Show simple item record

dc.contributor.advisorSUSANTI, Dyah Ochtorina
dc.contributor.advisorANDINI, Pratiwi Puspitho
dc.contributor.authorSEPTARIO, Edo
dc.date.accessioned2017-03-06T04:03:18Z
dc.date.available2017-03-06T04:03:18Z
dc.date.issued2017-03-06
dc.identifier.nimNIM120710101279
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/79438
dc.description.abstractAdapun pembahasan dari permasalahan yang ada yaitu pertimbangan hakim dalam penetapan nomor XXX/Pdt.P/2013/PA.Ktbm dimana majelis hakim bertijtihad dan melakukan interprestasi untuk mengabulkan permohonan itsbat nikah Pemohon I dengan Pemohon II. Mengenai masalah Wali Hakim tanpa adanya penetapan dari Pengadilan Agama setempat, Majelis Hakim menilai bahwa itu adalah kekeliruan yang dilakukan oleh pejabat publik selaku Kepala Kantor Urusan Agama. Namun dalam hal ini, perkawinan tersebut melanggar syarat sahnya perkawinan yaitu mengenai wali hakim pada Pasal 25 KHI dan PERMA No. 30 Tahun 2005 Tentang Wali Hakim. Mengenai saksi nikah, hakim berinterpetasi bahwa, ketentuan Pasal 23 KHI tidak relevan lagi pada perkembangan zaman. Majelis Hakim merujuk pada pendapat ulama mengenai diperbolehkannya saksi nikah perempuan yang hadir dalam akad nikah. Majelis Hakim mengabulkan permohonan itsbat nikah tersebut, dikarenakan menganggap lebih banyak manfaatnya dari kemudharatannya. Permasalahan selanjutnya mengenai akibat hukum dari Penetapan Nomor XXX/Pdt.P/2013.PA.Ktbm mengakibatkan perkawinan antara Pemohon I dengan Pemohon II adalah sah secara hukum agama dan hukum positif Indonesia. Akibat hukum dari itsbat nikah tersebut akan menimbulkan hak dan kewajiban suami istri, pengaturan mengenai harta kekayaan, dan status kedudukan anak yang lahir dalam perkawinan tersebut. Terdapat kesimpulan dan saran dari apa yang penulis uraikan yaitu Majelis Hakim beritjihad dan dalam memberikan pertimbangan hukum dalam penetapan Nomor XXX/Pdt.P/2013/PA.Ktbm yang mengabulkan permohonan itsbat nikah antara Pemohon I dengan Pemohon II. Mengenai hal wali hakim, Majelis Hakim menyatakan bahwa terdapat kekeliruan yang dilakukan pejabat publik yaitu Kepala Kantor Urusan Agama setempat dan tidak adil jika kesalahan tersebut dibebankan kepada warganya yang telah mempunyai itikad baik untuk melangsungkan dan mencatatkan perkawinannya ke Kantor Urusan Agama setempat. Meskipun demikian, seharusnya Majelis Hakim tidak mengabulkan permohonan itsbat nikah tersebut, dikarenakan pada perkawinan yang dilakukan antara Pemohon I dengan Pemohon II melanggar ketentuan Pasal 25 KHI dan PERMA No. 30 Tahun 2005 tentang Wali Hakim yang tidak memenuhi syarat-syarat perkawinan. Namun dalam Penetapan Nomor XXX/Pdt.P/2013/PA.Ktbm, Majelis Hakim tetap mengabulkan permohonan itsbat nikah para pemohon dikarenakan banyak menimbulkan manfaat daripada kemudharatannya. Mengenai akibat hukum dari penetapan Nomor XXX/Pdt.P/2013.PA.Ktbm adalah perkawinan antara Pemohon I dengan Pemohon II sah dan dapat diisbatnikahkan. Setelah adanya itsbat nikah perkawinan antara Pemohon I dengan Pemohon II akan mengakibatkan adanya hak dan kewajiban suami istri, status harta kekayaan, maupun status anak yang dilahirkan. Saran yaitu sebaiknya pegawai pencatat nikah harus lebih disiplin dalam melakukan tugasnya agar tidak terjadi kekeliruan yang mengakibatkan kerugian terhadap masyarakat. Untuk Majelis Hakim, hendaknya tidak keluar dari suatu peraturan atau hukum yang ada.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.relation.ispartofseries120710101279;
dc.subjectPERKAWINANen_US
dc.titlePENGESAHAN PERKAWINAN UNTUK PERKAWINAN YANG TIDAK DICATAT (Studi Penetapan Nomor XXX/Pdt.P/2013/PA.Ktbm)en_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record