Show simple item record

dc.contributor.advisorDOMINIKUS RATO
dc.contributor.advisorEMI ZULAIKA
dc.contributor.authorSUGIYARTO, DEDIK
dc.date.accessioned2017-03-10T01:42:09Z
dc.date.available2017-03-10T01:42:09Z
dc.date.issued2017-03-10
dc.identifier.nim100710101128
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/79624
dc.description.abstractBerdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan sebelumnya dalam kaitannya dengan pokok permasalahan yang ada, maka dapat diambil beberapa kesimpulan bahwa : 1. Daya mengikat perjanjian bagi hasil tangkapan ikan nelayan dalam masyarakat adat di Kecamatan Puger Kabupaten Jember adalah harus dipatuhi para pihak walau sebatas perjanjian lisan dan tidak tertulis. Menurut nelayan di Desa Puger Kulon Kecamatan Puger, perjanjian bagi hasil merupakan perjanjian kerja sama yang bersifat mengikat, walaupun hubungan kerja yang terjalin hanyalah sebatas hubungan kerja biasa, namun kedua belah pihak yang terikat perjanjian kerja sama harus mematuhi aturan yang sudah ditetapkan sebelumnya. Bagi hasil tangkapan ikan nelayan di di Desa Puger Kulon Kecamatan Puger ini melibatkan induk semang dan anak buah. Induk semang disini merupakan pemilik Kapal sekaligus pemilik modal. Sedangkan anak buah merupakan tenaga kerja yang membantu induk semangdalam melaut. 2. Proses perjanjian bagi hasil di kalangan nelayan bukanlah sebuah proses yang ketat dengan bentuk tertulis, tetapi hanyalah sebuah perjanjian tidak tertulis yang dianggap sebagai kebiasaan yang telah turun temurun. Awal perjanjian diawali dengan ajakan atau pemberitahuan kepada ABK mengenai kapan akan berangkat melaut. Sementara akhir perjanjian bagi hasil adalah saat adanya pembagian upah yang diterima oleh ABK. Praktik bagi hasil yang dijalankan antara majikan dengan ABK adalah berdasarkan prinsip perjanjian tidak tertulis atau kebiasaan saja. Sistem maro, pembagian 1 untuk majikan dan 1 bagian untuk ABK adalah aturan tidak tertulis pada umumnya diberlakukan di wilayah penelitian, khususnya untuk kapal besar. bagi kapal kecil bagi hasil yang berjalan adalah dengan sistem mertelu atau mrapat. Hal tersebut dikarenakan masyarakat nelayan Puger Kulon mengadopsi pola bagi hasil itu dari nelayan lain. Namun, perjanjian tidak tertulis itu ada pengecualian untuk nahkoda, sebab nahkoda selain mendapat 2 bagian hasil sebagai ABK seringkali mendapatkan bonus 1 bagian lagi dari majikan atas prestasi kerjanya. 3. Akibat hukum perjanjian bagi hasil jika terjadi wanprestasi dalam perjanjian bagi hasil di kalangan nelayan di wilayah Puger Kulon adalah berupa sanksi sosial dalam hal ini dengan ditingglkannya juragan ikan yang dirasa tidak adil dalam pembagian untuk pindah juragan lain. Terhadap adanya sengketa dalam pembagian hasil tangkapan ikan, bahwa sengketa dan perselisihan selalu saja dapat muncul setiap saat. Mereka menyadari bahwa masingmasing kepala itu memiliki pendapat yang berbeda-beda.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.subjectAnalisis Yuridisen_US
dc.subjectHasil tangkapan ikanen_US
dc.titleANALISIS YURIDIS TENTANG PERJANJIAN BAGI HASIL TANGKAPAN IKAN NELAYAN DI KECAMATAN PUGER KABUPATEN JEMBERen_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record