dc.description.abstract | Kehadiran dunia maya dan media sosial menghadirkan berbagai bentuk konten, termasuk pula konten
seksual. Konten seksual menjadikan ranah privat menjadi ranah publik. Semua konten ini demikian
mudah diakses bahkan oleh remaja dan anak-anak di bawah umur. Secara sosiologis, konten-konten
tersebut sedang menyerang gelombang pikir remaja dan anak-anak di bawah umur untuk ikut dalam
arena perilaku seksual yang belum layak bahkan tidak pantas diikuti. Konten ini menjadi alat
konstruksi sosial ini yang dapat diasumsikan memiliki potensitinggi akan menghadirkan kekerasan
seksual dan pemerkosaanyang bisa jadi melibatkanremaja. Asumsi ini didukung oleh fakta bahwa,
pertama, arena konten“terbuka dan sangat mudah diakses”. Secara ideologis keterbukaan ini seolah
tengah mempropagandakan “keterbukaan seksual” yang bisa dihadiri semua khalayak tanpa ada istilah
“orang luar” ataupun “orang dalam”; kedua, secarakulturalkonten ini bertentangan dengan budaya
lokal masyarakat Indonesia, yang menempatkan “seksualitas sebagai sesuatu yang sakral dan taboo”.
Arena media sosial juga menjadi arena transaksi seksual, yang dapat pula dimasuki remaja dan anakanak
baik sebagai penikmat maupun sebagai “artis”. Kondisikekinian di media sosial inilah yang
menjadipenopangbudaya Rape Culture. | en_US |