000−2005 memilih gandrung
sebagai penanda identitas Using. Kebijakan tersebut ditindaklanjuti
dengan pelatihan gandrung, festival Gandrung Sewu yang sudah
berlangsung sejak tahun 2012. | en_US |