Show simple item record

dc.contributor.authorIzzah, Latifatul
dc.date.accessioned2017-02-14T01:57:12Z
dc.date.available2017-02-14T01:57:12Z
dc.date.issued2017-02-14
dc.identifier.isbn978-602-0818-50-4
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/79260
dc.descriptionImpresum : Yogyakarta: Jogja Bangkit Publisher, 2016. Kolasi : x, 261 hlm.: bibl.; ill.; lamp.; 15 x 23 cm.en_US
dc.description.abstractBuku ini memberikan informasi bahwa ekses dari kebijakan Politik Liberal colonial Belanda yang memberikan kesempatan kepada investor asing untuk menanamkan investasinya di Indonesia, merubah bumi Indonesia menjadi ajang para kapitalis Barat untuk lebih leluasa mengeksploitasi tanah dan tenaga kerja. Sebagai ilustrasi, dataran tinggi Ijen disewa oleh keluarga Birnie yang sudah mempunyai pengalaman berinventasi di wilayah Jember. Upaya keluarga Birnie untuk menanam tanaman kopi di dataran tinggi Ijen tidak sia sia. Kopi Arabika yang dikenal di Eropa dengan sebutan Java Coffee merajai taste kopi di Eropa. Permintaan Java Coffee produk dataran tinggi Ijen tidak sebanding dengan produk yang dihasilkan, sehingga seringkali tidak dapat dipenuhi oleh perkebunan kelurga Birnie. Kondisi ini membuat Indonesia semakin diminati investor Eropa. Tingginya permintaan Java Coffee hanya dapat dinikmati partikelir keluarga Birnie. Tenaga kerja pribumi yang dieksploitasi tidak mendapatkan manfaat dari keberhasilan perkebunan kopi dataran tinggi Ijen. Mereka hanya mendapatkan manfaat ekonomi yang bersifat marginal yaitu sebagai buruh perkebunan. Realita pada masa colonial masih tetap bertahan sampai Indonesia merdeka. PTPN XII sebagai kepanjangan tangan pemerintah dipercaya untuk mengelola dataran tinggi Ijen melanjutkan usaha perkebunan yang ditinggalkan oleh keluarga Birnie. Pilihan pemerintah tepat karena profit yang diberikan PTPN XII tiap tahunnya berkisar 1,8 Triliyun. Namun di sisi lain, penduduk yang sudah menetap di dataran tinggi Ijen nasibnya tidak pernah berubah walau Indonesia sudah merdeka. Mereka tetap menjadi buruh di tanahnya sendiri. Buku ini terdiri dari 6 Bab yang mencoba mengurai wilayah dataran tinggi Ijen sebagai potongan tanah surga untuk Java Coffee. Dalam Bab 1, penulis menguraikan mengenai profil Kecamatan Sempol ditinjau dari kondisi geografis, kondisi pemerintahan, kondisi demografis, kondisi social dan kondisi budaya. Uraian ini dimaksudkan agar pembaca dapat mengetahui karakteristik Kecamatan sempol Kabupaten Bondowoso. Bab 2 menguraikan mengenai selayang pandang kopi di Indonesia. Dalam bab ini dijelaskan bagaimana proses historis tentang perjalanan tanaman kopi sampai di Indonesia yang dilengkapi dengan pendirian Balai Penelitian. Bab 3 menguraikan tentang pinangan pemerintah jatuh pada PTPN XII dengan memperjelas mengenai keberadaan PTPN XII yang mengelola Kebun Blawan dan Kebun Kalisat Jampit. Java Coffee sebagai produk unggulan PTPN XII. Bab 4 menguraikan tentang status tanah dataran tinggi Ijen dengan menjelaskan penguatan perolehan Hak Guna Usaha (HGU), hubungan patron-klien dan masyarakatnya menjadi buruh di rumahnya sendiri. Bab 5 menguraikan mengenai pembagian wilayah penguasaan tanah di Kabupaten Bondowoso. Pertama, wilayah Kecamatan Sempol merupakan tanggung jawab PTPN XII. Diawali dari hegemoni tanah dataran tinggi Ijen, hubungan simbiosis mutualisme antara PTPN XII dengan rakyat, program kemitraan dan bina lingkungan. Kedua, wilayah tanggung jawab pemerintah Kabupaten Bondowoso adalah di luar wilayah Kecamatan Sempol. Ada 22 kecamatan yang menjadi tanggung jawab pemerintah Kabupaten Bondowoso. Upaya yang Dilakukan Pemerintah Kabupaten Bondowoso , diawali dengan peran Bupati Bondowoso, peran Camat Sempol, peran Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Bondowoso dan peran Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Bondowoso. Bab 6 adalah kesimpulan. Penghadiran buku ini dimaksudkan untuk mengantar dan merangsang pembaca untuk mengingat kembali kejayaan perkebunan kopi khususnya dibawah pemerintahan kolonial Belanda. Ada sisi menarik ketika para petani dan masyarakat dipaksa untuk menanam tanaman kopi pada masa sistem cultuurstelsel, ternyata menginspirasi masyarakat untuk menanam tanaman kopi baik di pagar rumah mereka maupun di hutan yang dijadikan perkebunan. Keuntungan yang diterima oleh para petani kopi baru bisa dirasakan pada saat ini. Harga jual kopi mengikuti harga dolar. Di lain sisi, para buruh tani ang tidak memiliki tanah, nasibnya tetap sama tidak akan pernah berubah seperti masyarakat yang hidup di wilayah Kecamatan Sempol Kabupaten Bondowoso. Mereka tetap menjadi buruh pada perkebunan yang dikelola oleh PTPN XII.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.subjectIjenen_US
dc.subjectTanah Surgaen_US
dc.subjectJava Coffeeen_US
dc.titleDATARAN TINGGI IJEN: Potongan Tanah Surga untuk Java Coffeeen_US
dc.typeBooken_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record