dc.description.abstract | Banyuwangi Ethno Carnival (BEC) merupakan ajang promosi seni, budaya, dan pariwisata daerah
Banyuwangi yang diselenggarakan oleh pemerintah Kabupaten Banyuwangi. BEC dimaksudkan
memberikan warna lain terhadap nilai budaya lokal Banyuwangi dengan mengangkat seni budaya
Banyuwangi dalam kemasan kontemporer dan untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke
Banyuwangi. Pada acara BEC (2011), para peserta bebas memodifikasi pakaian bertema 3 kesenian:
gandrung, damarwulan, dan kundaran. BEC (2012) menampilkan barong, BEC (2013) bertema kebo-keboan,
BEC (2014) bertema ritual seblang, BEC (2015) bertema pengantin Using, dan BEC (2016) bertema Sri
Tanjung-Sidopekso. Perdebatan pelaksanaan BEC ditanggapai oleh Bupati Banyuwangi sebagai “jembatan”
untuk mempertemukan modernitas dan lokalitas. Cara pandang tersebut merupakan bentuk kesadaran hibrid
dalam memandang masa lalu tradisional dan kehidupan modern yang hadir di Banyuwangi secara bersamasama.
Kajian
relasi
kuasa
dalam
tiga
peristiwa
budaya
di
atas
memperlihatkan
ekspresi
lintas
budaya
dan
hubungan
asimetris
dari
kekuatan
politik.
Melalui
kajian
hibriditas
kritis
–konsep
hibriditas
menunjukkan
bahwa
setiap
proses
budaya
mengandung
percampuran
dan
interaksi
lintas
batas–
dapat
membahas
bagaimana
lokal-global
berinteraksi.
Dalam berbagai ekspresi lintas budaya, perebutan kepentingan lokal, nasional, dan global
berkontestasi dan terus saling berinteraksi secara dinamis untuk diartikulasikan dalam pendidikan dan
kebudayaan. Identitas budaya yang lintas batas terefleksi melalui modifikasi seni dan konstruksi.
Keterbukaan dalam menerima pluralisme dapat membuka ruang-ruang pemahaman identitas budaya yang
majemuk. Sebagai sebuah produk, budaya hibrid merupakan bentuk perpaduan dan harmonisasi yang
diciptakan melalui kebijakan pemerintah dalam mempertemukan modernitas dan lokalitas dalam ruang
negosiasi yang terus-menerus. | en_US |