KEDUDUKAN HUKUM ANAK ANGKAT TERHADAP HAK MEWARIS MENURUT HUKUM ADAT BALI
Abstract
Anak angkat di lingkungan masyarakat Bali adalah anak orang lain yang diangkat
oleh pasangan suami istri karena tidak mampu melahirkan anak sendiri, dan dijadikan anak
sebagaimana layaknya anak kandung sendiri. Proses pengangkatan anak harus dilakukan
secara transparan sesuai dengan awig-awig (dresta) yang berlaku di masyarakat tersebut.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yaitu meneliti tentang asas-asas,
kaidah dan berbagai pengertian hukum yang terkait dengan anak angkat dan hukum waris,
khususnya mengenai kedudukan hukum anak angkat terhadap hak mewaris menurut
Hukum Adat Bali. Penelitian ini bertujuan untuk (a) mengetahui tentang proses
pengangkatan anak di lingkungan masyarakat Bali; dan (b) mengetahui tentang kedudukan
hukum anak angkat terhadap hak mewaris menurut hukum adat Bali.
Penelitian ini dilakukan secara deskriptif analitis, yaitu dengan memberi gambaran
secara sistematis, terperinci dan menyeluruh mengenai kedudukan hukum anak angkat
terhadap hak mewaris menurut Hukum Adat Bali. Penelitian ini dilakukan di Jember yaitu
di Ruang Baca Fakultas Hukum Universitas Jember dan Ruang Baca Perpustakaan
Parisada Hindu Dharma Indonesia Kabupaten Jember. Selain itu, untuk melengkapi
pemahaman sebagai bahan tambahan informasi, juga dilakukan diskusi dengan para tokoh
masyarakat Hindu yang berasal dari Bali yang tinggal di Jember.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : (a) Proses pengangkatan anak di
masyarakat Bali sangat berpengaruh terhadap keabsahan status dan kedudukan anak angkat
itu sendiri. Jika pengangkatan anak tersebut sudah dilakukan secara terang benderang
sesuai dengan awig-awig atau dresta yang berlaku di masyarakat itu, maka anak angkat
tersebut adalah sah sebagai anak angkat bagi orang tua yang mengangkatnya dan sekaligus
berkedudukan sebagai anak yang merupakan generasi penerus dari keluarga itu. Status dan
kedudukan yang demikian, menempatkan anak angkat terkait dengan kewajiban dan hakhaknya
adalah sama dengan anak kandung; dan (b) Mengingat kedudukan hukum anak
angkat adalah sama dengan anak kandung, maka anak angkat adalah secara otomatis
memiliki kewajiban yang sama pula dengan kedudukan anak kandung. Oleh karena
kewajiban anak angkat adalah sama dengan anak kandung, maka secara otomatis pula
bahwa anak angkat memiliki hak untuk mewaris terhadap seluruh harta kekayaan orang tua
angkatnya menurut hukum adat Bali.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, disarankan : (1) apabila ada pasangan
suami istri dalam ikatan perkawinan ternyata tidak mampu melahirkan anak dan
berkeinginan untuk mengangkat anak, maka hendaknya niat dan keinginan tersebut harus
dilakukan secara terang benderang (transparan) sesuai dengan awig-awig (dresta) yang
berlaku di lingkungan masyarakat setempat; dan (2) mengingat Hukum Adat yang berlaku
di masyarakat Bali sangat dihormati dan dijunjung tinggi serta dilaksanakan dengan penuh
kesadaran tanpa paksaan, maka hendaknya pasangan suami istri yang sudah mengangkat
anak sesuai dengan awig-awig (dresta) yang berlaku, mau melaksanakan swadharma-nya
untuk memenuhi kewajiban dan hak-hak yang patut bagi anak angkat tersebut.
Collections
- LSP-The Research [167]