Show simple item record

dc.contributor.advisorGianawati, Nur Dyah
dc.contributor.authorWahyuningtyas, Wiga
dc.date.accessioned2017-01-18T03:57:58Z
dc.date.available2017-01-18T03:57:58Z
dc.date.issued2017-01-18
dc.identifier.nim120910301037
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/78840
dc.description.abstractPerhutani BKPH (Bagian Kesatuan Pemangku Hutan) Sukun menerapkan pemberdayaan lahan kayu putih dengan menggunakan sistem agroforestry dengan metode tumpangsari sebagai upaya untuk menyediakan akses bagi petani kalangan menengah ke bawah untuk menjangkau sumber – sumber ekonomi sehingga terwujudnya kehidupan yang sejahtera. Adanya LMPSDH (Lembaga Masyarakat Pengelola Sumber Daya Hutan) yang merupakan paguyuban petani hutan atau pesanggem sekaligus mitra Perhutani. Guna mendapat hak kelola lahan tumpang sari, petani gurem menggunakan jaringan yang dimilikinya di LMPSDH untuk dihubungkan ke Perhutani. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pemanfaatan modal sosial petani gurem untuk menjadi pesanggem yang mendapatkan hak pengelolaan atas lahan Perum Perhutani dan menganalisa unsur modal sosial antara Perhutani dengan petani pengguna lahan tumpangsari mengenai pengolahan lahan dan kontrak lahan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi deskriptif. Teknik penentuan informan menggunakan teknik purposive. Metode pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Setelah data terkumpul kemudian dianalisis, dalam menguji keabsahan data penelitian ini menggunakan teknik triangulasi yang menggabungkan teknik triangulasi sumber data. Pada pemanfaatan modal sosial petani gurem untuk mendapatkan hak kelola, terdapat tahapan interaksi jaringan tumpangsari yang terdiri dari linking, bridging, ix dan bonding. Tahapan linking merupakan tahap di mana petani gurem memanfaatkan jaringannya terhadap LMPSDH sebagai pihak yang memiliki sumber berupa relasi ke Perhutani. Pada tahap bridging, LMPSDH menghubungkan kepentingan petani gurem terhadap hak kelola lahan kepada Perhutani. Sedangkan tahap bonding terjadi ketika petani gurem menjadi bagian dari LMPSDH dan mendapatkan hak kelola lahan sehingga Perhutani memandang petani gurem yang telah menjadi pesanggem menjadi satu – kesatuan dengan LMPSDH. Terdapat unsur – unsur pembentuk modal sosial pada relasi lahan tumpangsari. Pertama, partisipasi petani untuk menjadi pesanggem dalam program lahan tumpangsari. Kedua, resiprositas dari hubungan yang terjalin antar aktor di dalam interaksi lahan tumpangsari agar terus bergerak mencapai tujuan. Ketiga, nilai mengenai kemanfaatan bersama terhadap hutan dan kelestariannya. Keempat, norma yang berupa kontrak perjanjian tanaman mengenai aturan pengelolaan lahan tumpangsari. Kelima, kepercayaan sebagai hasil interaksi yang berlangsung dalam jangka yang lama sehingga Perhutani mempercayakan LMPSDH untuk merekrut petani untuk menjadi pesanggem. keenam, tindakan proaktif berupa menjalin relasi terhadap Dinas Perhutani untuk dapat mengakses bantuan berupa pupuk subsidi. Berdasarkan kesimpulan dari penelitian ini, penulis memberikan saran terkait LMPSDH yaitu peningkatan kerjasama terhadap Dinas Pertanian terkait metode dan teknologi pertanian guna meningkatkan hasil panen. Selain itu perlu adanya koordinasi mengenai pemasaran hasil panen anggota LMPSDH guna mengendalikan harga hasil pertanian sehingga tidak berdampak pada rendahnya harga jual hasil pertanian yang menyebabkan kerugian pada pesanggem.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.subjectLAHAN AGROFORESTRIen_US
dc.subjectPERUM PERHUTANIen_US
dc.subjectTumpangsarien_US
dc.subjectModal Sosialen_US
dc.subjectPetani Guremen_US
dc.titlePEMANFAATAN MODAL SOSIAL PETANI GUREM DALAM MEMPEROLEH LAHAN AGROFORESTRI PERUM PERHUTANI (Studi Deskriptif Pengelolaan Lahan Kayu Putih BKPH Sukun di Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo)en_US
dc.typeUndergraduat Thesisen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record