dc.description.abstract | Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, telah mengatur ketentuan memasukkan barang kedalam daerah pabean termasuk sanksi pidana tetapi tidak dapat membuat surut para pelaku penyelundupan. Berkaitan dengan tindak pidana kepabeanan tersebut terdapat dalam Putusan Nomor:25/Pid.Sus.Anak/2013/PN.Pl. dilakukan oleh terdakwa Sardiansa dengan bersama-sama menyelundupkan barang impor berupa barang bekas (pakaian, tas, sepatu, boneka, dll) yang tidak tercantum dalam manifest. Hakim anak menjatuhkan putusan bebas yang pertimbangannya menyatakan dimana dalam surat dakwaan alternatif penuntut umum tidak tepat digunakan sehingga unsur Pasal 102 huruf a Undang-undang kepabeanan dalam kedua dakwaan alternatif tidak terbukti. Permasalahan yang bahas oleh peneliti ada 2 (dua), pertama mengenai bentuk surat dakwaan alternatif penuntut umum dikaitkan dengan perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa. Kedua, pertimbangan hakim menyatakan bahwa unsur mengangkut barang impor yang tidak tercantum kedalam manifest, memasuki daerah kepabeanan dikaitkan dengan fakta yang terungkap dalam persidangan. Metode penelitian yang digunakan yakni menggunakan tipe penulisan penelitian hukum dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Sedangkan, untuk sumber bahan hukumnya menggunakan bahan hukum primer dan sekunder dengan analisis bahan hukum deduktif. Kesimpulan yang pertama adalah Bentuk surat dakwaan alternatif penuntut umum pada Putusan Nomor: 25/Pid.Sus.Anak/2013/Pn.Pl tidak sesuai apabila dikaitkan dengan perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa. Karena yang dijadikan dasar perbuatan pokok yang didakwakan penuntut umum adalah sejenis yaitu mengenai penyelundupan barang impor yang diatur di dalam Pasal 102 UndangUndang Nomor 17 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang No.10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sehingga surat dakwaan yang tepat untuk digunakan adalah berbentuk subsidair. Kedua, pertimbangan hakim menyatakan bahwa unsur “mengangkut barang impor yang tidak tercantum ke dalam manifest memasuki daerah kepabeanan” sebagaimana dalam dakwaan primair tidak terbukti sudah sesuai dengan fakta-fakta yang terungkap di persidangan. Karena faktanya terungkap juragan atau nahkoda kapal yang mempunyai tugas utama melakukan tindak pidana tersebut, nahkoda kapal melanggar Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 54/M-DAG/PER/10/2009 Tentang Ketentuan Umum Di Bidang Impor karena barang yang diangkut adalah barang yang dilarang untuk diimpor, Maka terdakwa sebagai anak buah kapal tidak memenuhi dalam unsur mengangkut barang impor yang tidak tercantum dalam manifest. Berdasarkan kesimpulan tersebut, peneliti memberi saran Penuntut umum dalam membuat surat dakwaan seharusnya dengan benar-benar cermat, jelas dan lengkap sebagaimana telah diatur dalam Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP. Kesalahan menerapkan bentuk surat dakwaan dapat melemahkan dakwaan penuntut umum di dalam proses pembuktiannya sehingga nantinya terdakwa dapat bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum. Mengingat sudah diatur secara tegas dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No:51/MDAG/PER/7/2015 Tentang Larangan Impor Pakaian Bekas perlu adanya pembinaan kepada seluruh komponen masyarakat menyangkut penegakan hukum kepabeanan sehingga para buruh kapal dapat menghindari penyelundupan barang bekas. | en_US |