Show simple item record

dc.contributor.authorPUJI AYU SETYANI SITORUS
dc.date.accessioned2013-12-11T01:54:29Z
dc.date.available2013-12-11T01:54:29Z
dc.date.issued2013-12-11
dc.identifier.nimNIM080710101087
dc.identifier.urihttp://repository.unej.ac.id/handle/123456789/7855
dc.description.abstractDalam pembahasan mengenai perkawinan menurut hukum adat adalah aturan-aturan hukum adat yang mengatur tentang bentuk-bentuk perkawinan, cara-cara pelamaran, upacara perkawinan dan putusnya perkawinan di Indonesia. Aturan-aturan hukum adat perkawinan di berbagai daerah di Indonesia berbedabeda, dikarenakan sifat kemasyarakatan, adat istiadat, agama dan kepercayaan masyarakat yang berbeda-beda. Hukum adat Batak Toba, khususnya perkawinan sangat memperhatikan prinsip dasar yaitu dalihan na tolu yang merupakan suatu ungkapan yang menyatakan kesatuan hubungan kekeluargaan pada suku Batak, serta perkawinan berpegang teguh pada prinsip ini. Sementara itu upacara agama serta catatan sipil dianggap hanya perlengkapan belaka. Hal ini dilatar belakangi oleh keberadaan dalihan na tolu itu sendiri yang diterima ditengah-tengah masyarakat Batak Toba sebagai suatu sistem sosial kemasyarakatan. Dalam suatu perkawinan yang sah, dalihan na tolu telah menggariskan dan menetapkan aturan dan ketentuan rinci mengenai berbagai hubungan sosial baik antara suami dengan istri, antara orang tua dengan saudarasaudara kandung dari masing-masing pihak pengantin, maupun dengan boru (semua perempuan yang berasal dari satu marga tanpa membedakan struktur kedudukan patrilinealnya, namun demikian masih ada kelompok lain yang dianggap sebagai boru walaupun tidak satu marga) serta hula-hula (orang tua dari anak perempuan yang telah menikah, namun demikian masih ada pihak lain yang dianggap menjadi hula-hula yaitu kelompok Tulang) dari masing-masing pihak. Berdasarkan hal tersebut dalam Skripsi ini penulis merumuskan rumusan masalah bagaimana bentuk dalam perkawinan adat Batak Toba, apa yang menjadi larangan dalam perkawinan adat Batak Toba dan bagaimana dinamika atau perubahan tata cara perkawinan adat Batak Toba pada masa kini. Adapun tujuan penelitian dalam Skripsi ini adalah untuk menganalisis maksud dari permasalahan yang hendak dibahas dalam Skripsi ini. Pada penulisan Skripsi ini digunakan tipe penelitian yang bersifat yuridis empiris (yuridis sosiologis), yaitu suatu pembahasan terhadap suatu realitas sosial yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan atau hukum yang berlaku secara positif, dihubungkan dengan praktek atau kenyataan yang terjadi didalam masyarakat karena adanya perumusan masalah, pembuatan data, wawancara sedangkan seluruh proses berakhir dengan penarikan kesimpulan. Adapun pendekatan yang digunakan dalam skripsi ini adalah hukum adat sebagai norma hukum yang sebagian besar tidak tertulis. Sumber data yang digunakan adalah data primer, data sekunder dan data tersier. Tehnik pengumpulan data dalam penulisan Skripsi ini adalah observasi dan wawancara. Proses penelitian merupakan suatu proses untuk menemukan jawaban atas masalah-masalah yang terjadi atau fenomena sosial yang diteliti dan terjadi dalam suatu kehidupan masyarakat. Metode analisis data digunakan analisa kualitatif, yaitu dari data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis kemudian dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah. Adapun kesimpulan pada skripsi ini adalah bentuk perkawinan menurut hukum adat Batak Toba merupakan Masyarakat Batak dalam tatanan kekrabatannya menganut sistem patrilineal yang dibagi dalam tiga kelompok besar yaitu: dongan tubu, boru serta hula-hula menjadi satu kesatuan, dikenal dengan dalihan na tolu, dengan falsafah kehidupannya yaitu: manat mardongan tubu, elek marboru, somba mar hula-hula. Hubungan kekerabatan ini terlahir secara alami dan diilhami kesamaan sifat yang memang tercipta sedemikian dalam sistem kekerabatan masyarakat itu sendiri, dimulai dari kelompok keluarga yaitu orang tua, anak laki-laki dan anak perempuan yang ditingkatkan menjadi kelompok Sahuta dan seterusnya pada tingkat Samarga. Seacara moral dan etika, unsur kekerabatan ini mempunyai hak dan kewajiban yang sama sesuai kedudukan masing-masing, tidak ada yang lebih tinggi, tidak ada yang lebih jauh dan tidak ada yang lebih dekat. Kesetaraan ketiga kelompok ini sesuai dengan kedudukannya, memungkinkan mereka mampu duduk bersama-sama untuk merumuskan secara pas dan demokrasi akan hal yang mereka perbuat, sesuai dengan kepentingan semua pihak. Larangan dalam perkawinan adat Batak Toba adalah Hubungan kekerabatan orang Batak didasarkan pada adanya pertalian darah yang ditarik menurut garis keturunan ayah (genealogis patrilineal) dan pertalian perkawinan antara pihak pemberi dara (Toba: hula-hula) dengan pihak penerima dara (Toba: boru). Jadi setiap anak pria atau wanita Batak akan menarik garis keturunannya melalui garis ayah, dengan memakai nama marga ayah. Anak wanita harus kawin dengan pria dari marga lain, perkawinan dalam satu marga dilarang, dan anak-anak dari perkawinan itu akan memakai nama marga suaminya. Tujuan marga adalah membina kekompakan dan solidaritas sesama anggota marga sebagai keturunan dari satu leluhur. Walau pun keturunan suatu leluhur pada suatu ketika mungkin akan terbagi atas marga-marga cabang, namun sebagai keluarga besar, marga-marga cabang tersebut akan selalu mengingat kesatuannya dalam marga pokoknya. Dengan adanya keutuhan marga, maka kehidupan sistem kekerabatan dalihan na tolu akan tetap lestari. Dinamika atau perubahan tata cara perkawinan adat Batak Toba pada masa kini terdapat pergeseran adat dalam 4 bagian dan diimplementasikan dalam pelaksanaan adat tersebut yaitu: adat inti, adat na taradat, adat na niadathon, dan adat na soadat.en_US
dc.language.isootheren_US
dc.relation.ispartofseries080710101087;
dc.subjectHUKUM ADAT BATAK TOBAen_US
dc.titleBENTUK PERKAWINAN MENURUT HUKUM ADAT BATAK BENTUK PERKAWINAN MENURUT HUKUM ADAT BATAK PERANTAUAN BENTUK PERKAWINAN MENURUT HUKUM ADAT BATAK TOBA DIen_US
dc.typeOtheren_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record